Laba Menjulang, Saham Bank Besar Punya Potensi Upside Menarik
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten perbankan besar merilis kinerja mencengangkan untuk tahun buku 2022. Hampir semuanya melaporkan kencangnya pertumbuhan laba dan menyentuh rekor tertinggi keuntungan.
Ambil contoh, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencetak laba Rp 18,3 triliun. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang menyusul merilis laporan keuangan melaporkan laba Rp 40,7 triliun. "Semua bank besar ini mencatatkan laba bersih tertinggi," kata Suria Dharma, Kepala Riset Samuel Sekuritas, Kamis (2/2).
Ada beberapa alasan bank-bank ini mencetak pertumbuhan laba menjulang di tahun lalu. Misalnya, pertumbuhan kredit yang kencang disertai perbaikan kualitasnya. Terlihat dari rasio kredit macet (NPL) yang melandai. Ini membantu bank memangkas biaya pencadangan atau provisi.
Di sisi lain, ada peningkatan sumber biaya murah, menjadikan cost of credit bank besar lebih jinak di tahun lalu. Ini menjaga margin bunga bersih (NIM) perbankan terjaga.
Agus Pramono, Kepala Riset Aldiracita Sekuritas, yakin, pada 2023, bank bisa melanjutkan kinerja ciamiknya. Pertumbuhan ekonomi di tahun ini akan mendorong penyaluran kredit bank. "Suku bunga kelihatannya mulai stabil dan likuiditas akan terjaga," ujar dia
Saham lunglai
Terlepas dari kinerja kinclong, emiten bank justru mencatatkan penurunan harga saham. Dibandingkan dengan akhir tahun lalu, saham BBCA turun hampir 1%, sementara saham BBNI turun 1%. Kemudian, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) minus 2% year to date dan PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) anjlok 6,88% per Kamis lalu.
Agus menjelaskan, penurunan saham-saham perbankan lebih karena arus dana asing keluar alias foreign capital outflow dari pasar saham. "Perlu diingat, bank-bank besar menjadi portfolio utama investor asing, aktif maupun ETF, karena likuid," ungkapnya.
Salah satu penyebab dana asing hengkang adalah tren kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed). Untuk Februari tahun ini, The Fed mengerek bunga 25 basis poin menjadi 4,5%-4,7%.
Tercatat, nilai jual asing atau net sell di pasar saham Indonesia mencapai Rp 3 triliun year to date. Namun, Suria tidak terlalu khawatir dengan penurunan saham. Menurut dia, investor masih tertarik dengan pasar saham dalam negeri. Terlihat, dana-dana ini diparkir dulu di obligasi. Agus pun menilai, investor bisa mengakumulasi saham bank saat ini.
Berbagai analis juga menyematkan rekomendasi buy saham-saham bank besar dengan potensi upside. Berikut sejumlah pertimbangannya:
BBNI
BBNI menjadi emiten bank besar dengan pertumbuhan laba tertinggi. Laba bersih konsolidasi tercatat Rp 18,31 triliun, dengan pertumbuhan sampai 68% year on year. Ini juga menjadi perolehan laba tertinggi sepanjang sejarah BNI.
Pertumbuhan kredit BBNI di atas target awal sebesar 7%-10%. Total kredit yang bank BUMN ini salurkan tahun lalu mencapai Rp 646,19 triliun, tumbuh 10,9%. Pertumbuhan kredit ini diikuti NIM yang terjaga di posisi 4,8%. Selain itu, BNI meraup untung dari pertumbuhan fee-based income (FBI) sebesar 8,7% year on year menjadi Rp 14,8 triliun.
BNI mengklaim, pertumbuhan kredit oleh korporasi blue chip jadi penopang pertumbuhan kredit. Segmen ini tumbuh 28,9% jadi Rp 232,7 triliun. Ini menjadikan sektor business banking tumbuh 10,3% jadi Rp 532 triliun. Tapi, kredit di sektor consumer banking juga tak kalah ciamik, tumbuh 11,2% menjadi Rp 110,1 triliun.
Sembari mendorong kredit, rasio NPL BNI juga turun menjadi 2,8% dari sebelumnya 3,7%. Perbaikan kredit berisiko tinggi atau loan at risk (LAR) ini juga menjadikan biaya pencadangan lebih rendah 37,1% dibanding tahun sebelumnya.
Selain mendorong kinerja tahun ini, BNI melanjutkan transformasi digital lewat Bank Mayora yang mereka akuisisi pada 2022 lalu. Agus dalam risetnya menyebutkan, kinerja laba BBNI tahun lalu sudah sesuai dengan proyeksi. Fundamental BNI membaik di berbagai segmen, mulai dari operasional, transaksi, kualitas aset, hingga kredit. Hasil ini juga sejalan dengan strategi bank di tahun ini, sehingga bisa mengerek return on equity (ROE) kelak.
Manajemen BNI memberi target pertumbuhan kredit 7%-11% di 2023. Sementara Agus cukup optimistis dengan perkiraan pertumbuhan kredit 12,9% ke Rp 729,46 triliun. Laba BNI tahun ini diperkirakan bisa tumbuh 20,57% ke Rp 22,08 triliun. Dia mengerek target harga BBNI untuk 12 bulan ke depan jadi Rp 10.200 per saham dengan nilai buku (PBV) 1,2 kali. Rekomendasi juga diperbarui menjadi buy.
