Merdeka Data Pribadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu data pribadi yang dilindungi negara lewat UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang menempel di kartu tanda penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK). Itu idealnya, faktanya saat ini ada banyak NIK bertebaran di ruang digital, bahkan seakan merdeka diperjualbelikan.
Data pribadi itu dengan mudah berpindah tangan. Ada yang minta data pribadi lewat fotokopi KTP/KK untuk keperluan sekolah, layanan publik, perusahaan, perbankan sampai wajib tinggal KTP saat masuk gedung atau perumahan. Setelah itu, data itu tercecer dan tak ada yang bertanggungjawab.
Ini baru soal kelalaian menyimpan data. Belum soal serangan siber ke server instansi yang menyimpan data. Kita tahu, sejumlah instansi berulang kali kebobolan karena serangan siber oleh peretas.
Kini, NIK direncanakan menjadi bagian data tunggal (Payment ID) oleh Bank Indonesia (BI). Payment ID adalah kode unik dari kombinasi sembilan karakter huruf dan angka yang terintegrasi dengan NIK. Meski peluncurannya batal pada Minggu (17/8), namun pihak memastikan rencana berlakunya tetap berjalan.
Jika berlaku, BI mendapat kemudahan memonitor transaksi karena Payment ID akan terhubung dengan rekening bank, e-wallet, dan platform keuangan digital. Begitu pula dengan perbankan, mereka dengan mudah melihat portofolio nasabah sehingga memudahkan operasional bisnis mereka.
Namun bagaimana dengan data yang terhubung ke platform keuangan yang melayani pinjaman daring? Ini yang bikin was-was nasabah. Dengan NIK dan identitas personal yang lengkap, pelaku kejahatan bisa buka rekening palsu bahkan mengakses layanan keuangan atas nama orang lain.
Publik sudah paham, data nasabah perbankan saja dengan mudah berpindah tangan bahkan diperjualbelikan. Inilah tantangan BI, memastikan catatan transaksi, NIK dan portofolio keuangan nasabah bisa terjaga. Sebaiknya, perbaiki dulu infrastruktur perlindungan data pribadi nasabah, baru meluncurkan Payment ID.
Terlepas dari kekhawatiran nasabah, adanya Payment ID bikin BI lebih kuasa melihat transaksi keuangan. BI bisa melacak transaksi mencurigakan yang berpotensi untuk kejahatan.
Namun, apakah kuasa itu hanya untuk memonitor transaksi rakyat jelata saja atau berlaku untuk menelisik transaksi janggal dari pejabat negara dan keluarganya?