KONTAN.CO.ID - Praktik bisnis berkelanjutan secara konsisten, mulai diterapkan beragam industri. Dalam mengolah produknya, para pebisnis sebisa mungkin sudah mulai berusaha menggunakan bahan baku, produk atau jasa yang lebih ramah lingkungan.
Industri sawit salah satunya. Sebut saja PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) yang menggunakan bahan alami untuk mengatasi serangan hama pada tanaman kelapa sawit. Mereka bertekad menekan penggunaan pestisida berbahan kimia dan beralih memanfaatkan predator alami.
Program ini diberi nama Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan pengendalian hama yang memadukan beberapa metode yang mengutamakan pengendalian alami dengan memanfaatkan organisme pengendali atau musuh alaminya. Memadukan predator dan parasit, serta kimia.
Adapun penggunaan bahan kimia, itu hanya sebagai alternatif terakhir.
"Kami selalu menggunakan bahan-bahan kimia yang berizin dan ramah lingkungan," kata Andrew Haryono, Chief Operating Officer PT Eagle High Plantations Tbk.
Dalam beberapa situasi, terkadang penggunaan bahan kimia tidak bisa dielakkan. Ambil contoh ketika terjadi ledakan populasi hama. Mau tidak mau pengendalian secara kimia tetap diperlukan agar menekan kerugian perusahaan dan mencegah penularan ke kebun warga di sekitar perkebunan.
Hanya saja, tidak bisa dipungkiri, penggunaan predator alami lebih aman terhadap lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem hama dan musuh alami. Praktik ini diterapkan sejak tahun 2009 di kebun mereka, di Kalimantan. Wilayah itu dipilih karena merupakan areal tanam terluas dan memiliki iklim yang sesuai dengan ancaman ledakan serangan hama.
Salah satu cara yang dilakukan adalah, menggunakan burung hantu untuk mengendalikan hama tikus. Burung hantu jenis tyto alba itu menjadi predator tikus. Sepasang burung hantu dapat mengendalikan tikus pada luasan 30 - 40 hektar.
Mereka mampu mendengar suara tikus dalam radius 500 meter dengan jangkauan terbang hingga 12 km. Saat terbang, tyto alba tidak mengeluarkan suara. Satu burung hantu mampu makan tikus 2-5 ekor per harinya.
Untuk program ini, manajemen sampai melakukan pengembangbiakan tyto alba di lokasi perkebunan. Setiap burung hantu menghasilkan sekitar 9 anak dengan masa pengeraman telur selama 27 hari. Nantinya, setelah 4-5 bulan, anakan burung hantu sudah dianggap dewasa dan siap berburu tikus.
Selain memanfaatkan burung hantu, khusus mengusir tikus, perusahaan juga menggunakan aplikasi racun tikus buatan sendiri yang diberi nama racumin.
Tak hanya memanfaatkan binatang, manajemen juga melakukan pengendalian hama ulat pemakan daun dengan memanfaatkan tumbuhan inang yang menjadi tempat tinggal ulat tersebut. Tumbuhan ini di antaranya bunga pukul delapan (turnera subulata), air mata pengantin (atiggonon leptopus), lavender dan pakis nephrolepis. Sama halnya dengan penggunaan binatang, tumbuhan tadi juga dikembangbiakkan di lingkungan perusahaan.
Budidaya bunga pukul delapan dilakukan dengan cara menanamnya secara stek pada guludan yang dibuat sepanjang jalan koleksi dan jalan utama perkebunan. Sedangkan budidaya tanaman air mata pengantin ditanam di setiap sudut blok pertemuan antara jalan koleksi dan jalan utama.
Pengolahan limbah
Adapun cara kerjanya, bunga pukul delapan diyakini merupakan istana bagi sycanus atau semacam serangga yang membantu memangsa larva ulat api. Dengan begini, populasi ulat api di perkebunan kelapa sawit bisa ditekan.
Program pengendalian hama terpadu ini dilakukan oleh perusahaan. Tanggung jawabnya berada di bawah Departemen Applied Research. Sebagian karyawan yang terlibat merupakan penduduk lokal yang bekerja sebagai karyawan.
Andrew bilang kalau dihitung secara biaya yang mereka keluarkan, investasi pengendalian hama ini tidak sebesar untuk investasi mesin, pabrik dan tanaman. "Pengendalian hama terpadu adalah membangun sistem dan sumber daya manusia (SDM) yang terlatih," imbuh Andrew.
Sekarang ini, BWPT sedang menjalankan proses pembibitan tanaman hujan November atau sabit palsu (senna multijuga) untuk mengendalikan hama kumbang tanduk (oryctes rhinoceros). Tanaman ini akan menarik hama, sehingga kumbang akan hinggap dan memakan kulit cabang atau dahan yang diduga mengandung racun itu.
Selain itu, ada proses pemanfaatan entomo pathogen berupa cendawan atau jamur untuk mengendalikan hama kumbang badak. Larva dari hama kumbang tanduk akan mati dan terinfeksi oleh cendawan.
Program PHT ini sudah diterapkan untuk semua kebun milik perusahaan yang berlokasi di Kalimantan, Papua dan Sumatera. Berdasar laporan keberlanjutan tahun 2022, di ketiga pulau tersebut, BWPT punya 8 pabrik dengan luas kebun mencapai 112.000 hektar.
Di sisi lain, upaya pengurangan bahan kimia juga dilakukan dengan membuat pupuk organik sendiri, yakni memanfaatkan limbah produksi. Tandan buah kosong dan palm oil mill effluent (POME) yang dihasilkan pabrik diolah menjadi pupuk organik.
Jika tidak diolah dengan baik, POME berpotensi menghasilkan gas metana yang bisa meningkat emisi gas rumah kaca. Namun di sini, gas metana yang dihasilkan oleh POME malah dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi terbarukan untuk bahan bakar turbin.
Manajemen telah memiliki fasilitas methane capture dan pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) di Kalimantan Selatan. Listrik yang dihasilkan seluruhnya dijual ke PLN. PLTBg ini berhasil mereduksi CO2 sebesar 66.000 ton pada tahun 2023.
Sekarang ini, EHP sedang dalam proses pembangunan pabrik biogas kedua di Kalimantan Tengah dengan kapasitas 2 MW. Rencananya listrik yang dihasilkan akan digunakan untuk keperluan sendiri. "Kami telah merencanakan menambah 1 unit lagi pabrik biogas yang akan dibangun di Kalimantan Tengah," tandasnya.
Sebagai investasi
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.