KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan mulai merilis laporan kinerja keuangan kuartal III-2021. Termasuk sejumlah bank kecil yang berniat fokus menggarap layanan digital banking di Tanah Air.
Memang, Bank Jago Tbk (ARTO) bisa mencatatkan laba setelah bertahun-tahun merugi. Pada kuartal III-2021 ARTO mencatat laba Rp 14 miliar. Namun jika dihitung sejak awal tahun hingga September 2021, ARTO masih merugi Rp 32,6 miliar, turun dibanding dengan kerugian di periode sama tahun lalu yang senilai Rp 54 miliar.
Direktur Utama Bank Jago, Kharim Siregar mengatakan, perolehan laba bersih di kuartal III 2021 sejalan pertumbuhan kredit. Penyaluran kredit Bank Jago hingga September 2021 mencapai Rp 3,73 triliun, melonjak 502% year on year (yoy). Pertumbuhan kredit terutama terjadi di kuartal III dengan kenaikan sebesar Rp 1,56 triliun dari posisi kuartal sebelumnya.
Walhasil, pendapatan bunga meningkat 478% menjadi Rp 355 miliar. Sementara beban bunga hanya terkerek 104% menjadi Rp 38 miliar. Ini menghasilkan pendapatan bunga bersih senilai Rp 318 miliar, atau tumbuh 640% yoy.
"Ada kemajuan bisnis dengan strategi memperluas kolaborasi dan integrasi dengan ekosistem digital," klaim Kharim dalam keterangan resmi, Jumat (22/10).
Menurutnya, aplikasi Jago telah terintegrasi dengan aplikasi reksadana online Bibit.Id dan aplikasi Gojek. Jago juga menggandeng financial technology (fintech) peer to peer lending (p2p lending), multifinance dan institusi keuangan lain berbasis digital. Sejatinya itu tak istimewa. Layanan digital banking lain juga serupa.
Bank digital lain, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), mencatat laba bersih Rp 85,73 miliar pada September 2021 atau naik 77,16% yoy dari Rp 48,39 miliar. Peningkatan laba seiring bertambahnya pendapatan bunga 262,62% yoy jadi Rp 131,56 miliar dan pendapatan operasional naik 74,24% yoy menjadi Rp 88,55 miliar. Di lain sisi ada penurunan beban operasional dari Rp 72,71 miliar menjadi sekitar Rp 58,91 miliar.
Aset bertambah menjadi Rp 6,89 triliun di September 2021 dari Rp 2,58 triliun 2020. Ini tak lepas dari penyaluran kredit yang agresif. Bank yang diakuisisi Chairul Tanjung November 2020 ini berhasil menyalurkan kredit Rp 2,03 triliun di kuartal III 2021, naik 66% yoy.
Sementara Bank Digital BCA menelan kerugian Rp 37,61 miliar di kuartal III-2021. Padahal periode sama tahun 2020, anak usaha Bank Central Asia (BCA) ini masih untung Rp 41,99 miliar.
Bank Digital BCA masih meraup pendapatan bunga bersih Rp 89,92 miliar di kuartal III-2021. Tapi, beban tenaga kerja dan promosi membuat beban operasional selain bunga, membengkak menjadi Rp 127 miliar dari Rp 47 miliar.
Maklum persaingan mengakuisisi nasabah baru di bank digital semakin sengit. Belum lagi pengembangan teknologi dan infrastruktur perlu sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
Aplikasi Blu milik BCA Digital menggandeng Blibli sebagai upaya menjaring nasabah baru. Hingga pertengahan September 2021 lebih dari 15.000 rekening blu dibuka lewat layanan Blibli dan blu dengan nilai transaksi Rp 40 miliar sejak peluncuran kolaborasi ekosistem digital ini pada Juli lalu.
Boleh saja bankir bank digital bertepuk dada. Mari kita bongkar fundamental mereka. Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy menilai, harga saham-saham bank digital sudah kemahalan.
Price to book value (PBV) dan perbandingan harga dan laba per saham (PER) sudah terlampau tinggi. Dengan kondisi itu, ia memperkirakan pembeli saham bank digital bukan investasi jangka panjang, tetapi untuk trading harian.
Budi memperkirakan, prospek harga saham-saham tersebut di masa depan tidak seimbang. "Untuk trader silakan. Tetapi untuk investor jangka panjang, downside risk tidak sesuai dengan potensi return," kata Budi, kepada KONTAN kemarin (22/10).
Seorang analis saham sepakat dengan Budi. Ia mencontohkan harga wajar Bank Jago cuma empat kali PBV. "Book value-nya Rp 600," ujar dia.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.