KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Raya, balita berusia empat tahun asal Sukabumi, harus meregang nyawa karena derita penyakit langka. Tubuhnya dipenuhi dengan cacing gelang, sementara penyakit tuberkolosis (TBC) ikut menggerogoti raganya yang rapuh. Kisah tragis yang mestinya bukan sekadar kabar duka, namun tamparan keras bagi nurani bangsa ini.
Bagaimana tidak, di negeri yang bangga menyebut diri sebagai negara berpendapatan menengah, masih ada anak kecil yang kehilangan hidup karena persoalan dasar: kemiskinan, sanitasi buruk, serta layanan kesehatan yang tak terjangkau.
Tragedi Raya membuka mata kita pada kenyataan pahit: masih banyak keluarga miskin ekstrem yang tidak terdata, luput dari jangkauan perlindungan sosial pemerintah. Padahal, konstitusi jelas menjamin hak setiap warga negara atas kesehatan dan kehidupan layak. Jika ada satu saja anak yang gagal diselamatkan karena kelalaian negara, harusnya ini cukup menjadi alarm keras betapa sistem perlindungan sosial kita belum berjalan seperti seharusnya.
Ironisnya, saat rakyat kecil berjuang melawan penyakit dan kemiskinan, kita disuguhi berita pejabat negara yang ditangkap tangan karena korupsi, rencana kenaikan tunjangan anggota parlemen.
Kontras sekali! Di satu sisi rakyat miskin terlupakan, sisi lain elite politik hidup dalam kenyamanan yang penuh fasilitas. Jarak empati yang menganga antara penguasa dan rakyat menunjukkan semakin lunturnya kepekaan sosial bangsa ini.
Negara seharusnya hadir lebih konkret, bukan sekadar lewat retorika. Perlindungan sosial mesti diperkuat dengan pendataan akurat, distribusi bantuan yang tepat sasaran, serta layanan kesehatan yang benar-benar menjangkau pelosok. Saat yang sama, pejabat publik harus menahan diri dari gaya hidup mewah, menyakiti rasa keadilan.
Dengan anggaran perlindungan sosial yang terus naik menjadi Rp 508,2 triliun dari proyeksi 2025 sebesar Rp 468,1 triliun mestinya tidak ada satupun warga rentan yang tertinggal. Belum lagi anggaran kesehatan Rp 128 triliun, program makan bergizi gratis Rp 335 triliun, tragedi Raya mestinya tidak terulang.
Apa artinya angka pertumbuhan ekonomi tinggi, gedung megah menjulang, deretan jalan tol, jika masih ada anak kecil meninggal karena cacingan dan TBC. Negara dan masyarakat sama-sama dituntut untuk kembali membangun kepedulian terutama pada mereka yang paling rentan. Raya memang telah tiada, tapi kisahnya adalah cermin buram yang tak boleh terulang.