Kelola Dana Investor, Yayasan Kehati dan INA Mencari Perusahaan Berdampak

Sabtu, 20 Juli 2024 | 06:00 WIB
Kelola Dana Investor, Yayasan Kehati dan INA Mencari Perusahaan Berdampak
[Bincang Yayasan Kehati. Ki-ka: Direktur Eksekutif Yayasan Kehati Riki Frindos, Komisaris Trimegah Asset Management Ariani Vidya Sofjan, Direktur Risiko INA Thomas Oentoro. ]
Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Semakin banyak investor yang menjadikan dampak bisnis perusahaan terhadap lingkungan dan ekonomi sosial sebagai salah satu syarat menerima dananya.  

Ini yang membuat lembaga pengelola dana investor mendorong perusahaan dalam negeri berbenah agar mulai fokus pada aspek lingkungan (environment), sosial (social), dan tata kelola yang baik (governance) atau ESG, sehingga bisa mendapat aliran dana investasi keberlanjutan atau sustainable investment.  

Mulai dari Yayasan Kehati, yang fokus pada konservasi keanekaragaman hayati hingga lembaga pengelola investasi raksasa seperti Indonesia Investment Authority (INA) menjelaskan, preferensi investor saat ini terhadap perusahaan yang pro ESG. 

Direktur Eksekutif Yayasan Kehati Riki Frindos menjelaskan, Kamis (18/7), untuk mendorong kesadaran akan ESG, pihaknya melakukan pendekatan ke pasar keuangan. Lewat pembentukan indeks SRI-Kehati bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 2009 lalu, Yayasan Kehati berharap banyak emiten terdorong menerapkan ESG pada bisnis dan operasionalnya. 

Ssaat ini, sekitar 80-100 dari hampir 800 emiten di Bursa Efek yang bisa dibilang ESG friendly. Tapi, dia yakin, emiten lainnya juga sudah menerapkan ESG hanya saja dengan skala lebih kecil.

Tak hanya mendekati mendekati emiten, Yayasan Kehati juga mendekati pihak pemegang dana seperti manajer investasi untuk menjadikan saham-saham pro ESG sebagai portofolionya. Dia yakin, ketika pemilik dana mencari perusahaan perduli ESG, hal ini mendorong perusahaan untuk mulai berbenah menerapkan aspek ESG dalam operasionalnya.

Salah satunya pada Kamis (18/7), Yayasan Kehati bekerja sama dengan Mandiri Investasi meluncurkan produk Reksadana Mandiri ETF SRI-Kehati. Portofolio reksadana ini 80%-100% berada di saham yang masuk dalam Indeks SRI-Kehati di Bursa Efek. Sebagai gambaran, Mandiri Investasi adalah salah satu MI terbesar di Indonesia dengan dana kelolaan Rp 43,69 triliun per 30 Juni 2024 lalu.

Saat ini, ada 14 produk reksadana di Indonesia yang menggandeng Yayasan Kehati dalam pemilihan portofolionya. Nilai asset under management (AUM) atau dana kelolaannya masih sekitar Rp 6,5 triliun. Tapi, Riki bilang, animo terhadap reksadana bertema ESG semakin tinggi setiap tahunnya. 

Dalam jangka panjang, Riki mengatakan, minat pada sustainable investment akan semakin besar. Secara studi empirik, perusahaan yang menjalankan praktik ESG rata-rata memiliki performa yang lebih baik dibanding yang tidak, sehingga menarik bagi investor untuk jangka panjang.

Investasi Raksasa

Pengelola investasi raksasa seperti INA juga mengakui bahwa mitra investor mengincar perusahaan yang menerapkan ESG, terutama tata kelola yang baik. Misalnya, bagaimana aspek keselamatan tenaga kerja di perusahaan atau tata kelolanya.

"Jadi yang kita lihat, bukan hanya sektor atau size, tetapi juga impact," kata Thomas Oentoro, Chief Risk Officer INA. 

Sebagai sovereign wealth fund, INA menggandeng mitra investor dengan dana raksasa untuk berinvestasi di Indonesia. Sektor yang menjadi fokus INA antara lain energi hijau & transformasi, infrastruktur seperti jalan tol dan pelabuhan, infrastruktur digital, serta kesehatan. 

Pada tahun 2023, bersama dengan mitra investor, INA menyalurkan dana investasi US$ 1,9 miliar atau setara Rp 29,6 triliun. Komitmen investasi yang sudah dikantongi INA sendiri secara kumulatif lebih dari US$ 25 miliar atau Rp 400 triliun. 

Saat ini, INA tengah mengkaji investasi pada proyek panel surya, pengelolaan limbah atau sampah, dan proyek geotermal. INA juga tengah melirik proyek nature based solution sebagai tujuan investasi di Tanah Air.

Thomas mengatakan, awalnya memang ada ketidaknyamanan dari perusahaan yang belum menerapkan ESG dalam mencari sustainable investment. Namun, dia berharap, transformasi agar menjalankan ESG ini tidak dianggap sebagai hambatan. 

"Selama struktur modal benar, eksekusi benar, proyek atau perusahaan bisa jadi sustainable," kata Thomas. 

Investasi Berdampak

Sebagai bagian dari investasi berkelanjutan, kini para investor juga mencari perusahaan yang lebih jauh bukan sekadar tidak merusak lingkungan tetapi juga memberi dampak positif pada lingkungan dan sosial. Investasi ini dikenal dengan investasi berdampak atau impact investment.

