Kinerja Konglomerat di Asia Tenggara Menyusut

Jumat, 06 Oktober 2023 | 15:39 WIB
Kinerja Konglomerat di Asia Tenggara Menyusut
[ILUSTRASI. Kawasa BSD City yang dikembangkan perusahaan properti Grup Sinar Mas. Sinar Mas termasuk konglomerasi yang sukses mempertahankan total shareholder return.]
Reporter: Harris Hadinata | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja para konglomerat di kawasan Asia Tenggara mulai menurun. Total imbal hasil pemegang saham alias total shareholder return (TSR) perusahaan-perusahaan konglomerat turun dalam satu dekade terakhir.

Temuan ini tertuang dalam Southeast Asia Conglomerate Report yang dirilis oleh Bain & Company. Kinerja konglomerat di kawasan Asia kini mulai kalah dibanding kinerja pengusaha yang bisnisnya masih fokus pada satu produk atau layanan. Istilah bekennya, pure play.

“Untuk pertama kalinya dalam analisa kami, kinerja pure play secara signifikan mengalahkan kinerja konglomerat di Asia Tenggara,” tulis Jean-Pierre Felenbok dan Till Vestring, Advisory Partner Bain & Company, dalam risetnya.

Pada dekade antara 2013-2022, pebisnis pure play mampu mencetak rerata TSR disetahunkan sebesar 11%. Realisasi ini 7 poin persentase lebih tinggi ketimbang realisasi rerata TSR disetahunkan konglomerat di periode yang sama.

Bain & Company mencatat, kinerja pebisnis pure play mengalahkan kinerja konglomerat, baik dari sisi pertumbuhan pendapatan, margin dan lainnya.

Baca Juga: AKR Corporindo (AKRA) Gunakan ESG untuk Menyeimbangkan Bisnis Keberlanjutan

Sekadar info, Bain & Company mulai mencermati kinerja konglomerat Asia Tenggara di 2003. Kala itu, kinerja konglomerat di Asia Tenggara menunjukkan anomali. Kinerja konglomerat di kawasan ini jauh lebih baik dibandingkan kinerja konglomerat di kawasan lain, juga lebih baik dari kinerja pebisnis pure play.

Di dekade 2003-2012, konglomerat Asia Tenggara mencatatkan TSR 28%. Sementara TSR pebisnis pure play di Asia Tenggara cuma 20%. Saat itu, konglomerat memiliki sejumlah keunggulan, mulai dari skala bisnis, diversifikasi dan hubungan dekat dengan pemerintahan.

Namun keuntungan tersebut perlahan menghilang. Dalam report konglomerat 2020, Bain & Company sudah menandai konglomerat tidak lagi bisa memanfaatkan keuntungan tersebut.

Kondisi tersebut diperparah dengan perubahan kondisi makroekonomi global. Pebisnis menghadapi efek perang dagang antara Amerika Serikat dan China, hingga krisis akibat pandemi Covid-19.

Ekonomi Maju

Selisih antara TSR konglomerat dan pure play terus menyusut. Di dekade 2005-2014, TSR konglomerat mengalami penurunan jadi 19%, sedang TSR pure play turun jadi 16%, dengan selisih 3 persentase poin.

Di dekade 2007-2016, selisih TSR konglomerat dan TSR pure play tinggal 1 persentase poin. Di periode tersebut, TSR pure play sebesar 13%, dan TSR konglomerat sebesar 14%.

Di dekade 2010-2019, TSR pure play sudah kembali mengalahkan TSR konglomerat. Bain & Company mencatat, di dekade ini, TSR konglomerat cuma 11%. Sedang TSR pure play masih 13%. “TSR konglomerat turun 24 poin persentase sejak periode analisis pertama kami,” tulis Bain & Company dalam laporannya.

Bain & Company menuliskan, kejatuhan kinerja perusahaan konglomerat terutama terjadi di kawasan yang ekonominya lebih maju. Di Asia Tenggara, kinerja konglomerat terutama menurun di Thailand, Singapura dan Malaysia.

Baca Juga: Berkah Devisa dari Kenaikan Pelancong

Di Malaysia dan Thailand, TSR perusahaan konglomerat di 2013-2022 cuma 4%. Sementara TSR pure play di Thailand mencapai 12% dan di Malaysia 13%. Di Singapura, TSR konglomerat malah minus 0,1%, sedang TSR pure play 6%.

Di kawasan yang ekonominya masih berkembang, seperti Indonesia, Filipina dan Vietnam, selisih TSR konglomerat dan pure play belum terlalu besar. Di Indonesia, TSR konglomerat di 2013-2022 masih 7% dan TSR pure play 10%. Di Vietnam TSR konglomerat 14% dan pure play 18%.

