Berita Bisnis

Pemerintah Siap Negosiasi dengan Lessor Garuda Indonesia (GIAA)

Rabu, 09 Juni 2021 | 06:30 WIB
Pemerintah Siap Negosiasi dengan Lessor Garuda Indonesia (GIAA)

Reporter: Amalia Nur Fitri, Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih terus berupaya menyelamatkan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dari ancaman kebangkrutan. Utang Garuda per Mei tahun ini menyentuh Rp 70 triliun. Setiap bulan, potensi utang terus bertambah lebih dari Rp 1 triliun.

Ada empat opsi penyelamatan Garuda. Empat opsi ini merupakan benchmarking yang dilakukan pemerintah di sejumlah negara untuk menyelamatkan maskapai penerbangan. Pertama, pemerintah akan terus memberikan pinjaman atau suntikan ekuitas, kedua, menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban, hutang, sewa, kontrak kerja.
 
Ketiga, Garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi tetapi di saat bersamaan mendirikan perusahaan maskapai baru dan mengambil rute Garuda. Keempat, Garuda dilikuidasi dan mendorong maskapai swasta untuk berbisnis.
 
Wakil Menteri (Wamen) BUMN, Kartika Wirjoatmodjo bilang, pihaknya akan melakukan langkah utama dengan merestrukturisasi utang Garuda Indonesia menjadi sepertiga dari saat ini mencapai Rp 70 triliun. "Ada opsi kreditur (utang) dikonversi menjadi ekuitas atau saham di Garuda," ungkapnya dalam BTalk Kompas TV, Senin (8/6).
 
Setelah opsi itu disepakati maka pemerintah akan melakukan negosiasi kepada lessor dan perusahaan penyewa pesawat. "Kami akan negosiasi soal kontrak leasing, konsep leasing, dan cost structure. Setelah  dilakukan maka akan dibuatkan bisnis model baru. Apakah domestik plus haji dan umrah atau apa," terang Kartika.
 
Kartika mengatakan, konsep  dan kontrak leasing bisa diubah, misalnya dengan cara sewa pesawat hanya dibayar jika maskapai dalam keadaan terbang. Sebaliknya jika tidak maka Garuda tidak ada kewajiban membayar. "Ini bisa menjadi model bisnis baru," ungkap dia.
 
Paralel dengan itu, kata Wamen BUMN, pihaknya juga sedang berkomunikasi dengan pemegang saham minoritas,  Chairul Tanjung. Namun, yang menjadi tantangan adalah investor global yang membeli Sukuk Global yang diterbitkan oleh Garuda Indonesia.
 
"Untuk yang ini opsinya adalah menunda pembayaran atau moratorium. Kalau masih harus dibayar bisa mati Garuda. Maka, pilihannya adalah melakukan proteksi atas cash flow Garuda Indonesia," imbuhnya.
 
Dia menilai, market domestik Garuda sampai saat ini masih mengalami tekanan hebat karena dampak Covid-19. Bahkan, saat ini Garuda hanya mengoperasikan 50 pesawat. "Masalah keuangan Garuda itu karena biaya sewa pesawat dahulu terlalu mahal, kayak Bombardier itu tidak efisien. Kita kembalikan," ujar Kartika.
 
Pengamat BUMN, Toto Pranoto menilai, permasalahannya terletak pada cost structure GIAA di tiga  bulan pertama tahun 2019 yang mencapai US$ 3,2 miliar. Tahun lalu, angkanya turun juga di kuartal pertama 2020 menjadi US$ 2,2 miliar. "Jadi cost structure turun 31%, sementara revenue anjlok 67%. Ini yang menyebabkan tekanan kepada keuangan Garuda Indonesia luar biasa besarnya," kata dia.
 
Lebih jauh Toto mengatakan, cost structure paling besar terletak pada biaya leasing pesawat yang sebesar 75%, dan sisanya utang.    

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Sudah berlangganan? Masuk

Berlangganan

Berlangganan Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi, bisnis, dan investasi pilihan

Rp 20.000

Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000

Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Terbaru