Ingin Amankan Data, China Bahas Aturan Baru untuk Perusahaan yang IPO di Luar Negeri

Sabtu, 21 Agustus 2021 | 15:13 WIB
Ingin Amankan Data, China Bahas Aturan Baru untuk Perusahaan yang IPO di Luar Negeri
[ILUSTRASI. Logo aplikasi ride-hailing asal China Didi dalam ilustrasi yang dibuat pada 7 Juli 2021. REUTERS/Florence Lo/Illustration]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Regulator China mempertimbangkan untuk menetapkan persyaratan bagi perusahaan yang kaya data. Jika ingin melakukan pencatatan saham di bursa Amerika Serikat (AS), perusahaan semacam itu harus menyerahkan pengelolaan dan pengawasan datanya ke perusahaan pihak ketiga. Persyaratan semacam ini merupakan upaya pengawasan atas perusahaan swasta yang belum pernah dilakukan Beijing.

Lembaga pengawas di China menilai pihak ketiga yang mendapat tugas pengelolaan itu idealnya adalah perusahaan yang terafiliasi dengan negara. Langkah semacam ini akan membatasi kemampuan perusahaan yang kaya data untuk mentransfer data yang mereka miliki ke luar China, demikian pernyataan seorang sumber.

Sumber itu menambahkan, langkah ini akan meredakan kekhawatiran Beijing bahwa perusahaan China akan dipaksa menyerahkan data yang mereka miliki ke entitas asing, saat melakukan pencatatan. Situasi semacam itu dirisaukan Beijing bisa menggerogoti keamanan nasionalnya.

Baca Juga: Harga minyak mentah catatkan penurunan mingguan terbesar dalam 9 bulan

Rencana ini adalah salah satu dari beberapa proposal yang sedang dipertimbangkan di masa Beijing memperketat cengkeramannya atas platform internet negara itu dalam beberapa bulan terakhir. Salah satunya adalah memperketat pengawasan terhadap perusahaan yang hendak melakukan pencatatan di luar China.

Tindakan keras itu sangat merusak sentimen investor, dan akhirnya menghancurkan harga saham, secara khusus menargetkan persaingan tidak sehat dan penanganan perusahaan internet terhadap cache data konsumen yang sangat besar. Sebelum ini, selama bertahun-tahun, China melakukan pendekatan yang lebih laissez-faire.

Keputusan akhir tentang rencana serah terima data perusahaan yang hendak melakukan penawaran saham perdana (IPO) belum dibuat, kata sumber tersebut. Ia menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah tersebut.

Baca Juga: Wall Street: Dow rebound lebih dari 200 poin tetapi berakhir turun untuk sepekan ini

Pejabat pengatur telah membahas rencana tersebut dengan pelaku pasar modal, kata salah satu sumber. Ini termasuk langkah China untuk memperkuat pengawasannya atas semua perusahaan domestik yang terdaftar di luar negeri.

Penasihat IPO berharap kerangka formal tentang masalah serah terima data dapat disampaikan pada September, kata sumber itu.

Dua lembaga pengawas terkait di China, yaitu China Securities Regulatory Commission (CSRC) dan Cyberspace Administration of China (CAC), tidak menanggapi permintaan komentar melalui faks.

Regulator China baru-baru ini menunda rencana listing perusahaan di luar negeri, terutama di AS, sambil menunggu aturan baru tentang keamanan data.

Bulan lalu, CAC mengusulkan rancangan aturan yang meminta perusahaan dengan lebih dari 1 juta pengguna untuk menjalani tinjauan keamanan sebelum melakukan pencatatan di bursa luar negeri.

Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC), yang mengawasi pencatatan efek di AS, tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Pembuat kebijakan di AS sudah khawatir bahwa perusahaan asal China akan melanggar aturan pasar modal di negerinya, yang mewajibkan perusahaan publik untuk mengungkapkan berbagai potensi risiko terhadap kinerja keuangan mereka. Rencana serah terima data yang tengah dibahas Beijing memperbesar seruan agar investor berhati-hati.

“Ini adalah satu lagi bukti bahwa perusahaan swasta sebenarnya tidak ada di Republik Rakyat China (RRC). Mereka semua berada di bawah kendali Partai Komunis China (PKC),” ujar Michael McCaul, anggota DPR dari Partai Republik di komisi urusan luar negeri.

“Setiap perusahaan yang melakukan bisnis di RRC harus bertanggung jawab kepada PKC, mengancam transparansi investor, privasi konsumen, dan keamanan nasional,” tambahnya.

Senator Bill Hagerty, yang duduk di Komite Perbankan Senat, mengatakan, administrasi Joe Biden dan SEC harus terus mengambil tindakan untuk memastikan bahwa orang Amerika sadar akan semua risiko berinvestasi di perusahaan, yang bagaimanapun juga berada di bawah aturan PKC, termasuk dalam pengelolaan data penting.

Baca Juga: Ketua The Fed Powell akan berbicara tentang prospek ekonomi pekan depan

Sebanyak 37 perusahaan China telah mengumpulkan dana hingga US$ 12,6 miliar melalui IPO di AS sepanjang tahun ini, menurut Dealogic. Nilai itu hampir dua kali lipat daripada perolehan di periode yang sama tahun lalu, yaitu US$ 6,6 miliar.

