KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lepas sudah tekanan yang dihadapi saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Dua hari berturut-turut, Kamis-Jumat, 4-5 April 2019 harga saham emiten pakan ternak itu menguat 7,99%.
Kenaikan harga tersebut seolah oase di tengah koreksi harga berkepanjangan. Usai menggapai rekor harga tertinggi di Rp 3.050 per saham pada 30 Januari 2019, saham Japfa berangsur jatuh ke titik nadir di Rp 1.690 per saham pada 2 April 2019.
Artinya, dalam tempo sekitar dua bulan, saham JPFA terjerembab 80,47%. Sebagai perbandingan, sebelumnya, butuh waktu sekitar enam bulan bagi saham JPFA untuk mendaki dari kisaran harga 1.700-an ke 3.050.
Rebound JPFA terjadi usai keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 2 April 2019 untuk membagikan dividen tunai tahun buku 2018. Bagian laba bersih yang dibagikan Rp 50 per saham, atau senilai total Rp 585,96 miliar.
Pada September 2018 Japfa juga membagikan dividen dengan nilai yang sama. Yakni Rp 50 per saham senilai total Rp 585,96 miliar.
Dus, secara total dividen pay ratio (DPR) yang dibagikaan JPFA mencapai 54,05%. Sederhananya, 54,05% laba bersih yang diperoleh JPFA pada 2018 yang sebesar Rp 2,25 triliun dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang sahamnya.
Nah, jika Anda baru mengempit saham JPFA setelah September 2018 dan menahan kepemilikan hingga 15 April 2019, maka dividen pay ratio (DPR) yang didapat sebesar 27,03%.
Namun, aksi bagi-bagi laba bersih belum cukup menahan arus keluar investor asing. Mereka masih rajin melakukan aksi ambil untung atas saham JPFA. Misalnya, berdasar data RTI, pada 5 April net sell asing di seluruh pasar tercatat sebesar Rp 31,84 miliar. Padahal, hari itu saham JPFA menguat 5,49%.
Hari itu UBS Sekuritas Indonesia tercatat sebagai broker asing yang paling banyak menjual saham JPFA. Saham yang dijual sebanyak 213.031 lot senilai Rp 38 miliar.
Dus, William Hartanto, analis Panin Sekuritas menilai kenaikan harga saham JPFA hanya sementara. Technical rebound lantaran saham JPFA memang sudah banyak terkoreksi. Sejauh ini juga belum ada indikasi pembalikan arah tren lantaran kenaikan harga hanya bersifat sementara.
Namun kondisi ini diprediksi tidak akan berlangsung lama. Pertama, karena secara teknikal JPFA sudah oversold (jenuh jual). Kedua, harga saham JPFA saat ini sudah di bawah fundamentalnya. Ketiga, valuasi JPFA relatif lebih murah ketimbang emiten di sektor poultry lainnya. "Setelah mereka (investor asing) selesai jualan, harga akan kembali menyusul fundamental," kata William.
Karena asing dan harga
Hingga 5 April 2019 JPFA sudah terkoreksi 15,12% (year to date). Jika diukur dari level tertinggi di Rp 3.050 per saham, harganya sudah melorot 67,12%.
KKR Jade Investments Pte Ltd memotori penurunan harga pasca aksi ambil untung besar-besaran senilai Rp 1,72 triliun. Pada 20 Februari lalu, KKR Jade Investments Pte Ltd menjual 385 juta saham senilai Rp 847 miliar. Lalu, 18 Maret perusahaan investasi global itu kembali melepas 396 juta saham Japfa senilai Rp 871,2 miliar. Kedua transaksi digelar di harga Rp 2.200 per saham.
Dus, KKR berhasil meraup dana Rp 1,27 triliun. Kompensasinya, kepemilikan di Japfa menyusut dari 11,65% menjadi 4,99%.
Secara keseluruhan, net sell investor asing di seluruh pasar sebesar Rp 1,41 triliun (ytd). Sementara volume jual bersih dalam periode yang sama sekitar 600 juta saham.
Betul, bukan hanya JPFA yang harga sahamnya terkoreksi. Sejak awal tahun harga saham semua emiten poultry tertekan. Salah satu penyebabnya, harga jagung yang menjadi salah satu bahan baku utama pakan ternak terus melonjak lantaran musim kering.
Performa Saham Emiten Poultry | |||||
---|---|---|---|---|---|
Emiten | Harga (Rp/saham)* | Year to date (%) | Setahun (%) | Tiga Tahun (%) | Lima Tahun (%) |
CPIN | 6.325 | -12,46 | 85,48 | 119,24 | 68,67 |
JPFA | 1.825 | -15,12 | 15,87 | 214,66 | 37,22 |
MAIN | 1.265 | -9,32 | 61,15 | 0 | -61,08 |
SIPD | 810 | -20,98 | -22,12 | -4,71 | 62 |
*Harga penutupan Jumat, 5 April 2019 | |||||
sumber: RTI |
Harga di tingkat petani sendiri berangsur turun seiring panen raya jagung pada Februari-Maret 2019 di sejumlah daerah. Perum Bulog sendiri, mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018, menyerap jagung petani seharga Rp 3.150 per kg.Tahun lalu harga jagung naik sekitar Rp 2.500 per kilogram (kg). Permulaan 2019, harga jagung sempat melonjak dari Rp 3.500 per kg menjadi Rp 6.000 per kg.
