Hujan Bulan November

Sabtu, 09 November 2024 | 05:00 WIB
Hujan Bulan November
[ILUSTRASI. TAJUK - Barli Halim Noe]
Barly Haliem Noe | Managing Editor

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hujan di pekan pertama bulan November ini membawa atmosfer kelabu di pasar finansial Indonesia. Terutama di bursa saham. Mirip lirik November Rain dari Guns and Roses nan muram, situasi perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) memantik kegalauan dan kegundahan di kalangan pelaku pasar.

Memang, pada perdagangan saham kemarin (8/11), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bangkit sebesar 43,3 poin atau 0,6% menjadi 7.287,19. Namun kenaikan tersebut belum mampu menghapus kerugian IHSG sepanjang pekan pertama bulan November ini. Dalam sepekan, IHSG tercatat minus 2,9%, turun 3,10% sebulan terakhir, dan hanya naik tipis 0,2% dari awal tahun. 

Derasnya tekanan dana asing yang keluar dari bursa saham kita menjadi salah satu beban penekan yang membuat harga saham berguguran. Pada perdagangan kemarin, dana asing keluar Rp 2,22 triliun, minus Rp 2,4 triliun dalam sepekan, dan -Rp 7,43 triliun jika ditarik dalam horizon sebulan terakhir. Alhasil, kinerja IHSG menjadi yang terburuk di kawasan Asia.

Situasi di pasar obligasi juga tidak lebih baik. Harga surat utang negara (SUN) seri acuan cenderung turun seiring dengan keluarnya dana asing dari pasar obligasi Indonesia. Per 6 November lalu, dana asing yang keluar dari pasar obligasi lokal sekitar  Rp 4,5 triliun, net sell pertama kali di pasar obligasi sejak April 2024.

Secara umum, pemburukan sejumlah indikator pasar keuangan dalam negeri terjadi setelah pergantian presiden dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024. Sepanjang 15 hari perdagangan saham sejak periode tersebut sampai kemarin, IHSG tercatat merah dalam 10 hari, dan lima hari mencatatkan kenaikan. Di periode ini, IHSG turun sebesar 6,24%, sementara rupiah turun sekitar 2% menjadi Rp 15.665 per dolar AS.

Melihat sejumlah sinyal ini, euforia pasar atas pergantian pemimpin baru agaknya sudah usai. Kini, pasar dihadapkan pada situasi sesungguhnya, dengan beragam sentimen yang ada. Mulai dari perubahan situasi baru geopolitik sirama terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, ekonomi China yang makin terpuruk, hingga maraknya PHK di dalam negeri.      

Di tengah situasi inilah, kini, pasar menanti arah kebijakan ekonomi yang lebih terang dari pemerintahan baru. Sayang, alih-alih mendapat pencerahan, pasar justru masih diliputi kebimbangan melihat besarnya tim Kabinet Merah Putih yang berpotensi memicu kesemrawutan koordinasi dan memperpanjang birokrasi, maupun relevansi rencana Indonesia masuk kelompok BRICS. 

Pasar juga masih belum mendapatkan gambaran jelas lagi tegas mengenai gagasan keberlanjutan pemerintahan. Entah itu keberlanjutan proyek infrastruktur, agenda hilirisasi komoditas unggulan, hingga kelanjutan proyek Ibukota Negara (IKN) Nusantara. Strategi pemulihan industri manufaktur serta cara meredam PHK juga jadi sorotan. 

Nah, situasi sekarang jelas krusial. Ibarat di persimpangan jalan, sekalinya salah mengambil langkah, kita bakal terjerembab ke dalam situasi yang lebih runyam. 

Pasar sudah memberikan sinyal bahwa kesabaran mereka mulai tipis dan kepercayaan mulai terkikis. Mereka membutuhkan upaya konkret untuk mengembalikan kepercayaan kepada negeri ini, terutama di bidang ekonomi, lebih dari sekadar retorika nasionalisme maupun kebesaran dan kekayaan yang dimiliki oleh negara ini. 

Bagikan

Berita Terbaru

Tak Cuma Gross Split, Aturan Lingkungan Juga Direvisi Demi Menarik Investasi Migas
| Jumat, 23 Mei 2025 | 11:02 WIB

Tak Cuma Gross Split, Aturan Lingkungan Juga Direvisi Demi Menarik Investasi Migas

Kementerian Lingkungan Hidup sedang dalam proses revisi beberapa aturan untuk bisa mempercepat perizinan.

Perkara Korupsi Digelar, Aset Sritex Bakal Jadi Rebutan
| Jumat, 23 Mei 2025 | 09:21 WIB

Perkara Korupsi Digelar, Aset Sritex Bakal Jadi Rebutan

Kapsupenkum Kejaksaan Agung menyatakan, negara harus mendapat prioritas atas pengembalian kerugian negara dari aset Sritex​.

Daya Beli Domestik Melemah, Pasar Ekspor bisa Jadi Kunci Kinerja MYOR di 2025
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:55 WIB

Daya Beli Domestik Melemah, Pasar Ekspor bisa Jadi Kunci Kinerja MYOR di 2025

PT Mayora Indah Tbk (MYOR) masih menduduki menjadi penguasa pasar produk biskuit dengan pangsa pasar 37% dan sereal dengan pangsa pasar 69%.​

Profit 30,41% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (23 Mei 2025)
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:43 WIB

Profit 30,41% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (23 Mei 2025)

Harga emas Antam hari ini (23 Mei 2025) 1 gram Rp 1.910.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 30,41% jika menjual hari ini.

Target Pendapatan Negara Lebih Moderat
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:37 WIB

Target Pendapatan Negara Lebih Moderat

Rasio pendapatan negara terhadap PDB diperkirakan ada di kisaran 11,71%–12,22%, lebih rendah dibanding target APBN 2025 sebesar 12,36%.

Menakar Risiko Pelebaran Defisit Transaksi Berjalan
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:31 WIB

Menakar Risiko Pelebaran Defisit Transaksi Berjalan

Bank Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan atau CAD untuk kuartal I-2025 sebesar US$ 177 juta

Profil Utang SRIL dari Bank Swasta Lokal Hingga Asing, Terbesar Bank BCA
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:27 WIB

Profil Utang SRIL dari Bank Swasta Lokal Hingga Asing, Terbesar Bank BCA

Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus kredit Sritex.

Sejumlah Saham Gocap Naik di Bulan Mei, Cermati Kinerja dan Volume Transaksinya
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:22 WIB

Sejumlah Saham Gocap Naik di Bulan Mei, Cermati Kinerja dan Volume Transaksinya

Investor perlu hati-hati lantaran lonjakan harga saham gocap tak selalu sejalan dengan perbaikan di sisi kinerja keuangan.

Membedah Profil Bisnis Chandra Daya Investasi (CDI), Anak Usaha TPIA yang Segera IPO
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:06 WIB

Membedah Profil Bisnis Chandra Daya Investasi (CDI), Anak Usaha TPIA yang Segera IPO

Laba tahun berjalan PT Chandra Daya Investasi (CDI) melambung 271,86% menjadi sebesar US$ 30,23 juta pada kuartal I-2025.

Bukan Rupiah yang Perkasa, Tapi Indeks Dolar AS yang Sedang Merana
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:05 WIB

Bukan Rupiah yang Perkasa, Tapi Indeks Dolar AS yang Sedang Merana

Penguatan rupiah ini masih didorong  pelemahan dolar AS.  “Pasar bersikap hati-hati. Jumat pagi (23/5), indeks dolar melemah 0,16% ke 99,69.

INDEKS BERITA

Terpopuler