Berita *Global

Industri Farmasi Berang, Biden Dukung Pengabaian Hak Intelektual atas Vaksin Covid-19

Kamis, 06 Mei 2021 | 17:38 WIB
Industri Farmasi Berang, Biden Dukung Pengabaian Hak Intelektual atas Vaksin Covid-19

ILUSTRASI. Wakil Presiden AS Kamala Harris dan Ketua DPR Nancy Pelosi mendengarkan pidato Presiden AS Joe Biden pada sesi gabungan Kongres di majelis DPR AS di Washington, AS, Rabu (28/4/2021). Jim Watson/Pool via REUTERS

Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Rabu (5/5), mendukung rencana pengabaian hak kekayaan intelektual atas vaksin Covid-19. Di satu sisi, sikap Biden memuaskan para anggota parlemen AS dari Partai Demokrat dan lebih dari 100 negara di dunia. Namun di lain sisi, pernyataan Biden itu menyulut kemarahan industri farmasi.

Sikap Biden juga berbanding terbalik dengan kebijakan yang diambil administrasi terdahulu yang dipimpin Presiden Donald Trump. Katherine Tai, negosiator pemerintah AS di bidang perdagangan, yang juga mewakili negeri itu di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menjelaskan sikap bossnya.

"Ini adalah krisis kesehatan global, dan kondisi luar biasa yang disebabkan pandemi Covid-19 membutuhkan tindakan luar biasa," kata Tai dalam sebuah pernyataan. Sikap terbaru AS muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa wabah besar di India dapat berujung ke munculnya strain virus corona yang kebal terhadap vaksin kini ada, hingga menghempaskan kembali ekonomi global.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut langkah Biden sebagai "momen monumental dalam perang melawan Covid-19" melalui platform Twitter. Ia memuji sikap pemerintahan Biden sebagai cermin dari "kebijaksanaan dan kepemimpinan moral AS."

Baca Juga: Realisasi program pemulihan kesehatan baru 12% dari pagu di 4 bulan pertama 2021

Perusahaan farmasi yang mengembangkan vaksin Covid-19 membukukan lonjakan pendapatan dan laba selama situasi darurat kesehatan. Namun, pelobi terbesar dari industri farmasi memperingatkan, kebijakan Pemerintah AS yang belum pernah terjadi sebelumnya, bisa mengubah sikap perusahaan farmasi terhadap pandemi, hingga berujung membahayakan dunia.

Satu sumber industri mengatakan perusahaan AS akan berjuang untuk memastikan pengabaian yang disepakati, akan bersifat sempit dan sangat terbatas

Analis Robert W. Baird, Brian Skorney, mengatakan pengabaian paten itu sebagai cara administrasi Biden menunjukkan sikap terhormatnya, dan tidak akan memicu perubahan besar dalam undang-undang paten. "Saya skeptis ini akan memiliki dampak jangka panjang yang lebih luas di seluruh industri," katanya.

Biden mendukung pengabaian hak intelektual atas vaksin selama kampanye presiden 2020. Di saat itu, dia juga berjanji untuk menjalin kembali hubungan AS dengan para sekutunya dan dunia, yang sempat renggang di masa pemerintahan Trump. Biden berada di bawah tekanan yang semakin intensif untuk membagikan timbunan stok vaksin Covid-19 di AS, berikut teknologi untuk memerangi virus di seluruh dunia.

Baca Juga: Rekor baru, India kembali laporkan lebih dari 400.000 kasus virus corona dalam sehari

Keputusan pengabaian diambil Biden di saat wabah dahsyat menyerang India. Negeri itu menyumbang 46% dari kasus baru Covid-19 di seluruh dunia sepanjang pekan lalu. Yang lebih mencemaskan, ada tanda-tanda bahwa wabah dari India kini menyebar ke negara-negara tetangganya, seperti Nepal dan Sri Lanka.

Kebijakan Pemerintah AS mengabaikan hak intelektual atas vaksin itu masih harus melalui proses negosiasi yang diperkirakan akan berlangsung selama berbulan-bulan. WTO membutuhkan suara dukungan dari 164 negara anggotanya, untuk mengabaikan hak intelektual atas vaksin.

Tai memperingatkan, proses itu akan memakan waktu. Selama proses itu bergulir, Tai menyatakan AS akan terus mendorong peningkatan produksi dan distribusi vaksin, berikut bahan mentah yang dibutuhkan untuk membuat vaksin, di seluruh dunia.

AS dan beberapa negara sempat memblokir proses negosiasi di WTO atas usulan mengesampingkan perlindungan atas beberapa paten dan teknologi dan meningkatkan produksi vaksin di negara berkembang. Adalah India dan Afrika Selatan yang mempelopori usulan tersebut.

Mereka yang kontra terhadap usulan itu, menyatakan, proses produksi vaksin Covid-19 rumit. Pembangunan fasilitas produksi di lokasi baru membutuhkan pengalihan sumber daya, yang imbasnya justru akan menghambat upaya peningkatan produksi di fasilitas yang sudah ada. 

Mereka mengatakan, perusahaan farmasi di negara kaya dan berkembang telah menyepakati lebih dari 200 perjanjian transfer teknologi untuk memperluas pengiriman vaksin Covid-19. Kenyataan itu disebut sebagai bukti bahwa sistem yang berlaku saat ini telah berfungsi.

WTO akan menggelar pertemuan berikut pada Kamis (6/5). Namun tidak belum diketahui tanggapan negara-negara yang berseberangan dengan sikap terbaru AS, seperti Uni Eropa dan Inggris.

Pemerintah AS, tahun lalu, menggelontorkan dana bernilai miliaran dolar untuk kegiatan penelitian berikut pembelian di muka untuk vaksin Covid-19. Di saat itu, seluruh vaksin Covid-19 masih berada di tahap awal pengembangan. Dan belum ketahuan vaksin hasil pengembangan siapa yang akan terbukti aman dan efektif untuk melindungi manusia dari serangan virus corona.

Baca Juga: Tempat wisata tak tutup selama libur lebaran, kecuali di zona merah dan oranye

Langkah yang diambil Biden memungkinkan Washington untuk mengakomodasi tuntutan dari kubu kiri serta negara berkembang, dan menggunakan WTO sebagai forum untuk mempersempit ruang lingkup pengabaian, ujar seorang sumber yang akrab dengan kebijakan terbaru AS. Sikap ini juga memberi waktu untuk meningkatkan pasokan vaksin melalui cara yang lebih konvensional.

Amesh Adalja, pakar senior di Johns Hopkins Center for Health Security, mengatakan pengabaian paten semacam itu sama dengan merampas properti perusahaan farmasi, yang melakukan inovasi dan investasi, demi pengembangan vaksin Covid-19. 

Namun mereka yang pro dengan pengabaian mengatakan bahwa perusahaan farmasi hanya akan mengalami kerugian kecil. Karena, pengabaian yang diambil akan bersifat sementara, hingga perusahaan farmasi mereka berpeluang menjual suntikan lanjutan yang mungkin diperlukan di tahun-tahun mendatang.

Pfizer, Selasa (4/5), menyatakan nilai penjualan vaksin Covid-19 di tahun ini diharapkan mencapai $ 26 miliar. Dan, permintaan suntikan dari pemerintah di seluruh dunia yang berjuang untuk menghentikan pandemi, dapat berkontribusi bagi pertumbuhannya selama bertahun-tahun yang akan datang.

Selanjutnya: Pencadangan Naik, Modal Perbankan Tetap Kuat

 

Terbaru