Jagung menjadi salah satu penentu maju mundurnya bisnis emiten seperti Japfa. Pasalnya, penjualan pakan ternak berkontribusi besar terhadap pendapatan mereka. Tahun lalu, 43% dari total penjualan bersih Japfa yang sebesar Rp 34 triliun disumbang oleh pakan ternak.
Memang, data yang dipublikasikan Japfa menunjukkan, operating profit margin untuk segmen pakan ternak stabil di kisaran 10%-11%. Ini lantaran fluktuasi harga bahan baku juga kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diteruskan ke harga jual pakan ternak.
Namun, paling tidak secara sentimen, kenaikan harga bahan baku bisa memengaruhi persepsi pelaku pasar terhadap harga saham.
JPFA sendiri sudah mengambil langkah antisipasi dengan menambah kapasitas penyimpanan jagung. Tahun ini 10 silo akan dibangun di sejumlah daerah. Total kapasitasnya sekitar 30.000 ton. Plus, tiga corn dryer di Gorontalo, Sumbawa dan Jawa Timur.
Keberadaan fasilitas dengan total nilai investasi sekitar Rp 210 miliar itu akan menambah daya tahan Japfa terhadap fluktuasi harga jagung. Anggarannya dicomot dari belanja modal 2019 yang sebesar Rp 3 triliun.
Fundamental bagus
Faktor berikutnya yang bisa membalikkan tren harga Japfa terkait kondisi fundamentalnnya yang bagus. Manajemen Japfa saat paparan publik (2/4) berharap penjualan tahun ini bisa tumbuh di atas 10%. Target tersebut bisa dicapai mengingat peluang yang masih cukup besar.
Tahun ini faktor daya beli dan pertumbuhan konsumsi masyarakat akan menopang kinerja emiten poultry seperti Japfa. Salah satunya saat bulan puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri.
Sebagai pembanding, Fahressi Fahalmesta, analis Ciptadana Sekuritas Asia memproyeksikan Japfa bisa mencapai penjualan sebesar Rp 39,96 triliun tahun ini. Artinya, ada pertumbuhan 17,49%.
Sementara pertumbuhan laba bersih tidak setinggi 2018 lantaran basisnya yang memang sudah besar. Pada 2019 ia memprediksi laba bersih Rp 2,29 triliun, atau naik 5,67%.
Kinerja Emiten Sektor Poultry 2018 | |||||
---|---|---|---|---|---|
Emiten | Penjualan | Laba Bersih | Margin Laba Bersih | ||
Nilai | Pertumbuhan | Nilai | Pertumbuhan | ||
CPIN | Rp 53,96 triliun | 9,30% | Rp 4,55 triliun | 82,34% | 8,44% |
JPFA | Rp 34,01 triliun | 14,90% | Rp 2,17 triliun | 117,37% | 6,37% |
MAIN | Rp 6,71 triliun | 23,24% | Rp 284,80 miliar | 482,60% | 4,24% |
SIPD | Rp 3,12 triliun | 27,37% | Rp 25,93 miliar | 107,31% | 0,83% |
sumber: RTI |
Secara valuasi, saham Japfa juga menarik untuk dilirik. Ditinjau dari price to earning ratio (PER) dan price to book value (PBV), JPFA bersaing ketat dengan Malindo Feedmill Tbk (MAIN).
Dus, optimisme terhadap prospek saham Japfa menghinggapi banyak analis saham. Ini tercermin dari rekomendasi beli yang jauh lebih ramai ketimbang emiten sejenis. Meski demikian, William memberi aba-aba bagi investor yang berminat memungut saham Japfa. Yakni ketika penjualan oleh broker-broker asing mulai mereda.
Perbandingan Valuasi Emiten Sektor Properti | |||
---|---|---|---|
Emiten | Harga (Rp/saham)* | PER (kali) | PBV ((kali) |
CPIN | 6.325 | 22,75 | 5,35 |
JPFA | 1.825 | 9,86 | 2,1 |
MAIN | 1.265 | 9,96 | 1,49 |
SIPD | 810 | 42,63 | 1,29 |
*Harga penutupan Jumat, 5 April 2019 | |||
sumber: RTI |
Konsensus Analis yang dihimpun Bloomberg | |||||
---|---|---|---|---|---|
Emiten | Jumlah Rekomendasi | Rata-rata Target Harga 12 bulan | Harga (5/4) | ||
Buy | Hold | Sell | |||
CPIN | 4 | 4 | 7 | 6.459,09 | 6.325 |
JPFA | 19 | 1 | 0 | 2.761,07 | 1.825 |
MAIN | 5 | 4 | 0 | 1.711,88 | 1.265 |
SIPD | - | - | - | - | 810 |
sumber: Bloomberg |