Menyusuri Jejak Emiten Pertama dari Grup Salim di Bursa (Bagian 1)

Senin, 19 Agustus 2019 | 12:55 WIB
Menyusuri Jejak Emiten Pertama dari Grup Salim  di Bursa (Bagian 1)
[]
Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Grup Salim pertama kali mencari pendanaan di bursa tiga puluh tahun silam. Tepat pada 5 Desember 1989. Anak usaha dari salah satu konglomerasi terbesar di negeri ini yang pertama masuk bursa adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP, anggota indeks Kompas100).

Sebelum menjadi perusahaan publik, pemilik saham INTP berada di genggaman tangan Salim dan beberapa koleganya. Sebut saja Sudwikatmono dan Ibrahim Risjad. Pemerintah Indonesia juga sempat mengapit 35% saham perusahaan semen itu, di era 80-an.

Mengutip dokumen prospektus IPO Indocement yang terbit 23 Oktober 1989 silam, cikal bakal perusahaan ini bermula dari berdirinya PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE) pada tahun 1973.

Distinct Indonesia berdiri berkat kongsi empat konglomerat nasional, yakni Soedono Salim (Liem Sioe Liong), Sudwikatmono, Ibrahim Risjad dan Djuhar Sutanto. Publik menjuluki keempatnya sebagai "The Gang of Four".

Sudwikatmono adalah sepupu mantan presiden Soeharto. Dia adalah juga ayah dari Agus Lasmono, pemilik PT Indika Energy Tbk (INDY).

Sedangkan sosok Ibrahim Risjad dikenal sebagai pebisnis ulet kelahiran Pidei Aceh, 2 Maret 1934 silam. Berbisnis dengan Soedono Salim dan Sudwikatmono, karier Ibrahim Risjad semakin melesat di era Orde Baru.

Adapun Djuhar Sutanto merupakan pengusaha, rekan Soedono Salim yang ikut mendirikan Grup Salim. Soedono Salim sendiri namanya sudah tidak asing lagi sebagai pebisnis handal dan juga pendiri Grup Salim.

Pendirian Indocement Tunggal Prakarsa

Selang dua tahun pasca pendiriannya, Distinct Indonesia pada tahun 1975 membangun sebuah pabrik semen di wilayah Citereup, Jawa Barat. Berdasarkan dokumen prospektus IPO Indocement, dijelaskan bahwa Distinct Indonesia awalnya hanya memiliki satu tanur putar (oven berukuran besar) yang sanggup memproduksi 500.000 ton semen per tahun.

Sepuluh tahun berselang, yakni pada tahun 1985, jumlah tanur bertambah menjadi total 8 unit dengan kapasitas produksi 7,7 juta ton per tahun. Delapan unit tanur tersebut dikelola oleh enam perusahaan.

Keenam perusahaan tersebut terdiri dari Distinct Indonesia, PT Perkasa Indonesia Cement Enterprise (PICE), PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PIICPE), PT Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PAUICE), PT Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement Enterprise (PIAICE), dan PT Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (PAMICE).

Berdasarkan dokumen IPO Indocement, keenam perusahaan itu selanjutnya  menggabungkan diri dan melebur menjadi satu ke dalam Indocement. Indocement membeli dan menggabungkan keenam perusahaan tersebut pada 11 Juni 1985 berdasarkan akta notaris Benny Kristanto.

PT Indocement Tunggal Prakarsa sendiri, yang sebelumnya bernama PT Inti Cahaya Manunggal, berdiri pada 16 Januari 1985 lewat akta notaris Ridwan Suselo No.227. Akta itu kemudian diubah dengan akta notaris Benny Kristanto Nomor 81 tahun 1985.

Tidak lama berselang pasca dibentuk, Indocement menerbitkan 89.400 saham baru sehingga total saham perusahaan ini berjumlah 324.100. Saham baru tersebut dibeli pemerintah. Selain itu, pemerintah juga membeli 30.335 saham Indocement lainnya dari pemegang saham lama. Sehingga secara total, sejak 8 Juli 1985 pemerintah RI tercatat mengapit 35% atau 119.735 saham Indocement.

Adapun pemegang mayoritas saham Indocement saat itu adalah PT Mekar Perkasa. Prospektus IPO Indocement menceritakan, separuh (50%) saham Mekar Perkasa dikuasai oleh Soedono Salim dan keluarganya. Adapun separuh kepemilikan Mekar Perkasa lainnya, dipegang oleh Djuhar Sutanto dan keluarga.

Sementara anggota "The Gang of Four" lainnya, yakni Sudwikatmono dan Ibrahim Risjad, masing-masing mengapit 7,50% saham Indocement (lihat tabel).

