SSIA Buka Peluang Kolaborasi Lanjutan dengan Konglomerasi Grup Djarum & Barito

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) terus diakumulasi oleh sebagian pemegang saham dengan kepemilikan lebih dari 5%. Terbaru, Henan Putihrai Asset Management (HPAM) membeli 6.278.900 saham SSIA sehingga total kepemilikannya naik menjadi 336.649.200 saham (7,15%) per 20 Agustus 2025. HPAM juga sempat menambah kepemilikan di SSIA pada tanggal 5, 13, dan 14 Agustus 2025.
Selain itu, Grup Djarum melalui PT Dwimuria Investama Andalan juga membeli 1.250.000 saham SSIA pada 12 Agustus 2025. Alhasil, total kepemilikan Dwimuria bertambah menjadi 482.000.000 saham (10,24%). Sejak awal bulan, Dwimuria tercatat telah tujuh kali melakukan pembelian SSIA, yaitu pada tanggal 1, 4, 5, 6, 8, 11, dan 12 Agustus 2025.
Sebagai pengingat, pembelian pertama saham SSIA dilakukan Dwimuria pada 4 Juli 2025, yakni sebanyak 247.992.700 saham atau setara 5,27% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Pembelian tersebut langsung menjadikan Dwimuria sebagai salah satu pemegang saham SSIA dengan kepemilikan lebih dari 5%.
Baca Juga: Surya Semesta Internusa (SSIA) Incar Laba dari Kawasan Subang
Sementara itu, HPAM mulai tercatat sebagai pemegang saham lebih dari 5% SSIA pada 10 Juli 2025. Saat itu, HPAM membeli 253.267.200 saham SSIA yang setara 5,38% modal ditempatkan dan disetor penuh.
Selain Dwimuria dan HPAM, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) juga tergolong baru menjadi salah satu pemegang saham SSIA dengan kepemilikan lebih dari 5%. Kepemilikan TPIA di SSIA terdaftar dengan nama rekening efek PDNI HPAM - CAP Fund. TPIA membeli 284.946.365 saham atau setara 6,05% pada 15 Juli 2025 yang mana jumlahnya masih sama hingga saat ini.
Tampaknya, Grup Djarum dan Grup Barito tidak hanya akan menjadi pemegang saham minoritas SSIA saja. Presiden Direktur SSIA Johannes Suriadjaja menyampaikan, kedua grup tersebut terbuka atas kesempatan atau peluang kolaborasi bersama SSIA.
Johannes bilang, Grup Djarum dan Grup Barito sedang berdiskusi dengan SSIA terkait potensi kolaborasi yang bisa dilakukan di berbagai segmen bisnis SSIA, baik kawasan industri, konstruksi, maupun perhotelan. Namun, belum jelas bentuk kerja sama apa yang akan dilakukan ke depannya.
“Kami sudah ada pembicaraan seperti itu tapi belum ada yang konkret sekali,” ucap Johannes dalam acara Earning Calls yang berlangsung secara online, Rabu (20/8).
Vice President of Investor Relation & Sustainability SSIA Erlin Budiman mengatakan, untuk Grup Djarum, sebenarnya hubungan kemitraan dengan SSIA sudah terjalin sejak beberapa waktu lalu. Pada tahun 2024, Grup Djarum melalui PT Puri Bumi Lestari telah masuk menjadi pemegang saham anak usaha SSIA, yakni PT Surya Cipta Swadaya dengan porsi kepemilikan 36,5%.
Baca Juga: Dua Proyek Jumbo di Bali Kerek Prospek Saham MINA, SSIA, WINE, MLBI, dan BUVA
Saat ini, SSIA dan Grup Djarum juga melakukan kerja sama strategis berupa penggunaan jaringan back bone internet dari iForte (entitas usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk) dalam pengembangan Subang Smartpolitan sebagai salah satu kota baru yang mengedepankan smart city, green, and sustainable living.
Selain kerja sama jaringan internet, SSIA juga bisa mendapatkan pendanaan secara mudah dan cost of capital yang kompetitif dengan bantuan dari Grup Djarum. Mengingat, lini bisnis properti SSIA saat ini sangat memerlukan belanja modal yang cukup ekstensif dalam 5-10 tahun ke depan.
“Untuk saat ini, SSIA akan terus berkomunikasi terutama dengan Djarum untuk pengembangan dan sinergitas baru demi mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” tutur Erlin saat dihubungi KONTAN, Jumat (22/8).
Namun, khusus TPIA (bukan Grup Barito secara umum) sebagai salah satu pemegang saham minoritas, Erlin menyatakan SSIA belum menjalin komunikasi lebih lanjut. Selama ini, TPIA hanya berinvestasi secara pasif pada saham SSIA.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo menilai, proyek unggalan SSIA saat ini adalah kawasan industri Subang Smartpolitan yang membentang seluas 2.717 hektare. Subang Smartpolitan sedang dalam pemasaran tahap 1 dan sudah mengamankan sembilan tenant dari China, Jepang, Hong Kong, serta Taiwan.
Tenant terbesarnya sejauh ini adalah produsen mobil listrik asal China BYD. Secara total, BYD memiliki lahan hampir 200 hektare di Subang Smartpolitan yang mana 108 hektare akan digunakan untuk manufaktur kendaraan listrik dan 81 hektare (ha) tambahan untuk produksi baterai.
