Pasarnya di Rusia dan China Suram, Stellantis Menargetkan Pertumbuhan di India

Rabu, 18 Mei 2022 | 16:50 WIB
Pasarnya di Rusia dan China Suram, Stellantis Menargetkan Pertumbuhan di India
[ILUSTRASI. FILE PHOTO: Logo Stellantis di depan pabrik FCA Mirafiori di Turin, Italia, January 18, 2021. REUTERS/Massimo Pinca/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. Stellantis mengharapkan India menjadi pasar yang menguntungkan dan menawarkan pertumbuhan yang lebih besar daripada yang diperkirakan produsen mobil sebelumnya. Pandangan Carlos Tavares, pimpinan Stellantis itu, muncul di saat produsen mobil tersebut menghadapi tantangan di China dan Rusia.

India, yang merupakan pasar bagi Jeep dan Citroen, hanya menyumbang sebagian kecil dari penjualan global Stellantis. Tetapi Tavares mengatakan dia memperkirakan pendapatan di negara Asia Selatan itu akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 dan margin laba operasi akan menjadi dua digit dalam tahun-tahun berikutnya. 

Produsen mobil Eropa dan Amerika Serikat (AS) selama ini kesulitan untuk menghasilkan uang di India. Pasar otomotif negeri tersebut didominasi oleh Suzuki Motor Asia dan Hyundai Motor, yang mengandalkan mobil compact juga entry level.

"Untuk mencetak untung di India berarti melakukan sesuai dengan cara India," kata Tavares di meja bundar media virtual Selasa malam.

Baca Juga: Grup Hyundai Siapkan Investasi Rp 243,6 Triliun untuk Perluas Bisnis Mobil Listrik

Menurut dia, cara India itu berarti mencari suku cadang secara lokal dan mengintegrasikan rantai pasokan secara vertikal untuk menjaga biaya tetap rendah, dan merekayasa mobil secara lokal dengan fitur yang diinginkan dan bersedia dibayar oleh konsumen India.

Stellantis, yang dibentuk pada awal 2021 melalui penggabungan PSA Prancis dengan Fiat Chrysler (FCA), pada bulan Maret menguraikan strategi grup baru untuk meningkatkan pendapatan dan menjaga margin keuntungan tetap tinggi seiring dengan upaya untuk meluncurkan kendaraan listrik (EV).

Fokus ke India datang pada saat produsen mobil terbesar keempat di dunia menghadapi angin sakal di China, di mana perusahaan itu harus mengubah strategi untuk mengejar ketertinggalan di pasar.  Di Rusia, Stellantis harus menangguhkan produksi karena perang Ukraina. "Tantangannya ... memberi India peluang yang lebih besar, bahkan lebih besar daripada di masa lalu," kata Tavares.

Inti dari rencananya di India adalah program platform mobil pintar Stellantis yang telah dikembangkan di negara itu untuk memungkinkannya meluncurkan mobil kecil bertenaga bensin dengan panjang kurang dari empat meter, kata Tavares. Mobil kecil dikenai pajak dengan tarif lebih rendah, sehingga lebih terjangkau.

Ini juga akan meluncurkan versi listrik dari mobil kecilnya mulai tahun depan, katanya.

Mobil kecil telah menjadi kelemahan bagi sebagian besar pembuat mobil global di India dan mencoba untuk bersaing di ruang itu telah menjadi perlombaan ke bawah untuk orang-orang seperti Ford dan General Motors, yang mengarah ke jalan keluar mereka.

Tapi Tavares yakin dengan pendekatan Stellantis sebelum membangun mobil, ia telah memperkuat rantai pasokannya.

Stellantis memproduksi powertrain dan girboksnya secara lokal dan memasok lebih dari 90% konten kendaraan di India. Pabrik mesinnya di India selatan merupakan tolok ukur global dalam hal biaya dan kualitas dan berencana melakukan hal yang sama di dua pabrik mobilnya, di mana ia memproduksi SUV Jeep dan mobil Citroen, kata Tavares.

Baca Juga: Kinerja Emiten Otomotif dan Pendukungnya Masih Ngegas

"Kami telah bekerja selama bertahun-tahun sekarang pada lokalisasi, integrasi vertikal di India, untuk menikmati penghematan cerdas India," katanya. Stellantis telah menginvestasikan lebih dari satu miliar euro ($ 1,05 miliar) dalam operasinya di India sejak 2015.

Pembuat mobil juga ingin mendapatkan sel dan baterai dari India setiap kali rantai pasokan berkembang, kata Tavares, menambahkan bahwa ini akan menjadi satu-satunya cara untuk membangun EV yang terjangkau.

Stellantis memiliki kurang dari 1% dari pasar mobil India sebanyak 3 juta unit per tahun tetapi Tavares mengatakan dia tidak mengejar volume di India atau secara global. "Kami percaya dunia sedang berubah dan dalam beberapa kasus menjadi terlalu besar bisa menjadi hukuman," katanya.

Bagikan

Berita Terbaru

Imbal Hasil SBN Naik: Beban Utang APBN Meningkat, Bagaimana Dampaknya?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 19:34 WIB

Imbal Hasil SBN Naik: Beban Utang APBN Meningkat, Bagaimana Dampaknya?

Kenaikan imbal hasil SBN menjadi salah satu tanda perubahan sentimen pasar terhadap risiko fiskal dan arah ekonomi domestik.

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari
| Kamis, 25 Desember 2025 | 13:43 WIB

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari

IHSG melemah 0,83% untuk periode 22-24 Desember 2025. IHSG ditutup pada level 8.537,91 di perdagangan terakhir, Rabu (24/12).

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 11:05 WIB

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?

Potensi kenaikan harga saham terafiliasi Bakrie boleh jadi sudah terbatas lantaran sentimen-sentimen positif sudah priced in.

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:08 WIB

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil

Imbal hasil instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang turun sejak awal tahun, berbalik naik dalam dua bulan terakhir tahun 2025.

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:05 WIB

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham

Sebagai pelopor, PTBA berpeluang menikmati insentif royalti khusus untuk batubara yang dihilirisasi.

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena
| Kamis, 25 Desember 2025 | 09:05 WIB

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena

Harga batubara Australia, yang menjadi acuan global, diproyeksikan lanjut melemah 7% pada 2026, setelah anjlok 21% di 2025. 

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam
| Kamis, 25 Desember 2025 | 08:10 WIB

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam

Fitur Fixed Price di aplikasi MyBluebird mencatatkan pertumbuhan penggunaan tertinggi, menandakan preferensi konsumen terhadap kepastian harga.

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026
| Kamis, 25 Desember 2025 | 07:10 WIB

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026

Santika Hotels & Resorts menyiapkan rebranding logo agar lebih relevan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan generasi.

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:37 WIB

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)

Pemerintah rem produksi nikel ke 250 juta ton 2026 untuk atasi surplus 209 juta ton. NCKL proyeksi laba Rp 10,03 triliun, rekomendasi buy TP 1.500

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:00 WIB

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?

Kenaikan harga saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) belakangan ini dinilai lebih bersifat spekulatif jangka pendek.

INDEKS BERITA

Terpopuler