Pemegang Saham Indocement Tunggal Prakarsa per 8 Juli 1985
Nama Pemegang Saham Jumlah Saham Porsi Kepemilikan (%)
Pemerintah RI 119.735 35
PT Mekar Perkasa 171.050 50
Sudwikatmono 25.658 7,50
Ibrahim Risjad 25.658 7,50
Total 342.100 100

Hingga pada awal tahun 1989, manajemen Indocement menjual surat utang jangka panjang senilai Rp 60 miliar kepada tiga yayasan, yakni Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bakti Sosial (Dharmais) dan Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab). Masing-masing yayasan memberikan pinjaman sama besar, yakni Rp 20 miliar per yayasan kepada Indocement.

Surat utang yang diterbitan Indocement merupakan surat utang yang dapat dikonversi (dialihkan) menjadi saham. Pasca konversi dilakukan, porsi kepemilikan saham Indocement menjadi sebagai berikut (lihat tabel).

Pemegang Saham Indocement Pasca Konversi Surat Utang
Nama Pemegang Saham Porsi Kepemilikan (%)
Pemerintah RI 33,75
PT Mekar Perkasa 48,22
Sudwikatmono 7,23
Ibrahim Risjad 7,23
Yayasan Supersemar 1,19
Yayasan Dharmais 1,19
Yayasan Dakab 1,19
Total 100

Selanjutnya, Mekar Perkasa mengalihkan sebagian saham Indocement yang dimilikinya langsung kepada Soedono Salim dan Ibrahim Risjad masing-masing sebanyak 0,65%. Sehingga Nama Soedono Salim dan Ibrahim Risjad saat itu tercatat secara langsung memiliki saham Indocement.

Adapun porsi kepemilikan saham Indocement oleh Mekar Perkasa akibat aksi itu, berkurang menjadi 46,92%. Komposisi tersebut sekaligus menjadi struktur pemegang saham Indocement sebelum perusahaan ini mencatatkan sahamnya di lantai bursa (lihat tabel).

Pemegang Saham Indocement Sebelum Pencatatan di Bursa Efek
Nama Pemegang Saham Porsi Kepemilikan (%)
Pemerintah RI 33,75
PT Mekar Perkasa 46,92
Sudwikatmono 7,23
Ibrahim Risjad 7,23
Soedono Salim 0,65
Djuhar Sutanto 0,65
Yayasan Supersemar 1,19
Yayasan Dharmais 1,19
Yayasan Dakab 1,19
Total 100

IPO Indocement Tunggal Prakarsa

Melihat komposisi saham Indocement tersebut, Grup Salim setidaknya telah memiliki 48,22 saham, lewat Mekar Perkasa serta kepemilikan langsung Soedono Salim dan Djuhar Sutanto. Lewat dokumen penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) Indocement yang terbit pada 23 Oktober 1989, Grup Salim memulai langkahnya di bursa efek Indonesia.

Saham Indocement tercatat di bursa efek pada 5 Desember 1989. Saham yang ditawarkan 59.888.100 saham, dengan nilai nominal Rp 1.000 dan harga penawaran sebesar Rp 10.000 per saham. Jumlah saham yang ditawarkan Indocement, berjumlah 10% dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor penuh pasca IPO.

Adapun dari hasil penjualan saham ke publik pada harga Rp 10.000 per saham, maka paling tidak Indocement mampu meraup dana segar Rp 598,88 miliar.

Indocement menggunakan sebanyak Rp 312,60 miliar dari dana hasil IPO guna membayar sebagian pinjaman bank. Sedangkan Indocement memakai sisanya untuk membayar pinjaman dari pemegang saham, program peningkatan efisiensi dan stabilitas operasi, serta modal kerja.

Perlu diketahui, produk Indocement saat itu terdiri dari empat jenis. Produk pertama adalah semen abu-abu. Semen jenis ini paling banyak digunakan untuk pembangunan rumah, gedung bertingkat, jembatan dan jalan.

Produk kedua adalah semen putih. Saat itu, Indocement merupakan satu-satunya produsen semen putih di Indonesia, dengan merek Tiga Roda. Semen jenis ini banyak digunakan untuk penataan dekorasi baik di dalam maupun di luar bangunan.

Produk selanjutnya atau yang ketiga adalah semen sumur minyak. Semen ini merupakan semen jenis khusus yang digunakan dalam usaha pengeboran minyak bumi dan gas alam, baik di pantai maupun lepas pantai.

