Menyoal Rencana Merger Goto dan Grab
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penggabungan Goto dan Grab kembali mencuat. Jika ini terjadi, maka akan menjadi aksi korporasi paling monumental sepanjang sejarah ekonomi digital Indonesia. Apa yang awalnya tampak sebagai spekulasi pasar kini berkembang menjadi isu strategis yang melibatkan kepentingan bisnis, kepentingan negara, serta masa depan jutaan pekerja dan pengguna layanan digital di negeri ini. Narasi yang dibangun seakan menggiring publik untuk percaya bahwa konsolidasi adalah jalan terbaik bagi keberlanjutan industri, padahal di balik itu tersimpan persoalan mendasar mengenai struktur pasar, dominasi kekuatan usaha dan potensi penyalahgunaan posisi dominan yang dapat merugikan masyarakat dalam jangka panjang.
Sejak awal 2025, diskusi mengenai kondisi keuangan perusahaan teknologi raksasa dalam negeri ini memang semakin intens. Goto, yang pada masa awal IPO digadang-gadang sebagai kebanggaan nasional, terus menghadapi tekanan pasar dan penurunan valuasi secara signifikan. Sementara itu, Grab mempertegas ambisinya untuk memperkuat pijakan regional melalui akuisisi strategis. Di tengah tekanan untuk memperbaiki performa profitabilitas, wacana merger kedua entitas ini tampak menjadi opsi yang menarik bagi investor yang ingin melihat efisiensi operasional dan pengetatan struktur biaya. Namun, apa yang tampak efisien di atas kertas belum tentu membawa kebaikan bagi publik, apalagi bagi para pekerja gig yang selama ini menjadi tulang punggung ekosistem transportasi daring di Indonesia.
Baca Juga: ADMR Punya Angin Segar: Aluminium Bullish dan Labanya Diproyeksi Melonjak
