Harga Obligasi Global Anjlok, Pasar Domestik Dibantu Lokal
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga obligasi dunia kompak melemah. Ini terlihat dari Bloomberg Global Aggregate Total Return Index yang berada di level terendah sejak kuartal II-2011.
Per Jumat (14/10), Bloomberg Global Aggregate Total Return Index berada di level 418. Sepanjang tahun ini, indeks tersebut menurun 21,43%. Meski begitu, harga obligasi dalam negeri yang tercermin dalam Indobex Composite Bond Index pada Senin (17/10) masih naik tipis 0,03% sepanjang 2022.
Jadi, meski stagnan, kinerja obligasi dalam negeri masih lebih baik. Presiden dan CEO Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan, pasr obligasi turun akibat tren kenaikan suku bunga acuan di dunia. "Penurunan kinerja harga obligasi karena tren dari kebijakan kenaikan tingkat suku bunga yang diterapkan bank sentral berbagai negara," jelas dia, Senin (17/10).
Baca Juga: Wall Street: Dow Naik 500 Poin, Musim Rilis Kinerja Perusahaan Dimulai
Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengatakan, koreksi pasar obligasi negara maju lebih besar karena jumlah aset floating juga besar. Pasar obligasi Indonesia memang sedikit terkoreksi, terutama pada obligasi pemerintah. Tapi nilainya minim dibanding banyak negara lain.
Ini karena kendati inflasi tinggi, SBN masih memiliki level real yield yang positif. Indonesia juga menikmati tingginya harga komoditas dengan trade balance yang lebih terjaga.
Kombinasi dua hal ini menghasilkan outlook SBN yang positif. Ini nampak dari data Indobex Goverment Total Return yang ada di level 325,39, hanya turun 0,24% sepanjang 2022.
Dimas menambahkan, peran investor asing di pasar obligasi Indonesia yang sangat minim membuat obligasi Indonesia bergerak relatif jauh lebih baik dari banyak negara lain. "Untuk long-term, investor asing sangat mungkin untuk terus menambahkan kepemilikannya pada SBN meskipun diharapkan secara persentase tidak mendominasi. Tawaran kupon masih sangat kompetitif dibandingkan market yield," tuturnya.
Tak hanya pasar obligasi negara, obligasi korporasi juga dianggap lebih menarik. Guntur menjelaskan, dampak terhadap obligasi korporasi tidak terlalu signifikan karena tingkat likuiditas dan volume transaksi di pasar sekunder obligasi korporasi tidak sebesar obligasi negara.
Namun di tengah tren suku bunga naik, maka cost of borrowing akan lebih tinggi. "Sebagai patokan obligasi korporasi rating AAA dengan tenor tiga tahun pada kondisi sekarang masih di kisaran 6,75-7%," jelas Guntur.
Baca Juga: Indeks Obligasi Global Merosot, Bagaimana Efeknya ke Pasar Obligasi Domestik?
Senior Vice President Head of Retail Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan berpendapat, perusahaan yang menerbitkan high-yield akan menunda penerbitan obligasi korporasi. Tapi dari faktor risiko, tingkat gagal bayar obligasi pun rendah.