Berita

Investor Cemas Melihat Ekonomi AS dan China

Sabtu, 28 Agustus 2021 | 09:51 WIB
Investor Cemas Melihat Ekonomi AS dan China

Reporter: Ferrika Sari | Editor: Lamgiat Siringoringo

KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Investor global terlihat cemas melihat ketidakpastian perekonomian dunia. Salah satu yang menjadi sorotan mereka adalah ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan China.  

Salah satu yang dinantikan adalah kebijakan bank sentral AS  adalah  ada pertemuan di Jackson Hole AS Jumat (27/8) waktu setempat. Pertemuan kali ini digelar secara virtual ini dihadiri juga oleh pejabat bank sentral hingga menteri keuangan berbagai negara, dengan tuan rumah The Fed negara bagian Kansas. Simposium ini  membahas isu ekonomi terkini.
 
Dalam pertemuan itu pejabat The Fed akan mengevaluasi kondisi penyebaran kasus Covid-19 di AS hingga pidato dari. Gubernur The Federal Reserve, Jerome Powell yang menyampaikan perihal pengurangan pembelian obligasi atau pengetatan likuiditas pasar (tapering) AS.
 
Banyak ketidakpastian
 
Hingga kini Amerika memang masih berupaya bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi tahun ini. Pada Juni dan Juli 2021, terjadi penambahan 1,9 juta penambahan pekerjaan baru bagi warga Amerika. 
Sejumlah analis masih mempertanyakan, apakah momentum itu masih bisa berlanjut. Analis memperkirakan, ada tambahan 763.000 lapangan kerja baru pada Agustus ini.
 
Namun proyeksi itu berpotensi diubah setelah data perubahan tenaga kerja AS versi swasta atau ADP non farm employment change, dirilis Rabu depan. 
Guna menambah lapangan pekerjaan baru dan stabilitas harga, The Fed diharapkan bisa membuat kebijakan lanjut yang lebih substansial. Diharapkan, bank sentral AS segera memutuskan pembelian obligasi senilai US$ 120 miliar pada pertemuan September 2021, atau setidaknya ini menjadi perdebatan panas nanti.
Begitu juga dengan ekonomi China yang masih terus menunjukkan penurunan. Berdasarkan Biro Statistik Nasional, pertumbuhan laba di perusahaan industri China tumbuh paling lambat pada Juli 2021. Mengingat harga bahan baku naik dan penyebaran korona membatasi produksi dan harga bahan mentah juga ikut naik. 
 
Laba perusahaan naik 16,4% yoy menjadi CNY 703,67 miliar atau setara US$ 108,51 miliar pada Juli 2021. Pertumbuhan itu menurun dibanding realisasi bulan sebelumnya bisa mencapai 20% yoy.  
Data tersebut juga menyoroti hilangnya momentum bagi Pemerintah China memperbaiki pertumbuhan ekonomi. "Kita harus mengakui, ketidaksetaraan dan ketidakpastian pemulihan pendapatan perusahaan masih ada," kata Zhu Hong, Ahli Statistik Senior NBS, dikutip dari Bloomberg, kemarin.           

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Sudah berlangganan? Masuk

Berlangganan

Berlangganan Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi, bisnis, dan investasi pilihan

Rp 20.000

Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000

Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Terbaru
IHSG
7.087,32
1.11%
-79,50
LQ45
920,31
1.62%
-15,20
USD/IDR
16.177
-0,39
EMAS
1.345.000
0,75%