Menyoroti Regulasi Fintech di Indonesia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fintech di Indonesia menjadi sorotan dunia beberapa bulan terakhir. Kasus-kasus besar seperti Investree yang merugikan banyak investor sampai pendiri dan pimpinannya kabur dan ditetapkan sebagai buron oleh Interpol. Kemudian kasus e-Fishery yang melibatkan dana cukup besar sekitar Rp 6 triliun dan melibatkan investor-investor dari luar negeri. Kondisi ini menempatkan regulasi fintech Indonesia di atas meja analisis para pakar. Ada lubang atau loophole hukum apa sehingga semua itu lolos dari pengawasan dan meledak menjadi sebuah kasus yang menarik perhatian dalam dan luar negeri?
Perkembangan terakhir sidang gugatan para investor fintech sangat menarik untuk kita ikuti yaitu penilaian hakim bahwa kesalahan ada pada pihak regulator karena membiarkan regulasi yang memungkinkan kasus Investree dan e-Fishery dapat terjadi begitu saja. Gugatan yang sebelumnya diarahkan kepada perusahaan penyelenggara fintech khususnya untuk bisnis peer to peer lending, sekarang menjadi sebuah citizen lawsuit yaitu gugatan publik kepada regulator dalam hal ini pemerintah pembuat semua peraturan bisnis fintech tersebut.
Baca Juga: Porsi PDRB DKI Jakarta Masih Tertinggi di 2024, Ini Daftar Lengkap 38 Provinsi
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.
Sudah berlangganan? MasukKontan Digital Premium Access
Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari
Rp 120.000
Business Insight
Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan
Berlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.