Rencana untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan China yang terdaftar di luar negeri datang beberapa hari setelah Beijing meluncurkan penyelidikan keamanan siber ke raksasa ride-hailing Didi Global Inc. Aksi itu dilakukan hanya beberapa hari setelah Didi melakukan IPO senilai US$ 4,4 miliar di bursa saham AS.

Didi sedang dalam pembicaraan dengan Westone Information Industry Inc, yang dimiliki Beijing, untuk menangani pengelolaan data dan kegiatan pemantauannya, Reuters melaporkan awal bulan ini.

Pembatasan yang diusulkan pada Didi dapat menjadi template yang mungkin berlaku untuk perusahaan China kaya data lain, yang ingin go public di AS, kata seorang sumber.

Baca Juga: Amazon berencana membuka department store di Amerika Serikat

Kepedulian Beijing yang meningkat atas pengumpulan dan penggunaan data di dalam negerinya tampak dengan pengesahan undang-undang baru yang dirancang untuk melindungi privasi data pengguna online. Kebijakan yang termuat dalam UU itu akan berlaku mulai 1 November.

Pada bulan September, China juga akan menerapkan Undang-Undang Keamanan Data, yang mengharuskan perusahaan yang memproses “data penting” untuk melakukan penilaian risiko dan menyerahkan laporan kepada pihak berwenang.

Pemerintah China dalam beberapa tahun terakhir semakin melihat data pengguna sebagai kunci stabilitas keuangan dan sosial negara. Beijing mendorong raksasa teknologi termasuk Ant Group, Tencent dan JD.com untuk berbagi data pinjaman konsumen untuk mencegah kelebihan pinjaman dan penipuan, Reuters melaporkan pada Januari.

Ant juga sedang dalam proses menghentikan operasi data kredit konsumennya, sebagai bagian dari perombakan bisnis untuk menghidupkan kembali penjualan saham publiknya.

Selanjutnya: Kepercayaan Investor Rontok, Market Cap Setara Rp 8.066 T Lebih Menguap

 

Bagikan

Berita Terbaru

TBS Energi Utama (TOBA) Terbitkan Sukuk Wakalah Rp 448,50 Miliar
| Senin, 24 November 2025 | 06:37 WIB

TBS Energi Utama (TOBA) Terbitkan Sukuk Wakalah Rp 448,50 Miliar

PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mengumumkan penerbitan Sukuk Wakalah Jangka Panjang dengan dana modal investasi sebesar Rp 448,50 miliar. ​

Prospek IPO Seksi di Tahun Kuda Api
| Senin, 24 November 2025 | 06:32 WIB

Prospek IPO Seksi di Tahun Kuda Api

Tahun 2026 akan jadi momentum yang relatif kondusif bagi perusahaan yang membutuhkan pendanaan dari pasar modal lewat skema IPO.

Lelang DNDF Sepi, Fundamental Rupiah Masih Rapuh
| Senin, 24 November 2025 | 06:15 WIB

Lelang DNDF Sepi, Fundamental Rupiah Masih Rapuh

Investor kurang melirik lelang Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang digelar Bank Indonesia (BI).

Peluru Kosong Si Koboi
| Senin, 24 November 2025 | 06:10 WIB

Peluru Kosong Si Koboi

Tak cuma soal bunga dan kredit, likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pun melambat.

Emiten Konsumer Berharap Ada Perbaikan Konsumsi
| Senin, 24 November 2025 | 06:00 WIB

Emiten Konsumer Berharap Ada Perbaikan Konsumsi

Emiten konsumer berharap peningkatan penjualan dari momen musiman akhir tahun dan optimisme keyakinan konsumen yang naik

Pakai KHL, Penetapan UMP 2026 Bisa Melonjak
| Senin, 24 November 2025 | 05:25 WIB

Pakai KHL, Penetapan UMP 2026 Bisa Melonjak

Serikat Pekerja berharap penentuan UMP untuk tahun 2026 yang berdasarkan KHL harus mencerminkan kondisi daerah.

Pemerintah Bersiap Bangun Pabrik Pakan Ayam
| Senin, 24 November 2025 | 05:20 WIB

Pemerintah Bersiap Bangun Pabrik Pakan Ayam

Selain tengah menggarap di segmen peternakan ayam, pemerintah juga bersiap garap peternakan sapi yang sudah terintegrasi..

Blue Bird (BIRD) Bersiap Menyambut Lonjakan Permintaan Rental Mobil Saat Nataru
| Senin, 24 November 2025 | 05:20 WIB

Blue Bird (BIRD) Bersiap Menyambut Lonjakan Permintaan Rental Mobil Saat Nataru

BIRD melihat indikasi bahwa tren musim liburan tahun ini akan bergerak positif dan berpotensi lebih tinggi dibanding tahun lalu

Gonjang-ganjing di Tubuh Kepengurusan PBNU
| Senin, 24 November 2025 | 05:10 WIB

Gonjang-ganjing di Tubuh Kepengurusan PBNU

Kisruh kepengurusan di tubuh Pengurus Besar NU (PBNU)  kabarnya terkait pengelolaan tambang lembaga ini.

Masih Ada Peluang Penguatan IHSG, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Senin, 24 November 2025 | 05:05 WIB

Masih Ada Peluang Penguatan IHSG, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Di tengah peluang rebound IHSG hari ini, beberapa saham berikut ini menarik dicermati untuk trading dan investasi. 

INDEKS BERITA

Terpopuler