Kapasitas Pembangkit PLN Bertambah 2.500 Megawatt

Selasa, 02 Juli 2019 | 02:14 WIB
Kapasitas Pembangkit PLN Bertambah 2.500 Megawatt
[]
Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yuwono Triatmodjo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga Mei tahun ini, kapasitas terpasang pembangkit dalam megaproyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) memang masih mini atau masih 10% dari total proyek. Namun PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memastikan pada semester kedua tahun ini akan ada sejumlah pembangkit jumbo yang mulai beroperasi.

Pembangkit berkapasitas besar itu adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cilacap Extention kedua berkapasitas 1.000 MW, kemudian PLTU Jawa 7 dengan kapasitas 1.000 MW serta PLTU Lontar Extention 300 MW dan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) yang berkapasitas sekitar 300 MW. "Seperti PLTU Cilacap Extention kedua, yang akan beroperasi pada September tahun ini," ungkap Djoko Rahardjo Abumanan, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PT PLN, kepada KONTAN, kemarin.

Dia memerinci, untuk pembangkit yang beroperasi pada tahun ini, sekitar 2.300 MW akan berasal dari pembangkit berbahan bakar batubara dan sisanya adalah energi terbarukan. "Ada penambahan sekitar 2.500-an MW," ujar Djoko.

Berdasarkan data yang diperoleh KONTAN, sepanjang kuartal pertama tahun ini, ada tambahan kapasitas pembangkit listrik yang sudah beroperasi secara komersial atau commercial operation date (COD) dan telah mengantongi Sertifikat Laik Operasi (SLO), mencapai 141,53 MW. Alhasil, kapasitas pembangkit listrik yang hingga kini sudah menyandang COD/SLO mencapai 3.617,1 MW.

Namun demikian, jumlah tersebut baru setara 10% terhadap total proyek 35.000 MW. Djoko menyatakan, proyek-proyek pembangkit berkapasitas besar membutuhkan waktu lama untuk kegiatan operasional, yakni tiga hingga empat tahun.

Oleh karena itu, sejauh ini realisasi proyek yang dicanangkan sejak tahun 2016 itu masih mini. "Tahun 2016, proyek 35.000 MW mulai gong, baru mulai konstruksi. Masuknya mulai 2019," kata dia.

Sebagai strategi untuk menutupi defisit listrik pada sistem PLN, maka perlu tambahan pembangkit yang bisa beroperasi dengan segera. "Jadi (yang sekarang sudah beroperasi lebih dulu) itu didahulukan untuk mengevakuasi sistem yang defisit," terang Djoko.

Sesuai permintaan

Hal yang terpenting bagi PLN adalah penyelesaian megaproyek kelistrikan tidak kaku dan dibatasi oleh waktu. Hal tersebut lantaran pengoperasian pembangkit listrik sejatinya sesuai dengan penyerapan atau pertumbuhan permintaan listrik.

Jadi, menurut Djoko, kapasitas pembangkit disesuaikan dengan beban. Misalnya di wilayah Kalimantan dan Sumatra. "Proyeknya sudah mau selesai, namun beban tidak tumbuh, kawasan Industri belum masuk. Yang penting adalah, kita menyesuaikan dengan penyerapan dan kecukupan energi," ungkap dia.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meminta pemerintah bisa menghitung ulang kebutuhan listrik. Hal tersebut lantaran megaproyek kelistrikan 35.000 MW ditentukan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi hingga 7% pada 2019.

"Tapi sekarang kenyataannya dalam dua tahun pun pertumbuhan ekonomi hanya 5%. Hingga 2020 mungkin tidak akan melonjak 7%. Itu artinya harus dilihat kebutuhan listriknya, tidak akan sampai 35.000 MW," ucap dia. Dengan begitu, target pemerintah mencapai 35.000 MW di tahun 2019 tidak tercapai.

Bagikan

Berita Terbaru

Tantangan Penerapan Biodiesel B50 di 2026
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:54 WIB

Tantangan Penerapan Biodiesel B50 di 2026

SPKS juga menyoroti munculnya perusahaan seperti Agrinas Palma yang mengelola1,5 juta ha lahan sawit dan berpotensi menguasai pasokan biodiesel

Rupiah Loyo Mendekati Rp 16.700 per Dolar AS, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:51 WIB

Rupiah Loyo Mendekati Rp 16.700 per Dolar AS, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Pasar juga mewaspadai kurs rupiah yang terus melemah mendekati Rp 16.700 per dolar AS. Kemarin rupiah tutup di Rp 16.688 per dolar AS.

Target Penjualan Mobil Tahun Ini Dipangkas
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:51 WIB

Target Penjualan Mobil Tahun Ini Dipangkas

Gaikindo revisi penjualan mobil 2025 menjadi 780.000 unit akibat pemintaan mobil dari keleas menengah menurun

Pengawasan Bea Keluar Kerek Penerimaan Cukai
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:50 WIB

Pengawasan Bea Keluar Kerek Penerimaan Cukai

Laporan terbaru menunjukkan penerimaan bea keluar mencapai Rp 496,77 miliar hingga Nov 2025, didorong nota pembetulan tembus.

Suntikan PMN Tembus Rp 14,41 Triliun
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:48 WIB

Suntikan PMN Tembus Rp 14,41 Triliun

Pemerintah dan DPR XI setujui alokasi PMN 2025 senilai Rp 14,41 triliun, dengan fokus pada KAI, INKA, perumahan, dan BUMN terkait.

IWIP Bantah Dugaan Pengiriman Nikel Ilegal
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:47 WIB

IWIP Bantah Dugaan Pengiriman Nikel Ilegal

Material tersebut telah mengantongi izin administratif. Rencananya, sampel itu akan dikirim ke Jakarta untuk uji laboratorium.

XLSmart Antisipasi Lonjakan Trafik Saat Nataru
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:44 WIB

XLSmart Antisipasi Lonjakan Trafik Saat Nataru

Kesiapan ini mencakup peningkatan kapasitas, optimasi, dan penempatan tim siaga di lokasi-lokasi strategis yang jadi pusat pergerakan masyarakat.

Harga Bensin RI Lebih Mahal dari Malaysia
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:42 WIB

Harga Bensin RI Lebih Mahal dari Malaysia

Per Desember 2025, untuk harga RON 92 (Pertamax), dipatok  Rp 12.750 per liter. Untuk RON 95 (Pertamax Green), harga terbaru  Rp 13.500 per liter.

Ekspor Suram, Pamor Si Hitam Terancam
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:41 WIB

Ekspor Suram, Pamor Si Hitam Terancam

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor batubara mencapai US$ 20,09 miliar pada Januari-Oktober 2025 atau turun 20,25% yoy

Nataru Ungkit Permintaan Makanan dan Minuman
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:39 WIB

Nataru Ungkit Permintaan Makanan dan Minuman

Pelaku usaha di industri makanan dan minuman mulai mengerek kapasitas produksi untuk menyambut momentum Nataru

INDEKS BERITA

Terpopuler