Kompromi Regulasi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia resmi menjadikan harga batubara acuan (HBA) sebagai patokan harga ekspor batubara mulai 1 Maret 2025. Ini seiring berlakunya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025. Beleid tersebut mengatur tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan Untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batubara.
Pemerintah menyebut langkah ini dilakukan untuk memastikan harga batubara tak lagi ditentukan negara lain yang kerap lebih rendah. Efek yang bakal terlihat, royalti yang diterima dari ekspor batubara berpeluang lebih maksimal.
Dalam implementasinya, aplikasi elektronik Penerimaan Negara Bukan Pajak (e-PNBP) secara otomatis bakal menolak jika harga ekspor di bawah HBA. Akibatnya, izin ekspor dari Kementerian ESDM tidak bisa dikeluarkan.
Meski dibarengi sanksi, keinginan pemerintah ini tampaknya tak mudah terealisasi lantaran akan menghadapi tantangan dari dua sisi. Dari sisi pembeli, Indonesia selama ini bergantung pada dua negara tujuan ekspor utama; China dan India.
Dua negara ini, selain berstatus sebagai importir juga termasuk produsen dan pemilik cadangan batubara terbesar di dunia. Artinya, mereka punya kemampuan untuk menggenjot produksi batubara di dalam negeri atau mengalihkan impor ke negara lain.
Benih penolakan sudah muncul dari sejumlah perusahaan China. Mereka berusaha membatalkan atau merundingkan ulang kontrak jangka panjang yang sudah diteken dengan perusahaan Indonesia.
Tantangan kedua datang dari pengusaha di dalam negeri yang jelas tak mau rugi. Penggunaan HBA sebagai patokan ekspor berpotensi membuat eksportir membayar royalti lebih besar ketimbang memakai harga internasional.
Yang bikin repot, dalam konteks Indonesia, relasi pengusaha pertambangan dengan pemerintah yang berkuasa sangat kuat. Tak sedikit politisi, pengusaha, dan konglomerat pendukung pemerintah memiliki tentakel bisnis batubara. Apa tak ada tendensi bagi mereka melindungi kepentingan ekonominya?
Dus, boleh jadi akan ada kompromi yang mewarnai perjalanan aturan ini. Serupa aturan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam 100% di dalam negeri selama 12 bulan. Sepintas terlihat tegas namun membuka ruang penggunaan DHE untuk berbagai kepentingan termasuk membayar dividen dalam bentuk valas. Kita lihat saja.