Pernikahan Dua Unicorn

Minggu, 28 Februari 2021 | 11:10 WIB
Pernikahan Dua Unicorn
[]
Reporter: Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konon, merger dua perusahaan rintisan unicorn di Indonesia, yakni Gojek dan Tokopedia, sudah di depan mata. Menurut Bloomberg News, keduanya tinggal menyelesaikan sejumlah persyaratan pelaksanaan merger yang ditargetkan selesai sesegera mungkin. Dikabarkan pula bahwa kedua perusahaan tersebut tengah mendiskusikan berbagai skenario merger, dengan tujuan akhir berupa pencatatan saham perdana perusahaan alias initial public offering di bursa saham Amerika dan Indonesia.

Gabungan kedua perusahaan ini akan menciptakan raksasa internet Indonesia yang menguasai sektor ride-hailing, belanja daring dan pembayaran digital.

Taksiran valuasi perusahaan pasca merger akan mencapai kisaran US $40 miliar atawa Rp 560 triliun. Dahsyat, karena jumlah emiten yang saat ini terdaftar di bursa Indonesia dengan nilai kapitalisasi pasar melewati angka Rp 500 triliun hanya ada dua, yakni perusahaan dengan kode emiten BBCA (Bank Central Asia) dan BBRI (Bank Rakyat Indonesia).

Sejenak, saya teringat dengan ucapan mendiang Stephen Covey - pakar organization effectiveness - yang mengatakan bahwa dalam proses merger, yang menarik bukanlah what merge, tapi what will emerge.

Covey tahu persis bahwa merger antar perusahaan laksana proses pernikahan dua insan manusia. Banyak orang yang tertarik (bahkan terpanggil) melakukan pernikahan, namun tak banyak pula yang sungguh berhasil menjalani dan menghidupi pernikahannya. Kita acapkali memusingkan perkara siapa yang akan menikah (what merge), dan abai memikirkan apa yang akan terjadi (what will emerge) setelahnya.

Kisah pernikahan klasik awal 1980-an antara Pangeran Charles dan Putri Diana adalah contoh yang menarik. Kala itu, masyarakat luas begitu antusias dan terharu-biru dengan pernikahan pria aristokrat kerajaan dan wanita keluarga sederhana yang terselenggara laksana cerita dongeng. Namun, setelahnya ternyata berlanjut dengan tragika keluarga yang memilukan.

Tak bisa dipungkiri, Merger & Acquisition (M&A) adalah salah satu inisiatif andalan para pelaku bisnis yang ingin membesarkan usahanya. Terbatasnya ruang gerak untuk menumbuhkan bisnis dari dalam dirinya sendiri (atawa organic growth), membuat banyak pelaku usaha tergiur untuk melakukan ekspansi dengan cara anorganik, yakni melebur ataupun membeli perusahaan lain di luar dirinya alias M&A.

Pada tahun 2015, dunia keuangan bahkan mencetak rekor volume M&A tertinggi sepanjang masa, dengan nilai transaksi US$ 4,9 triliun.

Bagaimana dengan hasilnya selama ini?

Seperti setiap inisiatif pada lazimnya, ada cerita kesuksesan, namun juga kisah kegagalan. Pembelian NeXT oleh Apple pada tahun 1997 dengan angka yang relatif kecil (US $ 404 juta) berhasil menyelamatkan sekaligus melambungkan kinerja perusahaan ciptaan Steve Jobs tersebut di kemudian hari. Demikian juga, pembelian Google atas Android sebesar US$ 50 juta pada tahun 2005, telah mengukuhkan kehadiran Google dalam bisnis sistem operasi smartphone.

Pengalaman akuisisi

Beberapa akuisisi yang dilakukan taipan investasi Warren Buffett, juga berhasil membesarkan aset miliknya yang dikibarkan lewat bendera perusahaan Berkshire Hathaway.

Sebaliknya, cerita M&A juga merekam beberapa pengalaman tak menyenangkan. Pada tahun 2015, Microsoft menghapus-bukukan (write-off) 96% nilai kepemilikan bisnis telepon genggamnya, yang diakuisisi dari Nokia pada tahun sebelumnya dengan harga US $ 2,9 miliar.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Google terhadap bisnis telepon genggam yang dibelinya dari Motorola pada tahun 2012 dengan nilai US $ 12,5 miliar. Juga halnya, Hewlett Packard yang menghapus-bukukan US $ 8,8 miliar dari total nilai akuisisi US $ 11,1 miliar atas Autonomy.

Roger L. Martin, dalam M&A: The One Thing You Need to Get Right (HBR, June 2016) mencatat bahwa lebih banyak deretan kegagalan M&A ketimbang keberhasilannya. Bagi Martin, ada sudut pandang yang keliru, yang menyebabkan M&A berujung pahit.

Perusahaan cenderung melihat M&A sebagai cara untuk mendapatkan manfaat dan nilai tambah bagi dirinya sendiri, entah itu berupa akses ke pasar yang baru ataupun kesempatan untuk meningkatkan keuntungan dan kompetensi organisasi.

