Topik soal ekonomi bayangan (shadow economy) kembali menjadi buah bibir. Kali ini, pemicunya lantaran istilah shadow economy muncul dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2026. Pemerintah bakal menyasar aktivitas ekonomi bayangan sebagai strategi untuk menggenjot penerimaan negara pada tahun 2026 mendatang.
Konon, potensi penerimaan negara berupa pajak maupun non-pajak sangat besar dari shadow economy di negeri ini. Ada pakar pajak yang menghitung nilainya puluhan triliun rupiah per tahun. Bahkan, Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo, pernah menyebut potensi penerimaan negara dari shadow economy bisa jauh lebih besar dan akan menopang rasio pajak (tax ratio) hingga level 18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan.
Sudah berlangganan? MasukBerlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.
Kontan Digital Premium Access
Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari
Rp 120.000
Business Insight
Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan