Kinerja Obligasi Pemerintah Lebih Unggul Ketimbang Obligasi Korporasi

Jumat, 08 Februari 2019 | 07:18 WIB
Kinerja Obligasi Pemerintah Lebih Unggul Ketimbang Obligasi Korporasi
[]
Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah tahun lalu terseok-seok, akhirnya kinerja obligasi pemerintah akhirnya berhasil mengungguli obligasi korporasi. Analis menilai, harga obligasi berpotensi naik seiring penurunan yield surat utang negara (SUN).

Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat, investasi di obligasi pemerintah memberi untung 2,15% sejak awal tahun, seperti terlihat dari pergerakan INDOBeX Government Total Return. Sementara, investasi obligasi korporasi cuma untung 1,99%, seperti terlihat dari INDOBeX Corporate Total Return.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar mengatakan, kinerja obligasi negara naik terutama karena yield SUN tenor panjang, yaitu SUN tenor lebih dari 20 tahun, cenderung turun. Bila yield turun, obligasi negara akan memberi return yang lebih tinggi. Selain itu, investor juga mendapatkan capital gain yang signifikan.

Ini terjadi karena pada 2018 lalu, yield obligasi negara melonjak akibat kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) serta perang dagang yang melibatkan AS dan China. Akibatnya, arus asing banyak yang memilih kembali ke Negeri Paman Sam ketimbang berkutat di emerging market.

"Namun setelah November 2018, arus asing kembali masuk karena perang dagang surut serta pemotongan pajak yang berimbas pada defisit fiskal di AS membuat The Federal Reserve kini berhati-hati menaikkan suku bunga acuan," kata Anil, Kamis (7/2).

Arus asing masuk

Kehati-hatian bank sentral AS ini membuat pelaku pasar akhirnya memilih masuk ke pasar keuangan negara emerging market, termasuk Indonesia. Lihat saja, per Kamis (7/2), dana asing yang masuk ke pasar saham mencapai Rp 14,5 triliun secara ytd.

Sementara kepemilikan asing pada surat berharga negara (SBN) per Rabu (6/2) mencapai Rp 923,77 triliun. Artinya, terjadi kenaikan sebesar Rp 30,52 triliun jika dibandingkan dengan akhir Desember 2018 lalu.

Fikri C. Permana, ekonom Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), menambahkan, profil risiko obligasi pemerintah dan korporasi cenderung berbeda. Karena obligasi korporasi lebih berisiko walau memberi kupon lebih tinggi.

Namun dengan kondisi perekonomian di Indonesia yang masih stabil, investor cenderung lebih memilih SUN. Pasalnya, instrumen ini dianggap lebih aman dan kini cenderung stabil pergerakannya.

Fikri memprediksi, yield SUN tenor acuan di tahun ini dapat kembali turun ke arah kisaran 7,5%-8,2% hingga di akhir tahun.

Bagikan

Berita Terbaru

Transformasi Bisnis Kopi, Bukan Sekadar Teman Begadang
| Minggu, 29 Juni 2025 | 05:15 WIB

Transformasi Bisnis Kopi, Bukan Sekadar Teman Begadang

Kedai kopi kini bukan sekadar tempat minum. Ia menjelma jadi ruang sosial, kantor sementara, tempat pelarian, hingga lad

 
Meracik Bisnis Minuman biar Tetap Manis
| Minggu, 29 Juni 2025 | 05:10 WIB

Meracik Bisnis Minuman biar Tetap Manis

Minuman boba dan es teh masih jadi favorit konsumen di Indonesia. Munculnya pemain baru di sektor ini mendorong pelaku u

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 16:30 WIB

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga

Surono menjadi satu-satunya pemegang saham individu di luar afiliasi dan manajemen yang punya saham OBAT lebih dari 5%.

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)

Grup Djarum pada 25 Juni 2025 mencaplok 3,63% PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), emiten yang mengelola jaringan Rumah Sakit Hermina.

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?

Tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran, bisa berimbas pada meningkatkan risk appetite investor atas aset berisiko di emerging markets

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:13 WIB

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025

Volume penjualan semen domestik pada lima bulan pertama tahun 2025 turun 2,1% year on year (YoY) menjadi 22,27 ton.

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 13:26 WIB

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat

Indonesia akan memiliki pabrik baterai EV pertama pada akhir Juni 2026 ini. Selain China, sejumlah perusahaan lokal terlibat. Ini detailnya.

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:22 WIB

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina

PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dalam situs webnya mengaku sebagai partner BRI sejak tahun 2020 dalam pengadaan mesin EDC agen BRILink.

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:21 WIB

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak

Penerimaan pajak semester I-2025 berisiko terkontraksi 35%-40% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:01 WIB

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final

Ditjen Pajak menegaskan bahwa kebijakan PPh final usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak menambah beban pajak baru

INDEKS BERITA

Terpopuler