Dua Emiten Ini Ajukan Delisting Sukarela ke BEI

Senin, 22 Juli 2019 | 05:45 WIB
Dua Emiten Ini Ajukan Delisting Sukarela ke BEI
[]
Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah emiten yang akan keluar dari bursa saham bertambah. Setidaknya, ada dua perusahaan yang mengajukan delisting sukarela. Emiten yang tak lagi berniat memperdagangkan sahamnya di bursa saham yaitu PT Danayasa Arthatama Tbk (SCBD) dan PT Merck Sharp Dhome Pharma Tbk (SCPI).

Sebelumnya, KONTAN memberitakan, SCBD memilih delisting sukarela karena tidak bisa memenuhi ketentuan kepemilikan pemegang saham minimal 300 pihak. Saat ini pemegang saham SCBD hanya 74 pihak.

Sedangkan emiten farmasi SCPI berencana go private dengan alasan tidak membutuhkan dana publik dan bisa memenuhi kebutuhan sumber dana internal. Induk usaha Merck Sharp & Dhome Corp siap mendanai bisnis SCPI.

Senin ini (22/7), BEI memutuskan melepas suspensi SCPI dalam rangka pengalihan saham hasil pelaksanaan tender offer kepada induknya. "Bursa akan melanjutkan penghentian sementara perdagangan SCPI di seluruh pasar setelah proses pengalihan saham hasil tender offer tersebut selesai dilaksanakan," tulis BEI.

Keluarnya SCBD dan SCPI dari bursa menambah jumlah emiten yang go private. Tahun ini, BEI sudah mengeluarkan dua emiten dari bursa, yakni PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP) pada 17 Mei 2019 dan Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP) pada 2 Mei lalu.

SIAP dikeluarkan karena usaha utamanya yang bergerak di tambang batubara sudah dicabut pemerintah. Saham ini juga sudah disuspen selama dua tahun. Sedangkan BBNP telah merger dengan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN).

Notasi khusus

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menjelaskan, potensi delisting selalu ada, tapi tak banyak. Namun harus dilihat penyebabnya, karena delisting tidak berlangsung seketika, ujar dia.

Analis sekaligus Presiden Director CSA Institute Aria Santoso menjelaskan, protokol delisting tak selalu buruk. Langkah ini merupakan kepedulian otoritas bursa menjaga kinerja IHSG, dengan melepas emiten yang kurang baik atau underperform.

Meskipun secara umum faktor politik dan ekonomi Indonesia sudah membaik, belum tentu skala mikro juga ikut baik. Masalah internal perusahaan sangat beragam, ujar Aria, Jumat (21/7).

Sebelumnya, BEI pernah menyebut dua emiten, yakni seperti PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk (BORN) dan PT Bara Jaya Internasional Tbk (ATPK), berpotensi terdepak dari bursa karena masalah internal perusahaan. BORN sudah disuspensi sejak 2016. Sedangkan ATPK perdagangannya telah disetop sementara sejak Juli 2018.

Aria menyatakan, investor bisa mencermati perusahaan yang tengah bermasalah lewat notasi khusus atau tato yang disematkan untuk saham tersebut. Saham itu pun biasanya disuspen menahun. Misalnya, BORN yang sudah disuspen sejak 2016, memiliki tiga notasi yaitu 'E' (ekuitas negatif), S (laporan keuangan terakhir menunjukkan tidak ada pendapatan usaha) dan L (perusahaan belum menyampaikan laporan keuangan).

Tapi, investor jangan salah paham. Notasi bukan berarti perusahaan akan delisting. Pemberian notasi ini juga ditujukan agar emiten memperbaiki kinerjanya.

Aria menyatakan ada beberapa strategi yang bisa dilakukan investor untuk meminimalisasi risiko tersangkut saham berpotensi delisting. Antara lain, mengedukasi diri mengenai fundamental dan pergerakan saham, serta diversifikasi investasi tak hanya kepada satu perusahaan.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

PetroChina Investasi Besar Demi Eksplorasi Blok Jabung, RATU Punya 8 Persen PI
| Jumat, 28 November 2025 | 10:40 WIB

PetroChina Investasi Besar Demi Eksplorasi Blok Jabung, RATU Punya 8 Persen PI

PetroChina akan menggelar eksplorasi 6 sumur baru dan 11 sumur work over di Blok Jabung hingga 2028.

Operator Telekomunikasi Optimalkan Layanan AI
| Jumat, 28 November 2025 | 08:50 WIB

Operator Telekomunikasi Optimalkan Layanan AI

Perkembangan ini menjadi hal positif apalagi industri telekomunikasi saat ini sudah menyebar ke banyak wilayah Tanah Air.

Voksel Electric (VOKS) Mengejar Target Pertumbuhan 15%
| Jumat, 28 November 2025 | 08:40 WIB

Voksel Electric (VOKS) Mengejar Target Pertumbuhan 15%

VOKS membidik proyek ketenagalistrikan baru, termasuk melalui lelang yang akan dilakukan PT PLN (Persero).

Berharap Bisnis Melaju dengan Diskon Nataru
| Jumat, 28 November 2025 | 08:30 WIB

Berharap Bisnis Melaju dengan Diskon Nataru

Tak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah berharap program diskon belanja ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

Prodia Widyahusada (PRDA) Siapkan Strategi Bisnis di 2026
| Jumat, 28 November 2025 | 08:10 WIB

Prodia Widyahusada (PRDA) Siapkan Strategi Bisnis di 2026

Pada tahun depan, Prodia jWidyahusada membidik posisi sebagai South East Asia (SEA) Referral Laboratory.

DOID Akan Terbitkan Global Bond Setara Rp 8,31 Triliun
| Jumat, 28 November 2025 | 08:01 WIB

DOID Akan Terbitkan Global Bond Setara Rp 8,31 Triliun

Rencana penerbitan global bond merupakan bagian dari strategi DOID untuk mempertahankan sumber pendanaan yang terdiversifikasi. 

Konsumsi Produk Bisa Meningkat, Prospek KLBF Semakin Sehat
| Jumat, 28 November 2025 | 07:53 WIB

Konsumsi Produk Bisa Meningkat, Prospek KLBF Semakin Sehat

Kinerja PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) KLBF pada 2026 masih prospektif dengan ditopang segmen pharma (prescription) dan consumer health. 

Realisasi Marketing Sales Anjlok, Kinerja Agung Podomoro Land (APLN) Ikut Jeblok
| Jumat, 28 November 2025 | 07:47 WIB

Realisasi Marketing Sales Anjlok, Kinerja Agung Podomoro Land (APLN) Ikut Jeblok

Kinerja PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) loyo di sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Lemahnya daya beli jadi salah satu pemicunya.

Demutualisasi Bisa Mendorong Penerapan GCG di BEI
| Jumat, 28 November 2025 | 07:36 WIB

Demutualisasi Bisa Mendorong Penerapan GCG di BEI

Penerapan demutualisasi dinilai tidak akan berdampak kepada investor. Justru, itu jadi sarana BEI untuk menerapkan good corporate governance. ​

Kinerja Saham Pelat Merah Belum Cerah
| Jumat, 28 November 2025 | 07:30 WIB

Kinerja Saham Pelat Merah Belum Cerah

Saham emiten BUMN cenderung stagnan, bahkan terkoreksi dalam 1-2 tahun terakhir. Alhasil, saham emiten BUMN tak lagi jadi penopang laju IHSG​.

INDEKS BERITA

Terpopuler