Prospek Emiten RS Pasca BPJS Terima Suntikan Dana

Senin, 10 Desember 2018 | 09:18 WIB
Prospek Emiten RS Pasca BPJS Terima Suntikan Dana
[ILUSTRASI. BPJS Kesehatan]
Reporter: Auriga Agustina | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akhirnya memutuskan mengucurkan dana Rp 5,2 triliun untuk menalangi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Langkah ini diyakini bisa menjadi obat kuat bagi emiten rumahsakit.

Direktur PT Royal Prima Tbk (PRIM) Michael Mok Siu Pen menuturkan, kucuran dana ini mengindikasikan pemerintah berupaya memberikan pelayanan kesehatan melalui BPJS. Efeknya, arus kas atau cash flow perusahaan yang melayani BPJS akan positif ke depannya. Saat ini, PRIM mengelola dua rumahsakit, yang ditargetkan bertambah menjadi empat rumahsakit pada akhir tahun ini. Pelayanan BPJS berkontribusi 60% terhadap pendapatan PRIM saat ini.

Menurut Micahel, pihaknya akan memanfaatkan momentum suntikan dana ke BPJS Kesehatan. Apalagi, tahun depan, semua penduduk harus menggunakan BPJS. "Semua rumahsakit kami akan menggunakan layanan BPJS. Tahun depan, kami akan membangun dua rumahsakit lagi," tutur dia, pekan lalu.

Aditya Widjaja, Investor Relation PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), juga melihat suntikan dana ke BPJS sebagai sinyal bagus bagi bisnis rumahsakit, sebab ada kepastian pembayaran dari BPJS. "Selama ini kan tidak ada kepastian pembayaran, posisi BPJS defisit menjadi perhatian bagi pengelola rumahsakit apakah klaim akan terbayar atau tidak," ujar dia.

Aditya membeberkan, tahun depan, MIKA akan membangun dua rumahsakit, berlokasi di Bintaro dan Jatiasih. Nah, rumahsakit di Jati Asih itu dipersiapkan untuk melayani pasien BPJS. Nilai investasinya senilai Rp 80 miliar dengan kapasitas 100 ranjang. Sejauh ini, pelayanan BPJS berkontribusi 10%-30% terhadap pendapatan MIKA.

Jangka panjang

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyebut, dengan adanya suntikan dana, maka defisit BPJS akan mengecil. Dampaknya bagus bagi emiten rumahsakit yang melayani pasien BPJS.

Sejatinya, meski BPJS kerap menunggak bayaran, bukan berarti menjadi penghambat ekspansi emiten. Sebab, perusahaan rumahsakit umumnya memiliki dana khusus untuk menambah RS.

Menurut William, investor akan lebih melirik emiten-emiten yang ekspansinya memprioritaskan layanan pasien BPJS. Sebab, investor berharap arus kas perusahaan akan jadi positif. Sehingga, harga saham emiten tersebut juga akan terkerek.

M. Nafan Aji, analis Binaartha Sekuritas, sependapat, emiten yang berencana ekspansi untuk menambah jumlah rumahsakit yang melayani BPJS  akan mendapat katalis positif. Sebab, sebagian besar emiten yang melantai di BEI saat ini lebih memprioritaskan private patient. "Fundamental kinerjanya akan bagus dalam jangka panjang," jelas Nafan.

Meski begitu, Adrian M. Priyatna, analis Mega Capital Sekuritas, menganalisa tidak semua emiten akan gencar ekspansi RS khusus BPJS. Ada kemungkinan mereka masih menahan ekspansi, lantaran masih khawatir penundaan pencairan klaim BPJS dapat terulang lagi.

Di antara emiten yang bergerak di bisnis rumahsakit, Nafan menjagokan saham MIKA. Sekalipun laba bersih turun, namun fundamental emiten ini diyakini akan meningkat dalam jangka panjang. "Emiten ini banyak ekspansi tahun depan," ujar dia.

