KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keyakinan masyarakat pada kondisi ekonomi tanah air kian tipis. Survei Bank Indonesia (BI) Mei 2025 mencatat, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) terpuruk ke 106; nyaris masuk area pesimis (di bawah 100).
Angka IKE menggambarkan persepsi masyarakat terhadap kondisi ekonomi yang tengah mereka hadapi saat ini. Mei lalu, angka itu turun 6,8% dari indeks April 2025 yang masih ada di 113,7. Angka IKE 106 merupakan yang terendah sejak April 2022 yang waktu itu mencatatkan IKE 98,9 atau pesimistis.
Jika kita ingat, di April 2022, kita masih berada dalam masa pendemi COVID-19. Wajar jika masyarakat pesimistis terhadap kondisi ekonomi waktu itu. Mulai Mei 2022, keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi mulai membaik dan di akhir Desember 2022, angka IKE sudah kembali ke level 112,4.
Kembali ke angka IKE Mei 2025 yang berada di 106, artinya persepsi masyarakat pada kondisi ekonomi saat ini lebih rendah dibandingkan di ujung masa pandemi COVID-19. Keyakinan masyarakat terhadap penghasilan maupun ketersediaan lapangan kerja untuk mereka memang terus merosot.
Yang paling parah, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) terpuruk ke angka pemistis 95,7 Mei lalu. Perlambatan ekonomi dan badai PHK telah mengikis habis keyakinan masyarakat terhadap ketersediaan pekerjaan. Harap dicatat, angka 95,7 itu juga lebih rendah dari IKLK April 2022, yakni 95,9.
Bagaimana prospek ke depan? Masih menurut survei BI, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) untuk periode 6 bulan mendatang masih optimistis, yakni 129. Cuma itu survei bulan Mei. Memasuki bulan Juni, ceritanya bisa berbeda.
Pekan lalu, kecemasan baru menyergap masyarakat. Pecahnya perang Israel – Iran membuat prospek ekonomi kian suram. Bayangan inflasi tinggi yang dipicu kenaikan harga energi dan gangguan rantai pasok global bakal kian menggerus daya beli masyarakat. Jumat (13/5), harga minyak mentah jenis WTI maupun Brent sama-sama melompat 7% dalam sehari.
Dalam suasana perang, korporasi akan berhati-hati dalam menggelar ekspansi. Alhasil, potensi penciptakan lowongan baru kia menipis.
Mencermati perkembangan ini, ibarat sebuah rumah tangga, pemerintah mesti lebih cermat membelanjakan anggaran. Belanja utama (non discretionary) yang bertujuan menyelamatkan perekonomian rumah tangga masyarakat harus jadi prioritas.