Kerugian kurs emiten semakin meningkat

Jumat, 09 November 2018 | 11:15 WIB
Kerugian kurs emiten semakin meningkat
[ILUSTRASI. Kota Jababeka]
Reporter: Auriga Agustina, Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak depresiasi rupiah mulai terlihat. Efek paling nyata dirasakan oleh emiten yang banyak memiliki utang dollar maupun obligasi dalam bentuk dollar Amerika Serikat (AS).

Efeknya, kerugian kurs yang mereka alami membengkak. Hasilnya, laba bersih pun tergerus, bahkan ada yang sampai merugi (lihat tabel). Tony Rudianto, Sekretaris Perusahaan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) mengatakan, ASRI sejatinya sudah melakukan lindung nilai alias hedging. "Kami melakukan call spread hedging untuk seluruh pokok utang dollar sampai dengan maturity, hedging cover sampai dengan Rp 15.000," jelasnya kepada KONTAN belum lama ini.
 
Tapi apa daya, rupiah terdepresiasi terlalu dalam, bahkan sempat melebihi level Rp 15.200 per dollar AS. ASRI pun terpaksa mencatat kerugian selisih kurs. Dampaknya, laba bersih perusahaan ini turun lebih dari 40%.
 
Hal serupa juga terjadi pada PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA). Manajemen perusahaan ini juga telah hedging utang senilai US$ 200 juta. Saat bersamaan, ada pendapatan KIJA dalam bentuk dollar AS. "Untuk infrastruktur, penagihannya dalam bentuk dollar AS sehingga ada natural hedging," ujar Sekretaris Perusahaan KIJA Muljadi Suganda.
 
Tapi, tetap saja, efek depresiasi rupiah tidak terbendung. KIJA terpaksa mencatat kerugian pada sembilan bulan tahun ini.
 
Rupiah menguat
 
Hanya, belakangan nilai tukar rupiah kembali menguat. Bahkan, rupiah sempat meninggalkan level Rp 14.500 per dollar AS. Kendati demikian, ini belum menjadi sinyal positif bagi para emiten tersebut.
 
Penguatan rupiah belakangan ini belum bisa dijadikan pegangan kerugian kurs para emiten bakal berkurang."Terlalu dini untuk merespon, kami menunggu rupiah stabil," ujar Tony berlasan.
 
Sedikit gambaran, dalam laporan keuangan ASRI disebutkan jika rupiah melemah 5%, laba sebelum pajak untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 September 2018 akan lebih rendah sebesar Rp 302,99 miliar. Begitu pula sebaliknya.
 
Praska Putrantro, analis Infovesta Utama menilai, penguatan rupiah beberapa hari ini belum bisa menjadi katalis positif untuk emiten dengan eksposur utang dollar AS yang tinggi. Terlebih, potensi depresiasi rupiah juga masih terbuka mengingat The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan.
 
"Perang dagang juga masih menjadi sentimen negatif bagi rupiah," ujar Praska. Makanya, ia pun menyarankan investor lebih baik wait and see dengan potensi fluktuasi dollar AS yang masih bisa terjadi ke depan.
 
Kalau pun rupiah stabil, investor juga disarankan jangan terburu-buru masuk ke saham dengan utang dollar AS yang tinggi.
 
Terlebih, jika saham itu merupakan saham properti. "Karena secara sektoral, saham properti masih lesu," kata Dennies Christoper Jordan, analis dari Artha Sekuritas.

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Berlangganan

Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan

-
Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000
Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Orang Dalam Ramai Memborong Saham
| Rabu, 27 November 2024 | 07:55 WIB

Orang Dalam Ramai Memborong Saham

Tekanan di pasar modal belakangan ini jadi momentum bagi manajemen perusahaan untuk mengakumulasi saham emiten

Simak Prospek UNVR Usai Jual Bisnis Es Krim
| Rabu, 27 November 2024 | 07:50 WIB

Simak Prospek UNVR Usai Jual Bisnis Es Krim

PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengumumkan rencana pelepasan bisnis es krim, bagian dari rencana induk UNVR, Unilever Plc 

Kebijakan Tarif Trump Menyetir Pergerakan Bursa Asia
| Rabu, 27 November 2024 | 07:47 WIB

Kebijakan Tarif Trump Menyetir Pergerakan Bursa Asia

indeks saham di Asia melemah akibat pernyataan Donald Trump yang berencana menambah tarif impor atas barang-barang China sebesar 10%. 

Beban Utang dan Ketidakpastian Proyek Menghantui WSKT
| Rabu, 27 November 2024 | 07:41 WIB

Beban Utang dan Ketidakpastian Proyek Menghantui WSKT

Selain masih harus melanjutkan proses restrukturisasi utang, WSKT menghadapi ketidakpastian proyek infrastruktur tahun depan.

IPO Jumbo Belum Tentu Memberikan Hasil Besar
| Rabu, 27 November 2024 | 07:38 WIB

IPO Jumbo Belum Tentu Memberikan Hasil Besar

Sejak pandemi Covid-19 berakhir, sejumlah perusahaan beraset jumbo berlomba menjaring dana dari pasar moda

Buku Cetak dan Digital Tetap Bebas PPN
| Rabu, 27 November 2024 | 07:21 WIB

Buku Cetak dan Digital Tetap Bebas PPN

Ditjen Pajak Kemkeu menegaskan semua produk buku, baik yang berbentuk cetak maupun digital, bebas PPN. 

Kelesuan Industri Properti di Kuartal III-2024
| Rabu, 27 November 2024 | 07:14 WIB

Kelesuan Industri Properti di Kuartal III-2024

Dari hasil survei yang dilakukan BI, pertumbuhan harga rumah tapak melambat dan penjualan rumah tercatat menurun

PLN Bakal Melibatkan Swasta Bangun Pembangkit Listrik Hijau
| Rabu, 27 November 2024 | 07:10 WIB

PLN Bakal Melibatkan Swasta Bangun Pembangkit Listrik Hijau

PLN akan mengeksplorasi berbagai opsi pendanaan, baik melalui kerja sama dengan pemberi pinjaman internasional maupun sumber daya lokal.

Awas Lonjakan Utang Jika Gagal Kerek Rasio Pajak
| Rabu, 27 November 2024 | 07:08 WIB

Awas Lonjakan Utang Jika Gagal Kerek Rasio Pajak

OECD memproyeksikan rasio utang pemerintah akan meningkat di tahun 2045 jika target tax ratio meleset

Roda Ekonomi di Tangan Kepala Daerah Baru
| Rabu, 27 November 2024 | 06:58 WIB

Roda Ekonomi di Tangan Kepala Daerah Baru

Melalui desentralisasi, para pemimpin baru di daerah diharapkan ikut berperan memajukan perekonomian di daerahnya 

INDEKS BERITA

Terpopuler