KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Legit harga kakao dunia, akhirnya mendorong Pemerintah untuk memperhatikan komoditas yang sudah lama seperti ditinggalkan ini.
Rabu (10/7) lalu, Pemerintah memutuskan kakao dan kelapa yang banyak mengandalkan pasokan dari perkebunan rakyat, akan menjadi urusan Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDKS).
Dengan maksud subsidi silang, BPDPKS yang mengelola dana sekitar Rp 50 triliun diberi tugas tambahan untuk menggarap kakao dan kelapa, mengembalikan kejayaan dua komoditas tersebut.
Pamor kakao kembali kinclong beberapa bulan belakangan, puncaknya pada April 2024 lalu. Harga jual biji kakao di tingkat petani sungguh legit.
Syamsir Liwang, misalnya, petani kakao di Sulawesi Selatan, menjual panenannya dengan harga Rp 155 ribu per kilogram. Kata dia, itu harga tertinggi selama puluhan tahun keluarganya menjadi petani kakao.
Sebelumnya, selama tahunan, harga jual biji kakao kering berkisar Rp 28 ribu per kg. Karena harganya segitu-segitu saja, tak sedikit petani meninggalkan lahan mereka, atau beralih ke komoditas yang lebih menjanjikan. Sebagian besar beralih menanam kelapa sawit.
Kakao bukan tanaman asing di Indonesia. Negara kita pernah menjadi satu dari tiga pemasok besar kakao dunia. Hanya saja, sejak tahun 2016, panenan kakao Indonesia turun, jadi peringkat ke 7 di dunia.
Dalam catatan Kementerian Perindustrian, dari tahun 2015 sampai tahun lalu, produksi kakao Indonesia mengalami penurunan 8,3% per tahun. Di sisi lain, impor kakao mengalami kenaikan yang signifikan. Sekitar 62% bahan baku industri pengolahan kakao dalam negeri harus diimpor.
Sekarang, luas lahan kebun kakao yang ada di Indonesia sekitar 1,3 juta hektare dengan produksi biji kakao tahun 2023 lalu, tercatat 641 ribu ton, turun dari 650 ribu ton di tahun sebelumnya.
Kini jadi pekerjaan rumah BPDPKS untuk merevitalisasi tanaman kakao agar kembali berjaya. Unik memang, di masa lalu banyak petani beralih dari kakao menanam kelapa sawit, sekarang dana perkebunan kepala sawitlah yang jadi harapan untuk kakao.
Nah, setengah tahun belakangan, bisnis bibit pohon kakao ramai. Pohon kakao bisa dipanen dua tahun setelah ditanam, dan kelangkaan pasokan kakao jadi peluang yang menarik. Kalau pun tidak diekspor, pasokan biji kakao bisa diserap pasar domestik. Alhasil, industri pengolahan kakao tak perlu impor bahan baku lagi.