KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati hari pendidikan nasional atau hardiknas. Tanggal ini merupakan tanggal kelahiran Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional yang menghajarkan filosofi pendidikan yang holistik.
Tahun ini, KONTAN bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merayakan hardiknas dengan cara yang spesial. Sebuah acara literasi keuangan bagi siswa sekolah menengah atas (SMA) dan guru digelar esok hari (Selasa, 29 April), di sebuah sekolah di bilangan Jakarta Barat. Tak kurang dari 400 siswa dan guru berkumpul untuk menggali pemahaman tentang pengembangan diri dan pengelolaan keuangan.
Mudah kita sepakati bahwa pendidikan finansial adalah bagian tak terpisahkan dari model pendidikan holistik. Pendidikan finansial yang mencakup aspek kognitif, emosional, maupun sosial melengkapi bekal para kawula muda Indonesia agar sejahtera, bahagia, dan ujungnya bermanfaat bagi masyarakat.
Survei Nasioal Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 OJK menunjukkan, tingkat literasi finansial anak usia 15-17 tahun (usia SMA) baru 51,70%. Sementara, kelompok usia di atasnya, 18-25 tahun (SMA hingga kuliah), memiliki literasi 70,19%. Tentu, menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan: pemerintah, institusi pendidikan, keluarga, hingga media, untuk terus berikhtiar meningkatkan angka ini.
Secara definisi, literasi memiliki arti pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku dalam pengambilan keputusan finansial. Paham tentang keajaiban teori bunga berbunga atau perbedaan antara keinginan dan kebutuhan adalah satu hal.
Tapi, pemahaman saja tidak cukup. Anak muda harus mengasah emosi dan sikap mereka terhadap uang serta godaan-godaan pengeluaran yang mereka hadapi setiap hari. Di sinilah kesadaran dan kebiasaan-kebiasaan (habit) finansial yang baik menjadi penting dilatih. Misalnya penerapan prinsip sisih (bukan sisa), berjaga-jaga, atau orientasi pada kebutuhan masa depan. Sementara, prinsip sosial mengajarkan generasi muda untuk berbagi kepada masyarakat sekitar.
Tujuan akhirnya adalah generasi muda yang memiliki kapasitas finansial kokoh. Ini artinya generasi produktif yang memiliki literasi finansial mumpuni dan kepemilikan sumber daya finansial (tabungan, investasi, dan aset) mencukupi. Hanya dengan kondisi ini, bonus demografi akan benar-benar menghasilkan dividen dan bukan beban orang tua atau negara.