Dollar AS Jadi Aset dengan Cuan Tertinggi

Senin, 07 November 2022 | 04:30 WIB
Dollar AS Jadi Aset dengan Cuan Tertinggi
[]
Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instrumen yang membiakkan dananya di instrumen dollar Amerika Serikat (AS) boleh senang. Sampai Oktober, dollar AS masih menjadi instrumen investasi dengan return tertinggi.

Dollar AS menguat 9,36% sepanjang tahun ini hingga akhir Oktober. Apalagi, kurs dollar AS saat ini menguat ke level tertinggi sejak April 2020, yakni di Rp 15.738 per dollar AS.

Imbal hasil investasi di mata uang negeri Uwak Sam ini mengalahkan rata-rata imbal hasil saham. Bila mengacu pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rata-rata return investasi saham cuma 7,86% di sepuluh bulan 2022.

Baca Juga: Di Tengah Pelemahan Rupiah, Begini Saran Investasi dari Analis

Lantas, apakah instrumen ini masih menarik ke depan? Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan, tren kenaikan kurs dollar AS masih bisa berlanjut selama The Fed masih menaikkan bunga secara agresif. Jadi minimal dollar AS masih akan menguat hingga akhir tahun. 

Tapi, pergerakan dollar AS tahun depan masih sulit diramal. Pergerakan the Greenback ini akan bergantung pada seberapa agresif kebijakan moneter The Fed tahun depan. Data inflasi dan data ekonomi AS lainnya juga akan mempengaruhi dollar AS.

Investasi saham

Sementara prospek investasi saham masih lebih oke. Menurut President dan CEO Pinnacle Persada Investama Guntur Putra, IHSG ditopang makroekonomi yang cukup baik. Data makroekonomi tersebut ditandai inflasi relatif terkontrol, neraca dagang surplus dan rupiah yang kuat dibandingkan negara lain.

Baca Juga: The Fed Masih Agresif, Investor Pilih Dollar AS Ketimbang Emas

Kendati begitu, Guntur melihat pasar saham juga masih dipengaruhi konflik geopolitik, seperti Rusia melawan Ukraina serta konflik Taiwan dan China. Di sisi lain, potensi perlambatan ekonomi China juga bisa menjadi faktor risiko. Toh, ia menilai investasi saham masih menarik. 

Buat investor yang gemar adu nyali, bisa menjajal mata uang kripto. Meski kinerja sejak awal tahun masih negatif, tapi di Oktober harga kripto mulai naik. 

Co-founder CryptoWatch Christopher Tahir menjelaskan, pasar kripto memang masih berpotensi tertekan akibat sentimen kebijakan suku bunga agresif berbagai bank sentral dunia. "Kripto dianggap lebih berisiko dan memiliki likuiditas rendah, maka dijadikan aset pertama dilikuidasi," jelas dia. Tapi, investor yang ingin masuk bisa memakai strategi mencicil beli, terutama di harga murah seperti saat ini.   

Baca Juga: Merayu Pemilik Dollar agar Betah di Bank Lokal

 

Bagikan

Berita Terbaru

Akui Bukan SWF Biasa, Mari Kupas Jati Diri BPI Danatara
| Kamis, 06 November 2025 | 15:25 WIB

Akui Bukan SWF Biasa, Mari Kupas Jati Diri BPI Danatara

Danantara merupakan SWF berbasis BUMN sehingga tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban pelayanan publik (public servic obligation).

Anak Usaha TLKM Buka Suara Soal Kepailitan TELE dan Investasi Rp 1,39 Triliun
| Kamis, 06 November 2025 | 13:53 WIB

Anak Usaha TLKM Buka Suara Soal Kepailitan TELE dan Investasi Rp 1,39 Triliun

PT PINS Indonesia, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), akhirnya buka suara menanggapi kabar kepailitan PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE)

Ruang Pendanaan Masih Terbatas, PELNI Buka Opsi Tambah Kapal dari Penjualan Tiket
| Kamis, 06 November 2025 | 13:46 WIB

Ruang Pendanaan Masih Terbatas, PELNI Buka Opsi Tambah Kapal dari Penjualan Tiket

Penyertaan Modal Negara sudah tak lagi digunakan sehingga beberapa upaya diluncurkan PT Pelni guna memastikan kelanjutan investasi armada.

Konsumsi Daging Ayam Melejit, Laba Bersih Japfa Comfeed (JPFA) Naik Dua Digit
| Kamis, 06 November 2025 | 10:29 WIB

Konsumsi Daging Ayam Melejit, Laba Bersih Japfa Comfeed (JPFA) Naik Dua Digit

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) membukukan kinerja positif di sepanjang sembilan bulan tahun 2025.

Multi Makmur Lemindo (PIPA) Membalikkan Rugi Menjadi Laba Per Kuartal III-2025
| Kamis, 06 November 2025 | 10:21 WIB

Multi Makmur Lemindo (PIPA) Membalikkan Rugi Menjadi Laba Per Kuartal III-2025

Pertumbuhan laba itu disokong lonjakan pendapatan usaha PIPA yang mencapai 30,49% secara tahunan jadi Rp 25,89 miliar per September 2025

Daya Beli Belum Maksi, Laba Emiten Properti Masih Bertaji
| Kamis, 06 November 2025 | 10:17 WIB

Daya Beli Belum Maksi, Laba Emiten Properti Masih Bertaji

Sejumlah emiten properti mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di sepanjang periode Januari-September 2025

Harga Emas Masih Tinggi, Bumi Resources Minerals (BRMS) Genjot Produksi
| Kamis, 06 November 2025 | 10:08 WIB

Harga Emas Masih Tinggi, Bumi Resources Minerals (BRMS) Genjot Produksi

PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) membidik pertumbuhan produksi emas 68.000 ons sampai 72.000 ons hingga akhir 2025.​

Penjualan Belum Laris Manis, Kepulan Laba Emiten Rokok Semakin Tipis
| Kamis, 06 November 2025 | 09:52 WIB

Penjualan Belum Laris Manis, Kepulan Laba Emiten Rokok Semakin Tipis

Tekanan daya beli masyarakat masih jadi tantangan emiten rokok. Penurunan daya beli memicu pergeseran konsumsi ke segmen value for money (VFM).

TELE Pailit, Tak Cuma Telkom (TLKM) dan Haiyanto, Ribuan Investor Saham Ikut Merugi
| Kamis, 06 November 2025 | 09:00 WIB

TELE Pailit, Tak Cuma Telkom (TLKM) dan Haiyanto, Ribuan Investor Saham Ikut Merugi

Kasus pailit PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE) mencerminkan buruknya perlindungan investor publik.

Menakar Efek Kinerja Sembilan Bulan 2025 dan Rights Issue ke Kinerja PANI
| Kamis, 06 November 2025 | 08:15 WIB

Menakar Efek Kinerja Sembilan Bulan 2025 dan Rights Issue ke Kinerja PANI

Analisis aksi korporasi PANI: Rights issue Rp 16,6 triliun, akuisisi CBDK, dan prospek saham di tengah pemulihan pasar properti.

INDEKS BERITA

Terpopuler