Pemerintah Masih Mengkaji Skema Pajak Hot Money

Kamis, 10 Januari 2019 | 07:29 WIB
Pemerintah Masih Mengkaji Skema Pajak Hot Money
[]
Reporter: Grace Olivia, Syamsul Ashar | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keinginan pemerintah untuk mengendalikan aliran duit panas milik asing alias hot money semakin menguat. Salah satunya melalui rencana pengenaan pajak bagi dana panas ini.

Skema pengenaan pajak mirip dengan tobin tax, yaitu pengenaan pajak atas pembelian valuta asing. Tujuannya agar membendung pergerakan hot money, baik yang ada di pasar saham, obligasi, maupun mata uang. Maklum, selama ini hilir mudik hot money menjadi penyebab gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

"Prinsipnya tobin tax bisa bermanfaat untuk mengatasi capital flow, khususnya yang bersifat spekulatif dan jangka pendek," ujar Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Adrianto ke KONTAN, Rabu (9/1).

Kendati demikian, Adrianto menyampaikan, perlu ada kajian mendalam mengenai kemungkinan penerapan skema pajak ini di Indonesia. Terutama, mengkaji bentuk dari modal arus modal seperti apa yang semestinya dikenakan pajak, agar lebih efektif meredam gejolak.

Adrianto mengungkapkan, hingga saat ini BKF masih dalam proses mengkaji tobin tax tersebut. Maka itu, ia belum bisa menjelaskan seperti apa kemungkinan skema maupun besaran pajak yang bisa diterapkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya juga mengatakan perlu waktu untuk menentukan desain yang tepat bagi penerapan tobin tax di Indonesia. Hanya pengenaan tobin tax agar bisa mencegah ketidakstabilan tapi Indonesia tetap mendapat manfaat dari capital inflow.
 
Skema insentif
 
Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melihat, skema tobin tax ideal untuk membendung risiko dari arus deras hot money di pasar keuangan domestik. "Karena situasi global saat ini memang didominasi hot money dan sangat volatil," ujar Yustinus (9/1).

Meski dapat menahan aliran modal di pasar keuangan, dan mengurangi spekulasi, Yustinus menilai saat ini skema tobin tax sulit untuk diterapkan di Indonesia. Sebab, kondisi pasar keuangan dalam negeri masih belum dalam lantaran masih didominasi oleh investor asing ketimbang lokal.

Oleh karena itu, Yustinus menilai, saat ini, pemerintah lebih cocok untuk menerapkan skema reverse tobin tax. Tujuannya, menahan modal investasi tetap di dalam negeri untuk jangka waktu sepanjang mungkin. "Jadi paradigmanya kasih insentif bagi yang menyimpan modal lama di sini, bukan penalti jangka pendek," tandasnya.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

IHSG Turun 0,47% Sepekan, Intip Saham-Saham Top Gainers dan Top Losers Bursa
| Minggu, 06 Juli 2025 | 04:00 WIB

IHSG Turun 0,47% Sepekan, Intip Saham-Saham Top Gainers dan Top Losers Bursa

IHSG ditutup melemah ke 6.865,19 pada perdagangan terakhir, 4 Juli 2025 setelah melemah 0,47% dalam sepekan mulai 30 Juni 2025.

Akuisisi Tahap Pertama KRYA Terlaksana, Investor Asal Hongkong Lanjut Due Dilligence
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 18:00 WIB

Akuisisi Tahap Pertama KRYA Terlaksana, Investor Asal Hongkong Lanjut Due Dilligence

Akuisisi PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk (KRYA) oleh sejumlah perusahaan yang bergerak di bisnis kendaraan listrik mulai terlaksana.

Sentimen Harga Emas dan Infrastruktur Pabrik Bawa Kinerja BRMS Melonjak
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 17:17 WIB

Sentimen Harga Emas dan Infrastruktur Pabrik Bawa Kinerja BRMS Melonjak

Kinerja emiten tambang PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) diprediksi semakin cemerlang hingga 2027 mendatang.

Sejumlah Emiten Diuntungkan Melalui Deregulasi Kebijakan Impor
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 17:01 WIB

Sejumlah Emiten Diuntungkan Melalui Deregulasi Kebijakan Impor

Kebijakan deregulasi impor memberi ruang memperlancar rantai pasok bahan baku, komponen produksi, hingga barang konsumsi tertentu.

Menilik Peluang dan Risiko Penguatan Rupiah di Semester II 2025
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 16:41 WIB

Menilik Peluang dan Risiko Penguatan Rupiah di Semester II 2025

Tantangan terhadap rupiah juga cukup besar dengan data PMI yang terkontraksi dan proyeksi defisit anggaran yang lebih tinggi menjadi 2,78%.

Volume Batubara dan Curah Hujan Tinggi, Kinerja UNTR Diproyeksi Turun
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 16:25 WIB

Volume Batubara dan Curah Hujan Tinggi, Kinerja UNTR Diproyeksi Turun

Tekanan harga batubara berasal dari akumulasi turunnya permintaan impor dari China sebanyak 5% year on year (YoY).

Menebak Motivasi Haji Isam di Hulu Ternak Ayam dari Pembelian Anak Usaha KFC (FAST)
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 15:05 WIB

Menebak Motivasi Haji Isam di Hulu Ternak Ayam dari Pembelian Anak Usaha KFC (FAST)

Pernyataan mengenai percepatan pelaksanaan proyek-proyek strategis, di dalam tujuan transaksi 15% saham FAST, memancing sas sis sus di pasar saham

Profit 26,68% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Seuprit (5 Juli 2025)
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 09:00 WIB

Profit 26,68% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Seuprit (5 Juli 2025)

Harga emas Antam hari ini (5 Juli 2025) Rp 1.908.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 27,07% jika menjual hari ini.

Dari Perakit Mobil Menuju Posisi Puncak
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 08:25 WIB

Dari Perakit Mobil Menuju Posisi Puncak

Donald Rachmat tidak tiba di posisi puncak saat ini lewat jalur instan. Dia meniti kariernya dari bawah.

Janji Ekonomi
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 07:05 WIB

Janji Ekonomi

Tidak mudah untuk bisa merealisasikan target pertumbuhan ekonomi hingga 8% yang saat ini saja masih jauh dari target tersebut.

INDEKS BERITA

Terpopuler