Kendati Naik, Utang Luar Negeri Dinilai Masih Aman

Senin, 18 Februari 2019 | 07:00 WIB
Kendati Naik, Utang Luar Negeri Dinilai Masih Aman
[]
Reporter: Benedicta Prima | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kendati indikator memperlihatkan utang Indonesia masih berada di level sehat, namun ekonom menyarankan pemerintah  dan korporasi mulai mengerem penarikan utang luar negeri.

Menurut catatan Bank Indonesia (BI), total utang luar negeri per akhir 2018 senilai US$ 376,84 miliar, naik 6,91% dibandingkan dengan tahun 2017. Seiring dengan kenaikan ULN, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) naik menjadi 36,18%. Itu merupakan rasio tertinggi setidaknya dalam satu decade terakhir.

Baik ULN yang berasal dari pemerintah, maupun ULN kelompok swasta, termasuk badan usaha milik negara (BUMN) mengalami peningkatan. Utang pemerintah naik 3,31% secara year on year (yoy) menjadi US$ 183,20 miliar. Utang swasta naik 10,92% yoy menjadi US$ 190,62 miliar. Sedangkan utang bank sentral atau BI turun 8,49% menjadi US$ 3,02 miliar.

Menurut BI, kenaikan itu lantaran peningkatan neto transaksi penarikan ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Di pos pemerintah, penambahan utang karena kenaikan arus masuk dana investor asing di pasar surat berharga negara (SBN) domestik. Kenaikan utang juga dipengaruhi oleh penerbitan SBN valuta asing dalam rangka pre-funding fiskal tahun 2019.

Peningkatan ULN swasta didorong peningkatan posisi kepemilikan surat utang korporasi asing. ULN swasta sebagian besar dimiliki oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian. Pangsa utang luar negeri keempat sektor itu terhadap total ULN swasta mencapai 73,8%.

Meski naik, BI meyakini ULN masih sehat. Alasannya, meski rasio utang terhadap PDB naik ke level 36%, persentase ini masih berada di kisaran rata-rata negara lain selevel. BI mencontohkan, Thailand memiliki rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 41,8%, lalu Malaysia 50,9% tahun 2018. Di samping itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi utang jangka panjang yang mencapai 86,3%.

Fithra Faisal Hastiadi, Ekonom Universitas Indonesia menganalisa, meski masih di level sehat, utang harus dikendalikan. "Perlu diperhatikan ketika mengeluarkan surat utang baru terutama dalam bentuk obligasi global dengan nilai besar, cost of financing jadi lebih berat. Jadi perlu diperhatikan, bukan semata nilai nominalnya, tapi momentum kapan mengeluarkan utang," terang Fitrah, Minggu (17/2).

Pemerintah juga harus melihat indikator utang lain, yang ternyata kurang sehat. Misalnya rasio utang terhadap ekspor yang mencapai 163,80% menandakan ekspor tak mampu membayar utang. "Beban cicilan pokok dan utang dan ditambah ratio ekspor kita sudah 36%,melebih threshold dari IMF yang sebesar 25%. Ini harus diperhatikan bagaimana daya ungkit atau repayment capacity yang sudah tidak aman," terang Fithra.

Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto sepakat, kenaikan utang masih wajar karena peningkatan utama berasal dari sektor swasta terkait pendanaan infrastruktur. Hal ini karena kondisi likuiditas perbankan domestik yang terbatas. Terindikasi dari loan to deposit ratio (LDR) alias rasio kredit terhadap dana pihak ketiga yang mencapai 92,59%. Ini artinya rasio LDR bank sudah diambang aturan LDR bank yakni 92%. selanjutnya.

Myrdal memprediksi tahun ini rasio utang masih meningkat. Penyebabnya, prospek suku bunga global yang masih belum tinggi, dan nilai tukar rupiah yang diprediksi lebih stabil, dan ruang likuiditas perbankan domestik yang terbatas.

Bagikan

Berita Terbaru

Bumi Serpong Damai (BSDE) Optimistis Menatap Bisnis Tahun 2025
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:30 WIB

Bumi Serpong Damai (BSDE) Optimistis Menatap Bisnis Tahun 2025

BSDE mengumumkan meraih marketing sales  atau prapenjualan sebesar Rp 6,84 miliar di tahun 2024 lalu.

NPL Kredit UMKM Perlu Diwaspadai
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:18 WIB

NPL Kredit UMKM Perlu Diwaspadai

Data BI menunjukkan NPL sektor UMKM terlihat membaik dari bulan ke bulan. Per Desember 2024, NPL sektor UMKM di 3,76%, naik dari 4% di November. 

Wijaya Karya (WIKA) Kantongi Nilai Kontrak Rp 20,66 Triliun
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:17 WIB

Wijaya Karya (WIKA) Kantongi Nilai Kontrak Rp 20,66 Triliun

Pada tahun 2024, mayoritas kontrak baru tersebut berasal dari segmen infrastruktur dan gedung yang mencapai 42%.

Ada Momentum Libur Panjang, Emiten Konsumer Masih Belum Tokcer
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:16 WIB

Ada Momentum Libur Panjang, Emiten Konsumer Masih Belum Tokcer

Libur panjang perayaan Isra Miraj Nabi Muhammad dan Tahun Baru Imlek pada akhir Januari ini diproyeksi jadi sentimen positif emiten konsumer.  ​

Kredit Produktif Bergeliat Walau Ekonomi Masih Berat
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:16 WIB

Kredit Produktif Bergeliat Walau Ekonomi Masih Berat

Sejumlah multifinance masih memasang mode optimistis terhadap prospek pembiayaan ke sektor produktif.

Bullion Bank: Saat Emas Naik Kelas
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:16 WIB

Bullion Bank: Saat Emas Naik Kelas

Pengembangan bullion melalui produk-produk keuangan dapat memberikan nilai tambah yang signifikan bagi industri emas di Indonesia.

Emiten Adu Seksi Saham Agar Masuk Radar MSCI
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:16 WIB

Emiten Adu Seksi Saham Agar Masuk Radar MSCI

Meneropong saham-saham emiten yang berpotensi masuk dan keluar dari indeks MSCI pada rebalancing bulan Februari 2025​.

Bunga Acuan Turun, Distribusi Kredit Bakal Kian Bersinar
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:14 WIB

Bunga Acuan Turun, Distribusi Kredit Bakal Kian Bersinar

Bank menilai segmen kredit konsumer dan kredit korporasi akan menjadi penopang kinerja pertumbuhan kredit di tahun ini. 

Sejumlah Bank Berniat Melepas Saham Perdana, Tapi Belum Tentu Tahun Ini
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:05 WIB

Sejumlah Bank Berniat Melepas Saham Perdana, Tapi Belum Tentu Tahun Ini

Bank yang berencana IPO diantaranya Super Bank Indonesia, Bank Mega Syariah, Bank Jabar Banten Syariah (BJB Syariah) dan Bank Nano Syariah ​

Saham Emiten Konglomerat Menyetir Laju Bursa
| Kamis, 23 Januari 2025 | 04:05 WIB

Saham Emiten Konglomerat Menyetir Laju Bursa

Menakar prospek saham-saham emiten konglomerat penopang dan pemberat laju indeks harga saham gabungan (IHSG)

INDEKS BERITA

Terpopuler