Berita

Era Baru Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan, Pertamina Siap Produksi Bioavtur

Kamis, 07 Oktober 2021 | 06:38 WIB
Era Baru Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan, Pertamina Siap Produksi Bioavtur

ILUSTRASI. Seremoni Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235-220 FTB menggunakan campuran bahan bakar bioavtur, hari ini (6/10) di Hanggar 2 PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF), Tangerang.

Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Pertamina siap memproduksi bioavtur, usai uji coba bioavtur J2,4, bahan bakar dengan kandungan 2,4% minyak nabati, pada pesawat CN235-220 FTB, Rabu (6/10). Beberapa persiapan untuk melakukan komersialisasi terus dilakukan dengan menyiapkan kilang untuk memproduksi bioavtur.

Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina dalan persiapan produksi dan komersialisasi produk bioavtur sehingga membutuhkan dukungan kebijakan pemerintah, mulai dari hulu hingga hilir.

"Jika bicara kesiapan, keberlangsungan, kami harus melihat value chain secara utuh karena ada bahan baku yang tidak dikontrol Pertamina yaitu minyak inti sawit (PKO)," ungkap dia dalam konferensi pers virtual, kemarin.

Ia melanjutkan, kebijakan ini diperlukan demi menjamin ketersediaan bahan baku agar program pengembangan bioavtur dapat berkesinambungan. Pengembangan bioavtur dari saat ini kandungan 2,4% minyak nabati akan terus meningkat secara bertahap menjadi 5%, kemudian 10% dan seterusnya. Oleh karena itu, perlu ada komitmen pasokan bahan baku. 

Mengenai rencana komersialisasi produk bioavtur, Nicke menjelaskan, ada sejumlah aspek yang menjadi perhatian. Secara khusus, dengan rencana pemerintah menerapkan pajak karbon pada tahun 2022 mendatang, maka hal tersebut dipastikan menjadi bagian yang turut dipertimbangkan oleh Pertamina.

Demi memastikan komitmen dalam pengembangan bioavtur, Pertamina bakal menyiapkan kilang-kilang mereka untuk dapat memproduksi bioavtur. Kilang-kilang tersebut dipastikan akan sesuai dengan regulasi dan standar internasional. "Ada dua kilang yang siap, yakni Kilang Dumai dan Kilang Cilacap. Ini yang menjadi komitmen kita," ungkap Nicke.

Sementara itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) Eddy Abdurrachman mengungkapkan sampai saat ini belum ada kebijakan pemerintah terkait insentif untuk produk bioavtur.

Padahal, menurut dia, produk bioavtur yang menggunakan PKO sebagai bahan baku, sehingga harganya bakal lebih tinggi ketimbang harga crude palm oil (CPO). 

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan, pengembangan bioavtur memang sedikit terlambat. Nmaun, sejumlah aspek pengembangan ke depan dinilai tidak akan memakan waktu lama.

"Kita akan selesaikan dulu kegiatan yang sifatnya teknis kemudian secara bertahap kami lakukan kajian dari sisi pengembangan proses, termasuk kajian keekonomian," kata dia.

Dadan bilang, aspek keekonomian bukan berarti memastikan produk bioavtur lebih murah harganya ketimbang avtur. Aspek keekonomian yang hendak dipastikan adalah selisih harga produk bioavtur dan avtur kemudian dampak yang mungkin timbul pada aspek lainnya.

Terbaru
IHSG
7.288,81
0.29%
-21,28
LQ45
985,97
0.44%
-4,40
USD/IDR
15.853
0,35
EMAS
1.249.000
2,21%