Lebih lanjut, Subang Smartpolitan diperkirakan akan menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan dari selesainya jalan tol Patimban sepanjang 37 kilometer yang membentang dari Cipali ke Patimban. Proyek yang ditargetkan selesai pada kuartal IV-2026 ini bakal menghubungkan kawasan industri Subang dengan Pelabuhan Patimban.
Hal ini berpotensi membuka akses logistik yang lebih efisien dan meningkatkan daya tarik kawasan bagi investor maupun pelaku industri. “Waktu tempuh antara Subang Smartpolitan dan Pelabuhan Patimban yang awalnya lewat jalur pantai utara (Pantura) memakan lebih dari 2 jam dapat dipangkas menjadi sekitar 30 menit–1 jam,” kata Azis dalam laporan ringkasnya, Kamis (21/8).
Kepala Riset Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi menambahkan, keberadaan jalan tol Patimban bakal turut meningkatkan harga jual lahan di Subang Smartpolitan. Berdasarkan data historis, selama periode pembangunan Jalan Tol Trans Jawa antara tahun 2015 hingga 2018, harga jual rata-rata (ASP) lahan di Bekasi dan Karawang melonjak signifikan masing-masing 37% dan 39,8%.
Harga lahan di Bekasi naik menjadi Rp 3 juta per meter persegi, sementara di Karawang menjadi Rp 2,5 juta per meter persegi. "Dengan mengacu pada tren tersebut, kami memperkirakan bahwa ASP lahan di Subang Smartpolitan berpotensi meningkat sekitar 30% setelah jalan tol Patimban beroperasi penuh," kata Prasetya dalam laporannya tanggal 28 Juli 2025.
Tak berhenti sampai di situ, SSIA juga akan diuntungkan dengan kapasitas Pelabuhan Patimban yang akan ditingkatkan dari 22,4 ha (setara dengan 400.000 unit per tahun) menjadi 36 ha (800.000 unit per tahun). Perluasan kapasitas pelabuhan ini diyakini akan semakin mempermudah dan mempercepat pengiriman barang dari dan ke para tenant yang ada di Subang Smartpolitan.
Prasetya memproyeksikan SSIA dapat membukukan laba bersih sebesar Rp 303 miliar pada tahun 2025 dan Rp 535 miliar pada 2026, dari realisasi tahun 2024 yang sebesar Rp 234 miliar. Artinya, ada proyeksi kenaikan laba bersih sebesar 29% year on year (YoY) pada 2025 dan sebesar 77% YoY pada 2026.
Marjin laba bersih juga diperkirakan meningkat menjadi 4,6% pada 2025 dan 6,8% pada 2026 (dari 3,7% pada 2024) yang didorong efisiensi operasional serta kontribusi lebih besar dari pendapatan berulang di sektor perhotelan dan jasa.
Tak jauh berbeda, Azis mencatat, manajemen SSIA menargetkan pertumbuhan laba bersih sebesar 30% YoY menjadi Rp 304 miliar pada 2025. Hal ini didukung oleh pendapatan yang ditargetkan tumbuh 4% YoY menjadi Rp 6,5 triliun.
Dari segi penjualan pemasaran, marketing sales kawasan industri pada tahun 2025 ditargetkan mencapai 137 ha. Jumlah ini terdiri dari 120 ha lahan di Subang Smartpolitan dan 17 ha di Suryacipta City of Industry Karawang.
Sementara itu, di segmen konstruksi, perusahaan menargetkan peningkatan kontrak baru sebesar 1,2% YoY menjadi Rp 3,75 triliun dengan target kenaikan pendapatan 3,8% YoY menjadi Rp 3,5 triliun. Untuk segmen perhotelan, pendapatan SSIA ditargetkan sebesar Rp 601 miliar.
Sebagai gambaran, pada semester 1 2025, pendapatan konsolidasi SSIA turun moderat sebesar 9,8% YoY menjadi Rp 2,11 triliun dari Rp 2,34 triliun. Pendapatan segmen properti tumbuh 20% YoY menjadi Rp 338,7 miliar dan konstruksi naik 6,2% YoY menjadi Rp 1,7 triliun.
Baca Juga: Grup Djarum Akumulasi Beli di Tengah Koreksi SSIA, Harga Berpotensi Lanjut Naik
Penurunan pendapatan konsolidasian disebabkan merosotnya pendapatan segmen perhotelan hingga 57,6% YoY menjadi Rp 215,6 miliar dari periode sama tahun 2024 yang sebesar Rp 508,5 miliar. Hal ini disebabkan renovasi Hotel Melia Bali sejak Oktober 2024 yang akan mengubah mereknya menjadi Paradisus by Melia Bali.
Dari segi bottom line, SSIA juga mencatat rugi bersih konsolidasi sebesar Rp 32,3 miliar pada semester pertama 2025, dari laba bersih sebesar Rp 105,6 miliar pada semester pertama 2024. Tekanan kinerja ini sebagian besar dipengaruhi oleh kinerja segmen perhotelan yang mengalami penurunan kontribusi sementara akibat aktivitas renovasi.