KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ibarat membakar lumbung untuk mengusir tikus. Kendati ada maksud baik yang ingin dicapai, namun kebijakan itu memunculkan ongkos yang lebih besar dibandingkan manfaatnya.
Bahwa ada risiko pelaku kejahatan memanfaatkan keberadaan rekening dormant memang tak bisa dibantah. Hasil investigasi yang dilakukan PPATK memperlihatkan adanya celah tersebut.
Mengutip berita di media online, PPATK mengendus ada sejuta lebih rekening yang terkait dengan aksi kejahatan. Dari jumlah itu, lembaga intelijen keuangan di negeri ini menandai ada 150.000 rekening yang merupakan nominee, hasil jual beli atau hasil aktivitas ilegal lainnya.
Rekening-rekening memang mungkin berawal dari rekening dormant. Definisi sederhana tentang rekening dormant di bank adalah rekening yang tidak aktif, atau dalam bahasa yang lebih lugas, tidak ada transaksi, selama periode tertentu. Masing-masing bank memiliki definisi tersendiri tentang seberapa lama suatu rekening tidak aktif untuk dinyatakan dormant.
Andai 150.000 rekening yang menjadi penampung dana hasil kejahatan itu memang semula berwujud rekening dormant, kebijakan pemblokiran terkesan berlebihan dan gak nyambung.
Logika PPATK yang loncat, misalnya, tampak dari pernyataan pimpinannya, Ivan Yustiavandana, yang diberitakan awal pekan ini. Menurut Ivan, setelah pemblokiran sekitar 31 juta rekening dormant selama beberapa bulan terakhir, nilai transaksi judi onlen pun merosot.
Loh, bukankah rekening dormant itu justru rekening yang tidak memiliki aktivitas keluar masuk uang? Sementara transaksi jelas memunculkan pergerakan dana.
Kalau memang ingin menghentikan lalu lintas uang judi online, yang seharusnya menjadi incaran adalah rekening yang pergerakan dananya aktif, bukan rekening dormant.
Memblokir rekening dormant mungkin bisa mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan dalam mencari rekening yang bisa disalahgunakannya. Tapi, tindakan antisipatif itu sungguh keliru dalam logika hukum. Kalau logika semacam itu diperbolehkan, yang terjadi adalah kesewenang-wenangan.
Kiprah PPATK memblokir rekening dormant menjadi makin dipertanyakan saat Otoritas Jasa Keuangan pekan ini menyatakan telah meminta perbankan untuk memblokir 25 ribuan rekening yang terkait dengan judi online.