Produk terakhir atau yang keempat adalah semen abu terbang (fly ash cement). Semen jenis ini banyak digunakan untuk pembuatan bendungan, pipa air bawah tanah, gorong-gorong dan parit, serta untuk konstruksi bawah laut.

Berdasarkan hasil audit Drs Utomo & Co, hingga akhir tahun 1988 Indocement masih membukukan rugi bersih senilai Rp 77,98 miliar. Kerugian ini lebih kecil dibandingkan kerugian bersih Indocement tahun 1987 yang sebesar Rp 95,01 miliar (lhat tabel).

Kinerja Keuangan Indocement Sebelum IPO (Rp miliar)
Akun 31 Des 1987 31 Des 1988
Ekuitas 627,83 549,85
Kewajiban 680,61 674,31
Total Aset 1.308,44 1.224,16
Penjualan Bersih 289,22 339,06
Laba Kotor 78,79 91,60
Laba Usaha 54,10 66,58
Rugi Bersih 95,01 77,98

Pembukuan rugi bersih Indocement lebih disebabkan oleh tingginya beban bunga utang perusahaan ini. Tercatat, sejumlah kewajiban seperti wesel bayar, utang jangka pendek, utang L/C dan utang jangka panjang dikenakan bunga cukup tinggi.

Untuk utang berdenominasi rupiah, bunga yang harus dibayar Indocement berkisar 13,5% hingga 25,2% per tahun. Sedangkan untuk utang berdenominasi mata uang lain, dikenakan bunga dengan kisaran 8,35% hingga 9,85% per tahun.

Sejumlah kreditur Indocement dari dalam negeri saat itu diantaranya adalah Bank Central Asia, Bank Umum Asia, BNI 1946, Bank Duta, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor Indonesia, Bank Pembangunan Indonesia. Adapun kreditur Indocement dari luar negeri diantaranya American Express Bank, Credit Lyonnais Paris, Banco Exterior de Espana S.A Spanyol, Banque De L'Indochine et De Suez Paris, dan C. Itoh & Co Ltd Jepang.

Pada tahapan proses IPO Indocement, bertindak sebagai penjamin utama emisi terdiri dari PT Danareksa, PT Merchant Investment Corporation (Merincorp), PT Multinational Finance Corporation (Multicor), PT Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo).

Pihak penjamin pelaksana emisi adalah Danareksa dan Merincorp.

Pihak penjamin peserta emisi terdiri dari PT Indonesian Finance and Investment Company (IFI), PT Aseam Indonesia, PT Finconesia, PT Mutual International Finance Corporation (MIFC), PT Inter Pacific Financial Corporation (Inter Pacific).

Guna memuluskan aksinya, Grup salim menggunakan jasa lembaga-lembaga penunjang emisi penawaran umum perdananya. Diantaranya adalah Drs Utomo & Co yang bertindak sebagai akuntan publik IPO Indocement. Adapun notaris dan penasehat hukum yang dipakai Indocement masin-masing adalah A. Partomuan Pohan dan Mochtar, Karuwin & Komar.

Sedangkan bertindak sebagai penasehat hukum penjamin emisi IPO Indocement adalah Rudhy A. Lontoh & Denny Kailimang & Associates.

Indocement juga menggunakan jasa PT Ujatek baru sebagai perusahaan penilai. Adapun penasehat perusahaan, seperti ditulis dalam prospektus IPO, adalah Grup Salim.

Pasca IPO, Mekar Perkasa masih menjadi pemegang saham mayoritas saham Indocement dengan porsi 43,39% (lihat tabel).

Pemegang Saham Indocement (INTP) Pasca IPO
Pemegang Saham Porsi Sebelum IPO (%) Porsi Sesudah IPO (%)
PT Mekar Perkasa 46,92 43,39
Pemerintah RI 33,75 30,38
Sudwikatmono 7,23 6,51
Ibrahim Risjad 7,23 6,51
Soedono Salim 0,65 -
Djuhar Sutanto 0,65 -
Yayasan Supersemar 1,19 1,07
Yayasan Dharmais 1,19 1,07
Yayasan Dekab 1,19 1,07
Masyarakat - 10
Total 100 100

Pada tahun 1989 silam, kursi komisaris utama dan direktur utama Indocement masing-masing dipegang oleh Soedono Salim dan Sudwikatmono (lihat tabel).

Komposisi Komisaris dan Direksi Indocement tahun 1989
Nama Jabatan
Soedono Salim Komisaris Utama
Djuhar Sutanto Komisaris
H. Aang Somawidjaja Komisaris
E. Soekasah Somawidjaja Komisaris
Henry Pribadi Komisaris
Sudwikatmono Direktur Utama
Anthony Salim Direktur
Ibrahim Risjad Direktur
Soepardjo Direktur
Iwa Kartiwa Direktur
Daddy Hariadi Direktur
Tedy Djuhar Direktur
Judiono Tosin Direktur

.

