KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa minggu mendatang, sepertinya misteri ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo akan memasuki babak baru. Semoga saja semua duduk perkaranya akan segera menjadi lebih jelas, bukannya menjadi semakin abstrak dan kabur.
Banyak orang yang mengatakan penelusuran keaslian ijazah ini adalah urusan tidak bermutu. Apa sih perlunya menggugat ijazah Joko Widodo yang sudah tidak menjabat lagi menjadi presiden? Isu ini bahkan seperti lagu lama, yang diputar lagi setelah sekian tahun berlalu. Tapi setelah sekian lama saya mendengarkan argumen orang-orang, saya jadi berpikir, apa mungkin memang ijazahnya tidak asli.
Sebenarnya kalaupun bisa sampai terbukti ijazah mantan presiden kita tidak asli, sudah tidak ada lagi konsekuensinya secara hukum. Demikian juga kalau berikutnya, kelompok penggugat ijazah asli ini mulai mempermasalahkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Bahkan kalau pun misalnya terbukti ijazahnya abal-abal, rasanya jalanan masih akan sangat terjal untuk bisa memakzulkan sang wakil presiden.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, syarat menjadi calon presiden dan wakil presiden hanyalah tamat SMA dan sederajatnya. Jadi dari urusan pendidikan ini tak ada pasal hukum yang bisa melengserkannya dari posisi wakil presiden.
Ini semua kalau kita bicara hanya undang-undang atau pasal-pasal hukum yang berlaku. Tapi kalau kita berbicara etika, moralitas dan integritas tentu masalahnya jadi lain. Saya tidak mau masuk ke ranah ini lebih dalam, tapi dampaknya untuk masyarakat kita yang senang mengkultuskan pemimpin, akan melihat apa pun yang dilakukan pemimpinnya sebagai praktik terbaik.
Memang banyak perguruan tinggi yang bermasalah dengan keuangan tanpa subsidi pemerintah. Masalah ini bukan hanya di dalam negeri, tapi terjadi juga di luar negeri, termasuk Universitas Harvard yang belakangan ini ditekan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Tapi bisa dibayangkan kalau sampai penyelenggara pendidikan dengan akreditasi yang tinggi menawarkan ijazah dengan instan. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan generasi muda kita, kalau para penyelenggara pendidikan ini dipaksa tunduk pada kepentingan para penguasa.