Mencari Saham Murah yang Mencetak Pertumbuhan Tinggi

Senin, 16 Oktober 2023 | 12:35 WIB
Mencari Saham Murah yang Mencetak Pertumbuhan Tinggi
[ILUSTRASI. Parto Kawito - Direktur PT Infovesta Utama]
Parto Kawito | Direktur PT Infovesta Utama

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dari sekian banyak metode  mencari keuntungan di pasar modal, pemilihan saham yang harganya murah relatif terhadap laporan keuangan menjadi pilihan masuk akal dan banyak dianjurkan oleh para investor sukses. Biasanya dipakai perhitungan price earning ratio (PER) dengan filter PER lebih rendah dibandingkan   industrinya atau suatu angka tertentu misalnya PER lebih kecil dari 5 kali dianggap murah.

Namun untuk melengkapi pencarian saham murah bisa kita tambah dengan memilih saham dengan pertumbuhan laba yang tinggi untuk periode historis tertentu yang diwakili dengan earning per share (EPS) growth alias pertumbuhan laba bersih per saham.  Tentu saja investor menginginkan harga saham murah, namun labanya tumbuh tinggi. Sehingga dihitunglah PEG, yaitu PER dibagi dengan growth dari laba bersih per saham. 

PEG kecil menandakan harga yang relatif murah dibandingkan earning growth. Sebagai rule of thumbs, PEG lebih kecil dari satu kali, dianggap harga saham yang murah. Contohnya saham dengan PER  10 kali dan pertumbuhan laba bersih per saham 20%, maka PEG=10/20=0,5 alias murah. Kita bisa juga menggunakan filter PEG lebih kecil dari PEG industri sebagai batas valuasi yang murah.

Perhitungan PEG lebih lengkap dibanding hanya menggunakan PER karena bisa saja suatu saham memiliki PER rendah akibat EPS di laporan keuangan terakhir. Namun sebetulnya EPS mengalami kemunduran dibanding laporan keuangan periode sebelumnya. 

Dalam upaya mencari saham murah, kali ini penulis tergerak mencari saham di IDX 30 dengan menggunakan EPS growth periode enam tahun terakhir berdasar annualized EPS di laporan keuangan semester II 2017 hingga semester II 2023. Sedangkan harga saham diambil per tanggal 11 Oktober 2023 saat artikel ini dibuat. 

Baca Juga: Jeli Memilih Saham Kecil dan Menengah

Hasil pengamatan didapatkan beberapa saham dengan EPS growth negatif yang akhirnya disingkirkan karena hanya yang positif yang diinginkan. 
Akhirnya didapat 12 saham dengan PEG dibawah 1 kali. Tampak saham-saham di sektor energi mendominasi, seperti ITMG, ADRO,  PTBA dan HRUM.

Lalu menyusul sektor barang baku yaitu ANTM, INCO, ESSA. Lalu masing-masing hanya ada satu saham dari sektor perindustrian yang diwakili UNTR dan sektor barang konsumer primer yaitu INDF serta sektor perbankan diwakili BBNI. Sedangkan jika hanya melihat pertumbuhan EPS selama periode enam tahun terakhir tanpa memperhatikan harga sahamnya.

Selanjutnya penulis tergerak menggabungkan PEG dengan price book value (PBV) untuk mencari saham yang murah dari segi pertumbuhan laba dan nilai bukunya. Jadi dobel murah. Hasilnya akan lebih berbicara jika ditampilkan di grafik serta dibuat regresi linear. Walau seharusnya saham dikelompokkan berdasarkan industrinya, namun karena keterbatasan jumlah saham, semua saham dijadikan satu di grafik. 

Ada dua saham dengan nilai buku yang relatif jauh lebih tinggi (outlier) yaitu BBCA dengan PBV 4,85 kali dan AMRT yang mencatatkan PBV sekitar 9,8 kali, maka kedua saham ini tidak diikutsertakan agar grafik lebih baik dan jelas. 

Hasilnya bisa diintepretasikan saham di bawah garis regresi berarti secara PEG dan PBV relatif murah dibandin  teman segrup di IDX30. Saham super murah ada empat yaitu INDF, PGAS, ADRO dan ASII. Sedangkan yang murah antara lain  ITMG, HRUM, MEDC, UNTR dan BBNI serta TOWR.

