KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten petrokimia PT Lotte Chemical Titan Tbk (FPNI) memasang target pertumbuhan yang realistis tahun ini. Manajemen emiten tersebut melihat fluktuasi harga bahan baku etilena yang berasal dari crude oil masih menekan margin keuntungan.
Calvin Wiryapranata, Direktur Keuangan FPNI mengaku agak kesulitan memprediksi pasar saat ini, apalagi margin spread yang di awal tahun tidak seperti tahun lalu. Margin spread adalah selisih harga jual dengan biaya bahan baku utama.
Tahun 2018, Lotte Chemical tertolong dengan margin spread sebesar US$ 221 per ton, naik 37% year on year (yoy). Alhasil, meski pendapatan bersih 2018 perusahaan ini hanya tumbuh 0,1% yoy menjadi US$ 433,9 juta, perusahaan menggenggam laba bersih senilai US$ 6,1 juta. Angka ini tumbuh 451% ketimbang periode sama tahun lalu, yang merugi US$ 1,7 juta. "Harga jual tahun lalu bisa naik 15% dibandingkan tahun sebelumnya," kata Calvin, (24/5).
Hanya, manajemen perusahaan ini tidak merinci harga jual saat ini. Yang terang, di tengah gejolak harga bahan baku, FPNI berusaha mengontrol komponen produksi agar biaya pemeliharaan lebih efisien dan operasional semakin efektif. "Untuk itu, target growth kami tak muluk-muluk, dari segi volume penjualan dan produksi naik 10% tahun ini," kata Calvin.
Pada tahun lalu, volume penjualan FPNI mencapai 306.000 ton. Selama delapan tahun terakhir, perusahaan ini bisa menjaga produksi polietilena di atas 300.000 ton.
Untuk menjaga pertumbuhan kinerja tetap positif, Lotte Chemical menyiapkan belanja modal senilai US$ 5 juta yang berasal dari dana internal. Kebutuhan dana tersebut untuk merevitalisasi beberapa mesin dan upgrading software system manufacturing perusahaan.
Per kuartal I-2019, FPNI belum mencatatkan pertumbuhan yang signifikan akibat tertekan harga minyak dunia yang melambung. Penjualan di kuartal I-2019 tercatat sebanyak US$ 92,69 juta atau turun 9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 101,89 juta. Beban pokok penjualan juga ikut turun 9% menjadi US$ 90,18 juta di triwulan pertama tahun ini.
Adapun laba kotor di tiga bulan pertama tahun ini menyusut 6,7%, dari US$ 2,68 juta di kuartal I-2018 menjadi US$ 2,5 juta di kuartal I-2019. Di sisi lain, beban penjualan bengkak hingga 41% yoy menjadi US$ 1,5 juta di kuartal I-2019. Dengan menyusutnya laba kotor dan laba usaha serta pengurangan beberapa pos lainnya mempengaruhi bottom line perusahaan.
Alhasil, laba bersih kuartal pertama tahun ini tergerus 74,5% menjadi US$ 65.000. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, pencapaiannya sebesar US$ 255.000.