Sementara Analis Prasetya Gunadi dan Jonathan Guyadi dari Samuel Sekuritas dalam risetnya melihat beberapa poin yang akan menjadi tambahan katalis positif BBNI ke depan. Antara lain, rencana BNI mengurangi porsi deposito, sehingga kemungkinan NIM di kuartal I 2023 bisa lebih baik dibanding kuartal IV 2022. BBNI juga berencana membagikan dividen dengan payout ratio sebesar 30% hingga 40%.
Dengan peluang itu, analis Samuel Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli, dengan target harga Rp 11.700 per saham. Harga saham BBNI Kamis (2/2) Rp 9.100 per saham.
BBCA
BBCA mencatatkan pertumbuhan laba 29,6% sepanjang tahun lalu. Total laba yang dikantongi Rp 40,7 triliun.
Kreditnya tumbuh 11,7% menjadi Rp 711,3 triliun. Angka ini lebih tinggi dibanding target pertumbuhan 8%-10%. Di antara kencangnya pinjaman, kredit pemilikan rumah (KPR) melampaui level pra-pandemi. Dengan pertumbuhan sebesar 11% di tahun lalu, BCA mencatat KPR tembus Rp 108 triliun untuk pertama kalinya.
Pertumbuhan dana simpanan BCA naik 10,6% dan frekuensi transaksi mencetak rekor. "Meski terdapat tantangan berupa ketidakpastian perekonomian global, kami melihat momentum bisnis di Indonesia kembali bertumbuh," ucap Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, Kamis (26/1).
Analis Arief Machrus dari Sinarmas Sekuritas melihat ruang pertumbuhan BCA masih sangat besar, didukung loan to funding ratio (LFR) di kisaran 65,2%. Likuiditas yang longgar ini akan mendorong ekspansi pada 2023 di tengah pemulihan ekonomi domestik dan tingkat bunga tinggi. Proyeksi Arief, BBCA mempertahankan pertumbuhan kredit 10% di 2023.
Kelebihan BBCA lainnya adalah mayoritas sumber dana murah (CASA) mendominasi dengan porsi 81%. Selain itu, NPL terus turun ke 1,7% di akhir 2022 berbanding 2,2% pada tahun sebelumnya. Hal ini akan menjaga beban kredit atau cost of credit. Margin bunga juga terjaga di kisaran 5,3%.
Meski kinerja tampak menarik, valuasi saham BBCA yang lebih mahal dibandingkan dengan peers perlu mereka jaga dengan pertumbuhan ke depan. Jika BBCA bisa menjaga pertumbuhan kredit dua digit tanpa mengikis NIM atau mengerek rasio kredit bermasalah, ini akan jadi katalis positif untuk rekomendasi saham BBCA.
Saat ini, Arief masih mempertahankan add saham BBCA dengan target harga Rp 9.800 per saham. Artinya, ada potensi upside sampai 16% dibanding penutupan Kamis (2/2) di posisi Rp 8.450 per saham.
BMRI
Bank Mandiri tak kalah ciamik mencetak laba. Di akhir 2022, BMRI mencatatkan laba bersih Rp 41,2 triliun, tumbuh 46,89% dibanding 2021.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menjelaskan, kinerja yang solid tersebut tak terlepas dari kondisi makroekonomi yang membaik. Alhasil, fungsi intermediasi bank juga berjalan positif.
Hingga akhir 2022, kredit konsolidasi Bank Mandiri mampu tumbuh sebesar 14,48% menjadi Rp 1.202,2 triliun. Rasio NPL turun 93 basis poin menjadi 1,88%. Tak heran, Bank Mandiri optimistis, sepanjang 2023, kredit bisa tumbuh positif di kisaran 10% hingga 12%.
Menurut Analis Handiman Soetoyo dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia, pertumbuhan kredit kencang BMRI, penurunan rasio kredit macet kotor, bersamaan dengan penurunan biaya pencadangan, akan menjaga keleluasaan Bank Mandiri di tengah ketidakpastian pada tahun ini.
Dengan kuatnya fundamental dan likuiditas, dia memperkirakan, pertumbuhan pinjaman BMRI bisa mencapai 14% dan NIM Bank Mandiri berpotensi berada di 6%.
Handiman mempertahankan rekomendasi buy untuk BMRI dengan target harga Rp 12.300 untuk 12 bulan ke depan. Harga saham BMRI ini merefleksikan nilai buku (P/B) 2 kali.
BBRI
BRI memang belum merilis laporan keuangan. Namun, laba yang mereka torehkan kemungkinan jadi yang terbesar di antara bank besar lain. Pasalnya, hingga November 2022 saja, berdasarkan laporan keuangan individu bank, laba BBRI tercatat Rp 43,96 triliun. Ini belum laba konsolidasian dari anak-anak usahanya.
Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan, akan mempublikasikan laporan keuangan 2022 pada 8 Februari nanti.
Aldiracita juga melihat kemungkinan BBRI akan melaporkan kinerja yang bagus, dengan pertumbuhan yang tinggi dibanding 2021, di mana Indonesia masih tertahan pandemi. Proyeksi dia, rolling net profit BBRI sekitar Rp 53 triliun, dan berpeluang melampaui perkiraan konsensus.
Mengutip Bloomberg, 97% analis merekomendasikan beli saham BBRI. Berdasarkan konsensus, rata-rata target harga saham BBRI untuk 12 bulan ke depan Rp 5.568 per saham.
Masih luas peluang upside saham-saham bank besar.