Dari beberapa hasil yang di terangkan sebelumnya, saham manakah yang seharusnya dipilih investor? Jawabannya tergantung strategi, horizon investasi dan profil risiko masing-masing investor. 

Bila ingin yang super murah bisa pilih berdasarkan grafik. Namun investor harus lebih bersabar dengan horizon investasi yang lebih panjang, minimal selama satu tahun.  Bila investor tidak nyaman dengan sektor energi, misalnya, bisa memilih sektor barang konsumer primer (INDF) atau  bank (BBNI). Jangan lupa mengerjakan pekerjaan rumah sendiri dengan melihat prospek industri dan saham yang akan baik di masa mendatang.       

Bagikan

Berita Terbaru

Menggosok Laba dari Jasa Cuci Sepatu
| Minggu, 17 November 2024 | 05:21 WIB

Menggosok Laba dari Jasa Cuci Sepatu

Peluang usaha cuci dan perawatan sepatu kian menjanjikan. Dengan tarif terjangkau dan adanya layanan antar jemput, omzet bisa berkilauan.

Berharap pada Pariwisata
| Minggu, 17 November 2024 | 05:21 WIB

Berharap pada Pariwisata

Rilis kinerja ekonomi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) awal November lalu masih menyisakan kekhawatiran. Apa saja?

 
Tidak Ada Lagi Impor Sampah Plastik
| Minggu, 17 November 2024 | 05:21 WIB

Tidak Ada Lagi Impor Sampah Plastik

Pemerintah bakal melarang impor sampah plastik mulai 2025.​ Berlaku untuk semua jenis sampah, termasuk yang terpilah.

Perencanaan Anggaran untuk Deteksi Dini Kanker
| Minggu, 17 November 2024 | 05:21 WIB

Perencanaan Anggaran untuk Deteksi Dini Kanker

Merencanakan anggaran preventif kanker sejak dini penting untuk mengurangi risiko finansial. Simak saran perencanaan di sini!

Bisa Untung di Single Stock Futures (SSF), Meski Pasar Saham Loyo
| Minggu, 17 November 2024 | 05:21 WIB

Bisa Untung di Single Stock Futures (SSF), Meski Pasar Saham Loyo

Melalui Single Stock Futures (SSF), investor dapat menjaring cuan di semua siklus pasar. Simak cara memanfaatkannya! 

Sengkarut Tata Kelola di Balik Anomali Pasar Susu Sapi
| Minggu, 17 November 2024 | 05:15 WIB

Sengkarut Tata Kelola di Balik Anomali Pasar Susu Sapi

Impor bahan baku susu menjadi biang kerok produksi susu nasional tak pernah manis. Produksi susu peternak kalah saing dengan susu impor. Kenapa?

Bank Masih Sulit Pangkas Bunga KPR
| Sabtu, 16 November 2024 | 11:31 WIB

Bank Masih Sulit Pangkas Bunga KPR

Rata-rata bunga floating KPR bank besar masih tinggi kendati Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan

Beban Utang Luar Negeri Pemerintah Meningkat
| Sabtu, 16 November 2024 | 08:58 WIB

Beban Utang Luar Negeri Pemerintah Meningkat

Kenaikan imbal hasil US Treasury berisiko membuat biaya utang pemerintah saat ini maupun ke depan menjadi lebih mahal

Surplus Neraca Dagang Tidak Berefek ke Rupiah
| Sabtu, 16 November 2024 | 08:52 WIB

Surplus Neraca Dagang Tidak Berefek ke Rupiah

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus 54 bulan berturut-turut

Gagal Berkarier di Militer, Karier Kerry di Industri Otomotif Moncer
| Sabtu, 16 November 2024 | 07:35 WIB

Gagal Berkarier di Militer, Karier Kerry di Industri Otomotif Moncer

Perjalanan karier Kariyanto Hardjosoemarto hingga menjadi Direktur di PT Inchcape Indomobil Distribution Indonesia

INDEKS BERITA

Terpopuler