IHSG Bergejolak, Ini Pilihan Saham Defensif Rekomendasi Analis
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar yuan berdampak ke pasar modal Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan melemah 2,92%.
Pada perdagangan kemarin, IHSG berhasil rebound dan mendarat di zona hijau.
Namun, pada perdagan empat hari sebelumnya, IHSG berturut-turut mendarat di zona merah.
Dalam kondisi seperti ini, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya merekomendasikan investor mengoleksi saham-saham defensif yang memiliki basis pasar domestik kuat dan pertumbuhan pendapatan baik.
Saham pilihan Hariyanto adalah sektor barang konsumsi, ritel dan perbankan.
Ada delapan saham defensif yang, menurut Hariyanto, akan menunjukkan performa bagus pada Agustus 2019.
Di antaranya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Kino Indonesia Tbk (KINO) dan PT Kalbe Farma Tbk (KBLF).
Selain itu ada PT Mitra Adiperkasa Tb,k (MAPI), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menyarankan investor untuk memilih saham yang memproduksi barang atau menawarkan jasa yang jadi kebutuhan publik.
Ia merekomendasikan investor buy saham ICBP dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).
Menurut Chris, kinerja ICBP dan TLKM masih cukup solid dengan pendapatan yang terus bertumbuh.
Per semester I 2019, TLKM juga mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 7,7% year on year (yoy) menjadi Rp 69,35 triliun.
Laba bersih TLKM sepanjang periode tersebut juga naik 27,4% yoy menjadi Rp 11,08 triliun.
Menurut Chris, proyek Palapa Ring yang rencananya selesai tahun ini juga meningkatkan kinerja TLKM. Pergerakan saham kedua emiten ini juga cukup atraktif.
"Pergerakan saham ICBP cenderung meningkat setiap tahunnya, sedangkan TLKM lebih stabil dan tidak terlalu volatildibanding pemain operator telekomunikasi lain," ucap Chris.
Sementara itu, untuk sektor perbankan, Hariyanto melihat sektor ini akan diuntungkan dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.
"Karena kami lihat sebagai beneficiary dari penurunan BI rate," ucap Hariyanto saat dihubungi KONTAN, kemarin.
Valuasi mahal
Salah satu emiten pilihan Hariyanto adalah BBCA. Emiten ini membukukan kenaikan pendapatan solid pada kuartal II 2019.
"BBCA juga mencatatkan pertumbuhan NIM dan fee based income, serta biaya kredit yang dapat dikelola, ucap dia.
Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat juga menyarankan saham perbankan.
Menurut dia, sektor ini diyakini memperoleh pelebaran margin keuntungan akibat penurunan bunga deposito, sementara bunga kredit relatif tetap.
Namun, dia mewanti-wanti ada saham bank yang valuasinya mahal.
Analis Teknikal Bahana Sekuritas Muhammad Wafi merekomendasikan beli saham BBRI dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Menurut dia, kedua saham perbankan tersebut memiliki non-performing loan (NPL) dan net interest margin (NIM) yang terjaga.
Semester I 2019, BBNI mencatat NPL di level 1,8% atau turun Rp 9,02 triliun dari periode yang sama tahun lalu di 2,1% sebesar Rp 9,08 triliun.
"Dua saham ini juga lebih tahan dengan dinamika faktor eksternal karena memiliki kualitas aset lebih bagus dibanding yang lain," kata dia.
Wafi menargetkan, harga akhir tahun BBNI sebesar Rp 9.750 per saham dan BBRI Rp 4.450 per saham.
Pada perdagangan Rabu (8/7), saham BBNI ditutup menguat 0,64% ke Rp 7.875 dan BBRI ditutup menguat 3,66% ke Rp 4.250.
Budi juga meminta investor berhati-hati melihat saham berbasis komoditas dan energi.
"Pemerintah China diprediksi memilih energi lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan booming shale-gas," kata dia.
Hal ini berisiko pada menurunnya permintaan impor batubara China dari Indonesia.