Mencermati ORI

Senin, 17 Februari 2025 | 06:14 WIB
Mencermati ORI
[ILUSTRASI. TAJUK - Thomas Hadiwinata]
Thomas Hadiwinata | Managing Editor

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Obligasi ritel negara, atau populer disingkat ORI, seri 027, laris manis sepanjang pekan lalu. Selama tiga-empat hari saja, nilai pemesanan yang masuk mencapai belasan triliun rupiah. Padahal, dalam dua pekan pertama penawarannya, ORI baru mengumpulkan dana Rp 7 triliun. 

Mengagetkan? Tidak juga sih. Mengingat, segmen pasar yang dituju ORI adalah masyarakat kebanyakan, yang memiliki dana dingin di tangan dalam nilai terbatas. 

Di segmen pemodal seperti ini, proses menimbang-nimbang jelas akan panjang. Bisa jadi, karena mereka perlu merealokasi dana. Jadi, uang yang diparkir pendana kelas ritel di ORI ya sebetulnya duit hasil pencairan investasi mereka di instrumen lain. Satu sumber dana untuk ditempatkan di ORI 027 adalah investasi di ORI 21 yang baru saja jatuh tempo pada akhir pekan lalu. 

Tanda-tanda bahwa ORI 027 pada akhirnya akan laku keras juga terlihat dari narasi yang dibangun seputar penerbitan ORI seri terdahulu, yaitu ORI 026. Saat ORI 026 terbit, September tahun lalu, ada semacam konsesus bahwa Bank Indonesia (BI) akan memangkas bunga acuan yang saat itu sebesar 6%. Atas dasar proyeksi semacam itu, mereka yang mencermati pasar pun meyakini ORI 026 akan laku, karena itu akan menjadi SBN ritel terakhir yang memberi kupon 6% per tahun.

Fast forward ke awal tahun ini, BI memang memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Tapi langkah serupa tidak diambil Kementerian Keuangan saat merancang struktur ORI 027. 

Kupon yang ditawarkan untuk ORI 027 tenor 3 tahun malah naik menjadi 6,65% per tahun, dari 6,30% per tahun yang ditawarkan ORI 026 tenor 3 tahun. Untuk tenor 6 tahun, kupon yang ditawarkan juga bergeser ke atas dari 6,40% untuk ORI 026 menjadi 6,75% untuk ORI 027.

Dari sudut pemilik dana, jelas ini penawaran yang sulit untuk ditolak. Terbukti, ORI 027 sekarang laris.

Namun kalau kita melihat dengan angle yang lebih besar, ada dua hal menarik dari struktur penawaran ORI 027. Pertama, tentu tren kupon yang berlawaran dengan arah bunga acuan. Apakah itu berarti BI rate sudah tak relevan lagi? Bisa jadi, mengingat tema kekeringan likuiditas lebih sering terdengar saat ini.

Kedua, perubahan target penerimaan dana, di mana kuota untuk tenor tiga tahun ditingkatkan, sementara kuota enam tahun dipangkas. Apakah minat lebih tinggi di tenor jangka pendek ini berarti para pendana mulai mengantisipasi perubahan tingkat risiko?

Selanjutnya: Melihat Potensi Penurunan Biaya Provisi Perbankan

Bagikan

Berita Terbaru

Bullion Bank Meluncur 26 Februari, Begini Peluang Bisnis Emas di Indonesia
| Jumat, 21 Februari 2025 | 18:53 WIB

Bullion Bank Meluncur 26 Februari, Begini Peluang Bisnis Emas di Indonesia

Presiden  akan meresmikanbullion bank 26 Februari 2025. BSI dan anak usaha BRI Pegadaian  kantongi izin . Begini peluang bisnis emas di Indonesia

Harga Saham INTP Anjlok Terus Sejak Akhir 2024, Investor Asing Banyak yang Nyangkut
| Jumat, 21 Februari 2025 | 17:46 WIB

Harga Saham INTP Anjlok Terus Sejak Akhir 2024, Investor Asing Banyak yang Nyangkut

Industri semen di kuartal I-2025 akan dihadapi dengan persoalan cuaca, belanja konstruksi yang rendah di awal tahun, dan banyaknya hari libur.

Kabar Royalti Nikel Naik Jadi 15%, Laba ANTM, INCO, Hingga MBMA bisa Tergerus Lumayan
| Jumat, 21 Februari 2025 | 11:47 WIB

Kabar Royalti Nikel Naik Jadi 15%, Laba ANTM, INCO, Hingga MBMA bisa Tergerus Lumayan

Penurunan laba dari penjualan bijih nikel emiten diprediksi bisa mencapai hingga 9% jika tarif royalti dinaikkan.

Terbitkan SBN untuk Sokong 3 Juta Rumah
| Jumat, 21 Februari 2025 | 08:53 WIB

Terbitkan SBN untuk Sokong 3 Juta Rumah

Hal ini diputuskan dalam rapat Kemkeu dengan Kementerian Perumahan dan Permukiman, Kementerian BUMN, Bank Indonesia, dan Komisi XI DPR

Awas! Rasio Utang Pemerintah Merambat Naik
| Jumat, 21 Februari 2025 | 08:44 WIB

Awas! Rasio Utang Pemerintah Merambat Naik

Rasio utang pemerintah tahun 2024 naik menjadi 39,67% PDB, setara dengan rasio utang saat awal Covid 2020

Berlomba-lomba Rebut Pangsa Pasar, Persaingan Harga Layanan Telekomunikasi Kian Ketat
| Jumat, 21 Februari 2025 | 08:34 WIB

Berlomba-lomba Rebut Pangsa Pasar, Persaingan Harga Layanan Telekomunikasi Kian Ketat

Kualitas layanan internet operator telekomunikasi di Indonesia, baik fixed broadband maupun mobile internet jauh di bawah negara lain

Rupiah Siap-Siap Melemah Lagi di Akhir Pekan
| Jumat, 21 Februari 2025 | 07:52 WIB

Rupiah Siap-Siap Melemah Lagi di Akhir Pekan

Arah pergerakan rupiah masih akan dipengaruhi perubahan kondisi ekonomi global, terutama terkait kebijakan suku bunga

Tanpa Intervensi Bank Indonesia (BI), Rupiah Bisa Terkapar ke Rp 17.000 Per Dolar AS
| Jumat, 21 Februari 2025 | 07:50 WIB

Tanpa Intervensi Bank Indonesia (BI), Rupiah Bisa Terkapar ke Rp 17.000 Per Dolar AS

Rupiah akan mampu bertahan di  Rp 16.000 - Rp 16.500 per dolar Amerika Serikat (AS), terutama didorong oleh aksi intervensi BI. 

Tanpa Intervensi Bank Sentral, Rupiah Bisa ke Rp 17.000
| Jumat, 21 Februari 2025 | 07:48 WIB

Tanpa Intervensi Bank Sentral, Rupiah Bisa ke Rp 17.000

Meski Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan alias BI rate, rupiah diperkirakan masih akan tertekan untuk jangka pendek.

Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) Tertekan Kelesuan dan Persaingan Pasar
| Jumat, 21 Februari 2025 | 07:45 WIB

Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) Tertekan Kelesuan dan Persaingan Pasar

Di tengah utilisasi rendah, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) tertekan biaya pemeliharaan pabrik yang lebih besar.

INDEKS BERITA

Terpopuler