Selain itu, saat ini, indikator teknikal juga mendukung untuk beli MIKA. Nafan menargetkan harga MIKA jangka pendek hingga menengah di Rp 1.710 per saham. Sedangkan, saham PRIM disarankan untuk wait and see, karena masih dalam downtrend.

Jumat (7/12), saham MIKA ditutup naik 1% menjadi Rp 1.495. PRIM stagnan di level Rp 640 per saham.

Bagikan

Berita Terbaru

Bumi Citra Permai (BCIP) Bidik Cuan Bisnis Kaveling Industri
| Sabtu, 23 November 2024 | 10:38 WIB

Bumi Citra Permai (BCIP) Bidik Cuan Bisnis Kaveling Industri

PT Bumi Citra Permai Tbk bersiap menggenjot bisnis dengan menyediakan lebih banyak kaveling industri dan pergudangan. 

Sampai Akhir September 2024, Laba Bersih Summarecon Agung (SMRA) Melejit 43%
| Sabtu, 23 November 2024 | 07:19 WIB

Sampai Akhir September 2024, Laba Bersih Summarecon Agung (SMRA) Melejit 43%

Pertumbuhan laba bersih SMRA itu didongkrak melejitnya pendapatan di periode Januari-September 2024.

Pendapatan dan Laba Harita Nickel (NCKL) Melesat di Kuartal III-2024
| Sabtu, 23 November 2024 | 07:11 WIB

Pendapatan dan Laba Harita Nickel (NCKL) Melesat di Kuartal III-2024

Pendapatan dan laba bersih PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) alias Harita Nickel kompak naik di sembilan bulan 2024. 

Menguat Dalam Sepekan, IHSG Ditopang Optimisme Pasar
| Sabtu, 23 November 2024 | 07:01 WIB

Menguat Dalam Sepekan, IHSG Ditopang Optimisme Pasar

Dalam sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakumulasi penguatan 0,48%. Jumat (22/11), IHSG ditutup naik 0,77% ke level 7.195,56 

Insentif Pajak Lanjutan, Harapan Emiten Kendaraan Listrik
| Sabtu, 23 November 2024 | 06:54 WIB

Insentif Pajak Lanjutan, Harapan Emiten Kendaraan Listrik

Menakar efek insentif pajak lanjutan PPnBM DTP dan PPN DTP terhadap prospek kinerja emiten kendaraan listrik​.

Timah (TINS) Memacu Produksi Bijih Timah
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:45 WIB

Timah (TINS) Memacu Produksi Bijih Timah

TINS berhasil memproduksi bijih timah sebesar 15.189 ton hingga kuartal III-2024 atau naik 36% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Total Bangun Persada (TOTL) Menembus Target Kontrak Baru
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:40 WIB

Total Bangun Persada (TOTL) Menembus Target Kontrak Baru

TOTL menerima nilai kontrak baru senilai Rp4,4 triliun per Oktober 2024. Perolehan ini melampaui target awal TOTL sebesar Rp 3,5 triliun.

Mobil Baru Siap Meluncur Menjelang Akhir Tahun
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:30 WIB

Mobil Baru Siap Meluncur Menjelang Akhir Tahun

Keberadaan pameran otomotif diharapkan mampu mendorong penjualan mobil baru menjelang akhir tahun ini.

Lion Air Group Mendominasi Pasar Penerbangan di Indonesia
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:25 WIB

Lion Air Group Mendominasi Pasar Penerbangan di Indonesia

Menurut INACA, Lion Air Group menguasai 62% pasar penerbangan domestik di Indonesia, khususunya segmen LCC.

Produk Terstruktur BEI Sepi Peminat
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:20 WIB

Produk Terstruktur BEI Sepi Peminat

Masalah likuiditas membuat produk terstruktur kurang diminati. Berdasarkan data KSEI, AUM ETF sebesar Rp 14,46 triliun hingga Oktober 2024.

INDEKS BERITA

Terpopuler