Kendati begitu, tidak semua pebisnis konglomerat kinerjanya rontok. Selama 20 tahun terakhir, 12 konglomerat secara konsisten mencetak kinerja yang mengungguli kinerja konglomerat lainnya.

Perusahaan konglomerat ini juga sukses mencapai status kuartil teratas untuk pertumbuhan TSR di seluruh siklus ekonomi, bahkan dalam kondisi ekonomi seperti saat ini, di mana dunia masih dalam pemulihan pasca krisis pandemi Covid-19.

Beberapa konglomerat yang sukses meningkatkan pendapatan, mempertahankan margin, dan memperluas bisnis, antara lain Grup Sinar Mas dan Kalbe dari Indonesia, BDMS Group dan DKSH Holding di Thailand, Sunway Group dan Hong Leong Group di Malaysia, dan Enrique Razon Group di Filipina.

Selain itu, ada tujuh konglomerat baru yang bisnisnya melesat di satu dekade terakhir ini. Di antaranya ada PHINMA Corporation di Filipina, Emtek di Indonesia, dan VinGroup di Vietnam. Para konglomerat ini memiliki bisnis di sektor-sektor penting, seperti layanan kesehatan dan teknologi, atau di sektor dengan pertumbuhan tinggi seperti energi terbarukan.

Bagikan

Berita Terbaru

Rupiah Kamis (9/1) Berpotensi Bergerak Melemah
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 06:15 WIB

Rupiah Kamis (9/1) Berpotensi Bergerak Melemah

Rabu (8/10), rupiah ditutup melemah tipis 0,07% ke Rp 16.573. Mengacu Jisdor Bank Indonesia (BI), rupiah melorot 0,28% ke Rp 16.606.

Pebisnis Kosmetik Mulai Bersolek Sambut Harbolnas
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 06:10 WIB

Pebisnis Kosmetik Mulai Bersolek Sambut Harbolnas

Harbolnas menjadi momentum penting bagi para pelaku usaha untuk mendorong transaksi pada akhir tahun ini.

Ini Strategi Pemerintah Mengerek Ekonomi Naik
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 05:48 WIB

Ini Strategi Pemerintah Mengerek Ekonomi Naik

Menteri Keuangan menargetkan pertumbuhan ekonomi di kuartal IV mencapai 5,5%                        

Percepat Pembayaran Utang, Prospek Krakatau Steel (KRAS) Bisa Cemerlang
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 05:45 WIB

Percepat Pembayaran Utang, Prospek Krakatau Steel (KRAS) Bisa Cemerlang

Pada 30 September 2025, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) meraih persetujuan dari seluruh bank restrukturisasi untuk mempercepat penyelesaian kewajiban

Cari Dana Lewat Rights Issue, Pantai Indah Kapuk (PANI) Siap Ekspansi dan Akuisisi
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 05:35 WIB

Cari Dana Lewat Rights Issue, Pantai Indah Kapuk (PANI) Siap Ekspansi dan Akuisisi

PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) berencana menggalang pendanaan lewat rights issue. Untuk itu, hari ini PANI akan minta restu dari RUPSLB..

Kenaikan Permintaan dan Harga Ayam Memoles Prospek Japfa (JPFA)
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 05:33 WIB

Kenaikan Permintaan dan Harga Ayam Memoles Prospek Japfa (JPFA)

Pulihnya permintaan dan kenaikan harga ayam hidup berpeluang mendorong kinerja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA)

Kondisi Ekonomi dan Politik Mengubah Arah Valas Utama
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 05:29 WIB

Kondisi Ekonomi dan Politik Mengubah Arah Valas Utama

Sejumlah mata uang utama melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah perkembangan situasi ekonomi dan politik.

Makin Tidak Yakin Gara-Gara Makin Miskin
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 05:28 WIB

Makin Tidak Yakin Gara-Gara Makin Miskin

Indeks Keyakinan Konsumen September 2025 merosot ke 115, terendah sejak April 2022                    

Danantara Menyuntik Modal ke GIAA Senilai US$ 1,84 Miliar
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 05:26 WIB

Danantara Menyuntik Modal ke GIAA Senilai US$ 1,84 Miliar

Rencana suntikan modal Danantara untuk PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menjadi sentimen positif untuk emiten ini

Menakar Calon Penghuni Baru MSCI
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 05:24 WIB

Menakar Calon Penghuni Baru MSCI

Saham BREN dan BRMS punya peluang paling besar untuk masuk ke indeks MSCI periode November 2025 mendatang

INDEKS BERITA

Terpopuler