Dan, patut dicatat, karena banyak perusahaan berpikir seperti itu, maka manfaat dan nilai tambah yang diperebutkan tersebut akan hilang pada saat negosiasi penawaran harga

Ini analogis dengan proses pernikahan. Pernikahan yang baik sejatinya tak diawali dengan niat untuk memetik keuntungan dari pasangan, namun justru memberi manfaat kepadanya. Makanya, tak heran para orangtua selalu memberikan nasehat kepada anaknya yang akan menikah, untuk selalu memberi dan mengalah. Karena, tak ada kemenangan bersama yang bisa diperoleh dari sikap oportunistik dan mau menang sendiri.

Bagikan

Berita Terbaru

Akui Bukan SWF Biasa, Mari Kupas Jati Diri BPI Danatara
| Kamis, 06 November 2025 | 15:25 WIB

Akui Bukan SWF Biasa, Mari Kupas Jati Diri BPI Danatara

Danantara merupakan SWF berbasis BUMN sehingga tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban pelayanan publik (public servic obligation).

Anak Usaha TLKM Buka Suara Soal Kepailitan TELE dan Investasi Rp 1,39 Triliun
| Kamis, 06 November 2025 | 13:53 WIB

Anak Usaha TLKM Buka Suara Soal Kepailitan TELE dan Investasi Rp 1,39 Triliun

PT PINS Indonesia, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), akhirnya buka suara menanggapi kabar kepailitan PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE)

Ruang Pendanaan Masih Terbatas, PELNI Buka Opsi Tambah Kapal dari Penjualan Tiket
| Kamis, 06 November 2025 | 13:46 WIB

Ruang Pendanaan Masih Terbatas, PELNI Buka Opsi Tambah Kapal dari Penjualan Tiket

Penyertaan Modal Negara sudah tak lagi digunakan sehingga beberapa upaya diluncurkan PT Pelni guna memastikan kelanjutan investasi armada.

Konsumsi Daging Ayam Melejit, Laba Bersih Japfa Comfeed (JPFA) Naik Dua Digit
| Kamis, 06 November 2025 | 10:29 WIB

Konsumsi Daging Ayam Melejit, Laba Bersih Japfa Comfeed (JPFA) Naik Dua Digit

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) membukukan kinerja positif di sepanjang sembilan bulan tahun 2025.

Multi Makmur Lemindo (PIPA) Membalikkan Rugi Menjadi Laba Per Kuartal III-2025
| Kamis, 06 November 2025 | 10:21 WIB

Multi Makmur Lemindo (PIPA) Membalikkan Rugi Menjadi Laba Per Kuartal III-2025

Pertumbuhan laba itu disokong lonjakan pendapatan usaha PIPA yang mencapai 30,49% secara tahunan jadi Rp 25,89 miliar per September 2025

Daya Beli Belum Maksi, Laba Emiten Properti Masih Bertaji
| Kamis, 06 November 2025 | 10:17 WIB

Daya Beli Belum Maksi, Laba Emiten Properti Masih Bertaji

Sejumlah emiten properti mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di sepanjang periode Januari-September 2025

Harga Emas Masih Tinggi, Bumi Resources Minerals (BRMS) Genjot Produksi
| Kamis, 06 November 2025 | 10:08 WIB

Harga Emas Masih Tinggi, Bumi Resources Minerals (BRMS) Genjot Produksi

PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) membidik pertumbuhan produksi emas 68.000 ons sampai 72.000 ons hingga akhir 2025.​

Penjualan Belum Laris Manis, Kepulan Laba Emiten Rokok Semakin Tipis
| Kamis, 06 November 2025 | 09:52 WIB

Penjualan Belum Laris Manis, Kepulan Laba Emiten Rokok Semakin Tipis

Tekanan daya beli masyarakat masih jadi tantangan emiten rokok. Penurunan daya beli memicu pergeseran konsumsi ke segmen value for money (VFM).

TELE Pailit, Tak Cuma Telkom (TLKM) dan Haiyanto, Ribuan Investor Saham Ikut Merugi
| Kamis, 06 November 2025 | 09:00 WIB

TELE Pailit, Tak Cuma Telkom (TLKM) dan Haiyanto, Ribuan Investor Saham Ikut Merugi

Kasus pailit PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE) mencerminkan buruknya perlindungan investor publik.

Menakar Efek Kinerja Sembilan Bulan 2025 dan Rights Issue ke Kinerja PANI
| Kamis, 06 November 2025 | 08:15 WIB

Menakar Efek Kinerja Sembilan Bulan 2025 dan Rights Issue ke Kinerja PANI

Analisis aksi korporasi PANI: Rights issue Rp 16,6 triliun, akuisisi CBDK, dan prospek saham di tengah pemulihan pasar properti.

INDEKS BERITA

Terpopuler