Manajer Investasi Profit Taking, Kepemilikan Reksadana di SBN Menyusut

Sabtu, 13 Juli 2019 | 07:50 WIB
Manajer Investasi Profit Taking, Kepemilikan Reksadana di SBN Menyusut
[]
Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi yang sedang bullish ternyata membuat sebagian investor memilih untuk melakukan profit taking. Hal ini terlihat pada kepemilikan reksadana di Surat Berharga Negara (SBN) yang masih belum sebesar akhir tahun lalu.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, nilai kepemilikan reksadana di SBN baru mencapai Rp 111,93 triliun hingga Rabu (10/7) lalu. Posisi ini masih lebih rendah sekitar Rp 6,7 triliun dibanding posisi reksadana di SBN pada akhir 2018 yang sebesar Rp 118,63 triliun.

Head of Research & Consulting Service Infovesta Utama Edbert Suryajaya mengatakan, penurunan kepemilikan reksadana di SBN akibat aksi profit taking dari investor institusi. Biasanya, investsor institusi memiliki target imbal hasil yang direalisasikan menjadi keuntungan.

Nah, fund manager yang mengelola reksadana pendapatan tetap akhirnya memilih untuk menjual SBN yang dimilikinya guna memenuhi redemption dari investor. Alhasil, kepemilikan reksadana masih menciut.

Senada, Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja menyebut, aksi ambil untung memang menjadi satu-satunya penyebab kepemilikan reksadana di SBN masih menurun hingga awal Juli ini.

Eric menduga, profit taking dilakukan oleh reksadana pendapatan tetap yang menerapkan strategi pengelolaan pasif. Terlebih disaat kenaikan harga SUN melonjak lebih dari 9%.

Asal tahu saja, per Jumat (12/7), harga Surat Utang Negara (SUN) acuan tenor 10 tahun sebesar 107,444. Jika dihitung, harga SUN seri FR0078 ini sudah melonjak 5,07% sejak akhir 2018 lalu. Dengan keadaan ini, potensi investor reksadana untuk mendapatkan untung dari capital gain sudah terjadi.

Selain kenaikan harga, posisi yield SUN pun sedang dalam tren penurunan. Kemarin, yield SUN acuan tenor 10 tahun ada di level 7,179%. Ini menjadi rekor yield terendah FR0078 sejak ditunjuk sebagai SUN acuan. Padahal di akhir 2018 lalu, yield seri ini masih betah di posisi 7,924%.

Waktu yang tepat

Walau masih terlihat turun dari posisi di akhir tahun lalu, kepemilikan reksadana di SBN sebenarnya mengalami kenaikan jika dibandingkan bulan sebelumnya. Pada 28 Juni lalu, kepemilikan reksadana di SBN hanya Rp 106,76 triliun.

Hal ini terjadi karena banyak juga manager investasi yang menambah porsi SUN terutama di tenor panjang untuk produk reksadana yang dimilikinya. Terlebih, kini peluang pemangkasan suku bunga semakin di depan mata.

Edbert menambahkan, sebenarnya saat ini adalah waktu yang tepat bagi reksadana untuk masuk. Karena, jika Bank Indonesia melakukan pemangkasan suku bunga acuan, posisi yield SUN bakal masuk tren penurunan. "Jadi sulit mencari yield tinggi seperti sebelum bunga turun," kata dia.

Namun, sejumlah tantangan bisa menghadang kenaikan kepemilikan reksadana di SBN. Salah satunya adalah currenct account deficit (CAD) Indonesia yang diperkirakan kembali melebar. Jika ini terjadi, posisi rupiah rentan dan berpotensi membuat outflow pada SBN.

Bagikan

Berita Terbaru

Akuisisi DATA oleh TOWR, Fixed Broadband Merambah Pasar dengan Harga Terjangkau
| Jumat, 31 Januari 2025 | 09:23 WIB

Akuisisi DATA oleh TOWR, Fixed Broadband Merambah Pasar dengan Harga Terjangkau

Dengan memanfaatkan harga kompetitif DATA sebesar Rp 200 ribu/bulan per koneksi, TOWR bermaksud meningkatkan skala bisnis FTTH-nya.

Fed Tahan Suku Bunga, Aksi Jual Asing di Pasar Saham Bisa Berlanjut
| Jumat, 31 Januari 2025 | 08:32 WIB

Fed Tahan Suku Bunga, Aksi Jual Asing di Pasar Saham Bisa Berlanjut

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpukul ke zona merah usai keputusan Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve  menahan suku bunga acuan.

Emiten Poultry Masih Berkotek Kendati Ada Hantu Daya Beli
| Jumat, 31 Januari 2025 | 07:16 WIB

Emiten Poultry Masih Berkotek Kendati Ada Hantu Daya Beli

Meskipun masih menghadapi persoalan daya beli, kinerja emiten unggas atau poultry berpeluang didorong sejumlah katalis positif. 

Nada Hawkish Fed Menekan IHSG
| Jumat, 31 Januari 2025 | 07:13 WIB

Nada Hawkish Fed Menekan IHSG

Kinerja IHSG yang cenderung tertekan disebabkan keputusan Federal Reserve yang menahan suku bunga acuan

Anggaran Renovasi Sekolah Dipatok Rp 20 Triliun
| Jumat, 31 Januari 2025 | 07:05 WIB

Anggaran Renovasi Sekolah Dipatok Rp 20 Triliun

Anggaran renovasi sekolah diperuntukan untuk perbaikan sekolah, toilet termasuk juga untuk sekolah keagamaan.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Belum Merata
| Jumat, 31 Januari 2025 | 07:00 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Belum Merata

Indonesia berada di perinkat 36 di negara kawasan untuk skor inclusive development index (IDI) sebesar 3,95.

Pemerintah Baru Cabut  50 Sertifikat di Pagar Laut
| Jumat, 31 Januari 2025 | 06:20 WIB

Pemerintah Baru Cabut 50 Sertifikat di Pagar Laut

Kejaksaan Agung sedang menyigi perkara pagar laut di perairan Tangerang yang diduga ada tindak pidana korupsi

Presiden Prabowo Minta Investigasi
| Jumat, 31 Januari 2025 | 06:15 WIB

Presiden Prabowo Minta Investigasi

Prabowo sudah membahas perkara ini dengan Anwar Ibrahim dan berharap ada investigasi secara menyeluruh.

Plafon Naik, Fintech Bakal Perluas Pasar
| Jumat, 31 Januari 2025 | 06:15 WIB

Plafon Naik, Fintech Bakal Perluas Pasar

Kini fintech lending bisa memberi pinjaman produktif hingga  Rp 5 miliar dari sebelumnya yang dibatasi hanya Rp 2 miliar.

Trumponomics
| Jumat, 31 Januari 2025 | 06:11 WIB

Trumponomics

Trumponomics yang berbasis kebijakan tarif impor tinggi ini dikhawatirkan menyulut inflasi di AS lantaran membebankan biaya tambahan ke konsumen.

INDEKS BERITA

Terpopuler