Secara alaminya, perusahaan yang dituju adalah perusahaan rintisan atau startup.

Namun, rupanya, Yayasan Kehati yang sudah dua dekade mengelola dana hibah lebih dari US$ 200 juta ini pun tidak mudah mencari perusahaan semacam ini di Indonesia.

Ariani Vidya Sofjan, salah satu juri dalam ESG Awards Yayasan Kehati 2024 menjelaskan, ada dua syarat menerima impact investment

Pertama, ada dampak yang terukur. "Misalnya, startup fokus pada perubahan iklim, berapa emisi yang berhasil dikurangi? Atau pemberdayaan wanita, berapa wanita yang terdampak mengalami peningkatan ekonomi," kata dia, yang kini menjadi Komisaris di PT Danareksa dan PT Trimegah Asset Management.  

Kedua, sebagaimana investasi, perlu ada return untuk pengembalian dana.

Memang, di impact investment ini, investor tidak ngotot mencari imbal hasil atau capital gain dari investasi tersebut. Hanya saja, tetap perlu ada perhitungan return agar modal bisa kembali dan digulirkan kepada perusahaan berdampak lainnya. 

Perempuan eksekutif di Northstar ini juga membocorkan, banyak investor dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Asia tertarik menjadi impact investor. Hanya saja, belum banyak perusahaan yang bisa disasar di Indonesia.

"Kalau dulu, investor fokus pada bisnis yang bagus, sekarang apa impact-nya terhadap lingkungan?" kata Ariani yang akrab disapa Rani ini. 

 

Bagikan

Berita Terbaru

Pelemahan Penjualan Semen Diproyeksi Masih Berlanjut ke Paruh Kedua Tahun 2025
| Selasa, 22 Juli 2025 | 19:03 WIB

Pelemahan Penjualan Semen Diproyeksi Masih Berlanjut ke Paruh Kedua Tahun 2025

Curah hujan tinggi, turunnya insentif di sektor properti dan permintaan masyarakat yang lemah, tetap akan menjadi tantangan berat.

Di Balik Pinjaman Bank US$ 10 miliar Tanpa Jaminan ke Danantara, Ada Konsekuensi Ini
| Selasa, 22 Juli 2025 | 18:28 WIB

Di Balik Pinjaman Bank US$ 10 miliar Tanpa Jaminan ke Danantara, Ada Konsekuensi Ini

Director of Digital Economy Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menjelaskan tiak ada pinjaman tanpa ada jaminan.

Setelah Rebound Sejak Mei, Saham GIAA Belum Sanggup Terbang Lebih Tinggi
| Selasa, 22 Juli 2025 | 17:48 WIB

Setelah Rebound Sejak Mei, Saham GIAA Belum Sanggup Terbang Lebih Tinggi

Pefindo menjelaskan peringkat idBBB dengan outlook stabil yang disematkannya pada Garuda Indonesia mencerminkan posisi strategis.

Profil AWL, Perusahaan yang Mau Dikuasai Wilmar International Senilai Rp 13 Triliun
| Selasa, 22 Juli 2025 | 13:54 WIB

Profil AWL, Perusahaan yang Mau Dikuasai Wilmar International Senilai Rp 13 Triliun

Wilmar International sudah bulat hendak mencaplok 20% kepemilikan Gautam Adani di AWL Agri Business.

Bea Masuk 19% RI Bisa Berlaku Sebelum 1 Agustus
| Selasa, 22 Juli 2025 | 09:01 WIB

Bea Masuk 19% RI Bisa Berlaku Sebelum 1 Agustus

Pemberlakuan tarif bea masuk dari AS akan bergantung pada joint statament yang akan dikeluarkan oleh kedua negara

Profit 27,64% Setahun, Cek Harga Emas Antam Hari Ini (22 Juli 2025)
| Selasa, 22 Juli 2025 | 08:44 WIB

Profit 27,64% Setahun, Cek Harga Emas Antam Hari Ini (22 Juli 2025)

Harga emas batangan Antam 24 karat 22 Juli 2025 di Logammulia.com masih Rp 1.946.000 per gram, harga buyback juga tetap Rp 1.792.000 per gram.

Pembahasan Pilar 1 Pajak Global Alot
| Selasa, 22 Juli 2025 | 08:42 WIB

Pembahasan Pilar 1 Pajak Global Alot

Pilar 1 mengatur hak pemajakan atas laba perusahaan digital multinasional, serta meningkatnya penggunaan pajak layanan digital secara unilateral

Pasar Tenaga Kerja RI Makin Tertekan
| Selasa, 22 Juli 2025 | 08:21 WIB

Pasar Tenaga Kerja RI Makin Tertekan

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 yang diperkirakan di bawah 5% akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja

Reli IHSG Selama 11 Hari Disokong Saham-Saham Konglomerasi
| Selasa, 22 Juli 2025 | 07:30 WIB

Reli IHSG Selama 11 Hari Disokong Saham-Saham Konglomerasi

Senin (21/7), IHSG melonjak 86,28 poin atau 1,18% ke 7.398,19 pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Berhasil Dongkrak Volume, Penjualan NICL Melesat 152% di Semester I-2025
| Selasa, 22 Juli 2025 | 07:26 WIB

Berhasil Dongkrak Volume, Penjualan NICL Melesat 152% di Semester I-2025

Kondisi dan situasi industri nikel domestik saat ini semakin kompetitif. Terutama, beberapa smelter yang beroperasi dengan berbagai teknologi.

INDEKS BERITA

Terpopuler