Menjaga Daya Beli Saat Inflasi Sedang Tinggi

Sabtu, 11 November 2023 | 13:01 WIB
Menjaga Daya Beli Saat Inflasi Sedang Tinggi
[ILUSTRASI. Wawan Hendrayana, Vice President Infovesta]
Wawan Hendrayana | Vice President Infovesta

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki November 2023 bursa saham masih cenderung loyo secara year to date (ytd), seiring melemahnya pertumbuhan ekonomi. Penurunan harga energi terutama batubara memicu ekspektasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. 

Kondisi ini terlihat suram untuk berinvestasi. Tapi dapat menjadi entry point untuk investor jangka panjang. Salah satu prinsip dasar investasi, mempersiapkan kebutuhan masa depan dengan menyisihkan sebagian kekayaan kita. 

Umumnya saat pertumbuhan ekonomi tinggi, inflasi akan naik dan sebaliknya. Dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi tahun depan membaik, investor harus siap dengan inflasi yang menanjak. Investor harus mampu menempatkan dana pada instrumen dengan imbal hasil melebihi inflasi agar kekayaan bertambah.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), 10 tahun terakhir inflasi tahunan tertinggi di tahun 2013, mencapai 838%. Sedangkan terendah pada 2020 sebesar 1,68%. Rata-rata inflasi tahunan dalam 10 tahun terakhir itu 4,01%. Bila diakumulasi, pertumbuhan inflasi 10 tahun terakhir adalah 54%.

Baca Juga: Jerome Powell Hilangkan Harapan Puncak Suku Bunga, Bursa Eropa Tergelincir

Berdasarkan informasi tersebut, tantangan investor, harus bisa mengembangkan dana minimal 54% dalam 10 tahun. Investasi apa yang dapat  mengalahkan inflasi? Sepuluh tahun terakhir investasi deposito sesuai bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat mempertahankan daya beli.  Namun bila memperhitungkan pajak deposito, pertumbuhannya  turun menjadi 47%. Jadi masih merugi. Daya beli turun dan tidak tumbuh. 

Instrumen yang mengalahkan inflasi yaitu obligasi negara sebesar 76% atau  68% net setelah pajak. Selanjutnya silakan lihat tabel. 
Emas yang digadang-gadang dapat melawan inflasi, tumbuh sekitar 50%. Artinya secara nominal uang investor tidak berkurang ketika memegang emas, tapi daya beli turun. 

Yang mengejutkan instrumen saham, diwakili IHSG kalah oleh inflasi. Maka, rata-rata reksadana saham dan campuran juga ikut melempem. 

Mungkin investor juga bertanya apakah hanya “segitu” imbal hasil investasi 10 tahun di Indonesia? Tentu  tidak, angka di atas rata-rata instrumen saham atau reksadana. Sebagai gambaran Anda bisa melihat  jawara  anggota indeks IDX30 berkinerja 10 tahun terbaik.
Investor yang beruntung memiliki dan memegang  kelima saham di atas,  kekayaan mereka tumbuh di atas 2 kali lipat ditambah dividen.  

Bagi yang belum memiliki investasi tidak ada kata terlambat. Bisa mulai dengan reksadana pasar uang yang relatif aman dan tetap mampu mengalahkan inflasi    

Bagikan

Berita Terbaru

ADMR Punya Angin Segar: Aluminium Bullish dan Labanya Diproyeksi Melonjak
| Selasa, 18 November 2025 | 16:13 WIB

ADMR Punya Angin Segar: Aluminium Bullish dan Labanya Diproyeksi Melonjak

Prospek PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) juga didukung smelter aluminium yang ditargetkan beroperasi pada akhir tahun 2025.

Intiland Development (DILD) Garap Proyek IKN, Begini Respon Pasar
| Selasa, 18 November 2025 | 15:31 WIB

Intiland Development (DILD) Garap Proyek IKN, Begini Respon Pasar

Masuknya DILD ke proyek IKN dianggap sebagai katalis yang kuat. IKN merupakan proyek dengan visibilitas tinggi dan menjadi prioritas pemerintah.

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit
| Selasa, 18 November 2025 | 10:05 WIB

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit

Dalam menjaga kelangsungan bisnis jangka panjang, perusahaan berfokus dalam penguatan fundamental bisnis yang disertai pemberian ruang eksplorasi

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia
| Selasa, 18 November 2025 | 09:50 WIB

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia

Hubungan dagang Indonesia–Australia selama ini didominasi oleh ekspor daging, gandum serta arus pelajar Indonesia ke Australia.

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:49 WIB

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis

Secara teknikal, saham PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) masih berpotensi melanjutkan penguatan. 

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat
| Selasa, 18 November 2025 | 08:15 WIB

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat

Hal ini dipengaruhi oleh normalisasi daya beli masyarakat yang masih lesu, permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan libur sekolah

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya
| Selasa, 18 November 2025 | 08:11 WIB

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya

Salah satu yang terbesar ialah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Emiten pelat merah ini berencana menggelar private placement Rp 23,67 triliun

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:00 WIB

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis

Pertumbuhan kinerja didukung peningkatan volume pasien swasta serta permintaan layanan medis berintensitas lebih tinggi di sejumlah rumah sakit.

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar
| Selasa, 18 November 2025 | 07:46 WIB

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar

SMRA melakukan transaksi afiliasi berupa penambahan modal oleh perusahaan terkendali perseroan itu pada perusahaan terkendali lain.

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026
| Selasa, 18 November 2025 | 07:33 WIB

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026

EXCL berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 30,54 triliun. Nilai ini melonjak 20,44% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 25,36 triliun.​

INDEKS BERITA

Terpopuler