KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekali lagi, kekuatan rakyat berhasil mengalahkan penguasa. Upaya DPR mengangkangi konstitusi dengan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berhasil digagalkan anak bangsa Kamis lalu.
Unjuk rasa mahasiswa, buruh, seniman, dan elemen masyarakat lain baik di Jakarta dan kota-kota lain menjadi bukti kekuatan dan kepedulian masyarakat terhadap kemajuan bangsa. Masyarakat bisa menjadi kontrol atas kebijakan ugal-ugalan para pejabat pemerintah.
Namun, perjuangan rakyat tidak boleh terhenti di RUU Pilkada. Di sisa masa jabatan anggota DPR periode 2019-2024 sekitar 37 hari lagi, masih ada sejumlah rancangan dan RUU di DPR yang berpotensi merugikan masyarakat sipil.
Merujuk data DPR, ada puluhan RUU di program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2024 yang masih harus dibahas para legislator. RUU yang bisa mengganggu demokrasi antara lain penyiaran, informasi dan transaksi elektronik (ITE), hingga hukum acara pidana.
Selain itu, pada pertengahan 2024 juga muncul surat presiden (surpres) untuk pembahasan RUU TNI dan RUU Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Masyarakat sipil dan akademisi telah melontarkan kritik dan meminta DPR tidak melanjutkan pembahasan dua RUU ini.
Pasalnya, substansi usulan perubahan dalam kedua RUU itu berpotensi memundurkan agenda reformasi TNI dan polisi. Kedua RUU bukannya mendorong perbaikan serta menjadikan TNI dan polisi lebih profesional.
Namun, sebagian usulan perubahan RUU justru menjadikan kedua institusi semakin menjauh dari kepentingan dan mandat reformasi.
Misalnya, RUU Kepolisian bisa menjadikan Polri sebagai lembaga superbody. Polisi bakal mendapat wewenang memata-matai dan sabotase terhadap pihak yang dianggap mengancam kedaulatan nasional.
Padahal, dengan UU Nomor 2 Tahun 2022, polisi belum sepenuhnya menjalankan fungsinya dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.
Lalu, RUU TNI menjadikan aparat militer bisa menduduki jabatan sipil. Ini seperti mengembalikan dwifungsi ABRI di era Orde Baru yang telah dihentikan kala reformasi 1998. RUU TNI juga menghapus larangan tentara berbisnis.
Dengan sepak terjang DPR 2019-2024 yang kerap melahirkan UU pengancam demokrasi, sudah sepatutnya kita tetap waspada!