Dalam prospektus IPO, Indocement menjelaskan profil jajaran komisaris dan direksinya. Semisal H. Aang Somawidjaja, Komisaris Indocement yang saat itu berusia 68 tahun. Aang merupakan mantan Gubernur Jawa Barat, dan mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi.

Ada juga E. Soekasah Somawidjaja, pria yang saat itu berusia 67 tahun ini merupakan mantan Irjenbang. Soekasah juga merupakan mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi.

Sedangkan nama Anthony Salim tentu tidak asing, karena dia merupakan akan dari Soedono Salim. Saat Indocement melantai di bursa efek Indonesia, Anthony berumur 40 tahun dan juga menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Grup Salim.

Direksi Indocement saat itu, mayoritas merintis karier di Grup Salim.

Bagaimana kelanjutan kisah Indocement pasca IPO bersama Grup Salim? Ikuti kisah selanjutnya dalam bagian kedua (Bersambung).

Bagikan

Berita Terbaru

Pesona Bisnis F&B Menarik Investasi
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:30 WIB

Pesona Bisnis F&B Menarik Investasi

Salah satu realisasi investasi di industri F&B adalah pabrik PT PepsiCo Indonesia yang diresmikan pada 18 Juni 2025.

HM Sampoerna (HMSP) Menyedot Produk Bebas Asap
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:25 WIB

HM Sampoerna (HMSP) Menyedot Produk Bebas Asap

Saat ini Indonesia memiliki peran strategis sebagai pusat inovasi, produksi dan ekspor produk bebas asap ke wilayah Asia Pasifik.

Ekonomi Hijau dan Otonomi Daerah
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:21 WIB

Ekonomi Hijau dan Otonomi Daerah

Pemerintah pusat harus menyadari bahwa setiap daerah memiliki tantangan dan dinamika yang bervariasi.

Rata-rata Kinerja Unitlink Saham di Juni Bergerak Negatif
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:20 WIB

Rata-rata Kinerja Unitlink Saham di Juni Bergerak Negatif

Pada Juni, rata-rata kinerja unitlink saham turun 1,9%. Padahal pada Mei 2025, rata-rata return unitlink saham masih positif 5,97%.

Multifinance Cari Alternatif Pendanaan Lewat Pasar Surat Utang
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:15 WIB

Multifinance Cari Alternatif Pendanaan Lewat Pasar Surat Utang

Pelaku industri memanfaatkan momentum positif dari stabilnya suku bunga dan membaiknya sentimen pasar untuk mengamankan pendanaan.

Hingga Mei 2025, Hasil Investasi BPJS Ketenagakerjaan Naik
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:15 WIB

Hingga Mei 2025, Hasil Investasi BPJS Ketenagakerjaan Naik

Hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan meningkat 1,4% menjadi Rp 22,43 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 22,12 triliun.

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama
| Minggu, 06 Juli 2025 | 12:52 WIB

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama

Indonesia menjadi negara importir gandum terbesar kedua dunia menurut data FAO. Impor Indonesia hanya kalah oleh Mesir.

Profit 26,68% Setahun, Harga Emas Antam Terbaru di Laman Resmi Belum Berubah
| Minggu, 06 Juli 2025 | 11:07 WIB

Profit 26,68% Setahun, Harga Emas Antam Terbaru di Laman Resmi Belum Berubah

Belum ada perbaruan data harga emas Antam hari ini. Harga terakhir 5 Juli 2025) tertera Rp 1.908.000 per gram.

Menguak Penyebab Kenaikan Impor Bahan Baku dan Barang Modal RI Saat PMI Terkontraksi
| Minggu, 06 Juli 2025 | 09:00 WIB

Menguak Penyebab Kenaikan Impor Bahan Baku dan Barang Modal RI Saat PMI Terkontraksi

Kenaikan impor bahan baku dan barang modal saat manufaktur lesu juga ditengarai efek praktik dumping yang dilakukan China.

Safe Haven Masih Menjadi Primadona di Semester II-2025, Emas Tetap Jadi Andalan Utama
| Minggu, 06 Juli 2025 | 08:00 WIB

Safe Haven Masih Menjadi Primadona di Semester II-2025, Emas Tetap Jadi Andalan Utama

Ketidakpastian arah suku bunga acuan The Fed dan geopolitik yang masih memanas kurang mendukung aset berisiko seperti saham.

INDEKS BERITA

Terpopuler