Melanggar UU Persaingan, Grab Menghadapi Ancaman Denda US$ 20,53 Juta
KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Grab tengah menghadapi masalah hukum terkait pelanggaran Undang-Undang Persaingan Usaha.
Perusahaan ride-hailing itu diputuskan bersalah lantaran telah menyalahgunakan posisi dominannya di pasar lokal.
Atas pelanggaran tersebut, Grab menghadapi hukuman denda lebih dari RM 86 juta, setara US$ 20,53 juta (US$ 1 = RM 4,1880)
Grab disebut telah mencegah para mitra pengemudinya mempromosikan dan menyediakan layanan iklan untuk para pesaingnya.
Baca Juga: Tolak penundaan, KPPU segera sidangkan kasus monopoli Grab
Pernyataan tersebut disampaikan oleh The Malaysia Competition Commission (MyCC) seperti dikutip dari pemberitaan Reuters (03/10).
"MyCC mencatat bahwa klausul pembatasan memiliki efek mendistorsi persaingan di pasar dengan menciptakan hambatan bagi ekspansi para pesaingnya yang ada saat ini maupun di masa mendatang," kata Ketua MyCC Iskandar Ismail dalam konferensi pers.
MyCC juga menjatuhkan hukuman harian sebesar RM 15.000 yang dimulai pada hari Kamis.
Baca Juga: GrabFood kuasai layanan pengiriman makanan di wilayah Asia Tenggara
Denda tersebut akan terus diberikan sepanjang Grab gagal untuk mengambil tindakan perbaikan seperti yang diarahkan oleh komisi dalam menangani masalah persaingan.
Tanggapan Grab
Di bawah Undang-Undang Persaingan Malaysia, pebisnis atau perusahaan yang memiliki posisi monopoli atau dominan di pasar bukan merupakan pelanggaran hukum.
Kecuali pebisnis atau perusahaan terkait menyalahgunakan posisi dominannya tersebut.
Iskandar mengatakan Grab memiliki waktu 30 hari kerja untuk memberikan tanggapan sebelum MyCC mengeluarkan keputusan akhir.
Juru bicara Grab menyebut perusahaannya akan menyerahkan representasi tertulis ke MyCC pada 27 November 2019.
Baca Juga: Wow, industri internet Asia Tenggara bakal sentuh US$ 100 miliar tahun ini
Juru bicara yang tidak disebutkan namanya itu mengungkapkan kepada Reuters, pihaknya terkejut dengan keputusan MyCC.
Sebab, Grab meyakini adalah sebuah praktik bisnis yang umum bagi perusahaan untuk memutuskan ketersediaan dan jenis iklan pihak ketiga pada platform masing-masing, disesuaikan dengan kebutuhan dan feedback dari konsumen.
"Kami mempertahankan posisi bahwa kami telah sepenuhnya mematuhi Undang-Undang Persaingan," kata juru bicara tersebut.