KONTAN.CO.ID - Bertahun-tahun lalu, KONTAN pernah melakukan peliputan soal orang-orang yang terjerat utang kartu kredit.
Di masa itu, bank mulai mempermudah permohonan pembuatan kartu kredit. "Cukup pakai KTP," demikian yang diungkapkan para agen pemasar kartu kredit kala itu.
Salah satu sumber KONTAN kala itu berkisah, ia sampai bisa memiliki kartu kredit dari 10 bank berbeda. Tentu saja, pada akhirnya si sumber ini kesulitan membayar utang kartu kreditnya dan dikejar-kejar oleh para debt collector. Ini sebelum regulator di bidang keuangan membuat sistem BI Checking, yang sekarang menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Kini, dengan adanya SLIK, bank bisa lebih berhati-hati menyalurkan kredit ke nasabah perorangan, termasuk untuk urusan kredit tanpa agunan. Kalau status utang Anda di bank tidak lancar, jangan berharap bisa mudah mendapat utangan.
Tapi, nasabah kini beralih ke alternatif lain, perusahaan teknologi finansial alias fintech yang menyediakan layanan dana. Istilah bekennya, pinjaman online atawa pinjol. Salah satu fitur fintech yang banyak digunakan nasabah untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya adalah layanan buy now pay later, atau singkatnya paylater.
Secara bisnis, peluang paylater memang menarik. Tak heran, selain perusahaan fintech, perbankan pun mulai tergiur masuk bisnis paylater. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kontrak pengguna BNPL tumbuh 33,25% secara tahunan per Mei 2023. Jumlah kontrak di Mei 2022 masih 54,7 juta kontrak dan menjadi 72,88 kontrak di Mei 2023.
Sementara, Bank Indonesia (BI) mencatat volume transaksi kartu kredit pada Mei 2023 tumbuh sekitar 13,5% secara tahunan, mencapai 32,19 juta transaksi. Pertumbuhannya melambat dibandingkan setahun sebelumnya, yang mencapai 20,9% secara tahunan.
Tapi di sisi lain, ancaman gagal bayar paylater juga tinggi. OJK mencatat, NPL paylater mencapai 9,7% per April 2023. Ini di atas batas aman 5%. Sekitar 48% NPL tersebut berasal dari pinjaman ke debitur dengan rentang usia 20-30 tahun.
Jadi, dari sisi sosial, bisnis paylater ini memiliki risiko cukup besar. Bila penyedia layanan paylater hanya getol menyalurkan pinjaman ke nasabah, bisa jadi orang-orang yang akhirnya terjerat utang paylater makin banyak Ada kewajiban moral bagi penyedia layanan paylater untuk ikut mengedukasi debitur dan calon debitur agar bijak memanfaatkan layanan ini.