Berita Global

Rantai Pasok Seret, Pesanan Sektor Industri Jerman di Februari Menurun

Rabu, 06 April 2022 | 17:02 WIB
Rantai Pasok Seret, Pesanan Sektor Industri Jerman di Februari Menurun

ILUSTRASI. Kegiatan perakitan Porsche Panamera Hybrid di pabrik Porsche di Leipzig.

Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - BERLIN. Pesanan industri Jerman turun lebih dari yang diharapkan pada Februari karena permintaan dari luar negeri melemah, data menunjukkan pada Rabu. Pesanan merosot sejalan dengan pasokan yang seret serta harga energi yang melonjak tinggi. Prospek manufaktur Jerman semakin suram setelah Rusia menginvasi Ukraina.

Pesanan untuk barang-barang industri turun 2,2% pada bulan ini setelah mengalami penyesuaian musiman, dibandingkan dengan kenaikan sebesar 2,3% pada Januari, angka dari Kantor Statistik Federal menunjukkan.

Jajak pendapat para analis yang digelar Reuters menunjukkan penurunan sebesar 0,2% pada bulan Februari.

Rincian data menunjukkan bahwa pesanan luar negeri turun 3,3%, karena permintaan barang setengah jadi dan barang modal turun masing-masing 1,9% dan 2,8%. Pesanan barang konsumsi naik 0,7%.

Baca Juga: Survei Caixin, Sektor Jasa di China Tertekan Peningkatan Kasus Baru Covid-19

"Penurunan pesanan pada Februari harus dilihat dalam konteks kenaikan tajam yang terjadi di bulan sebelumnya," demikian pernyataan kementerian ekonomi Jerman. "Dampak perang Rusia di Ukraina hampir tidak tercermin dalam data. Namun perang menyebabkan ketidakpastian yang tinggi terutama pada permintaan di masa depan."

Joerg Kraemer, kepala ekonom di Commerzbank AG, mengatakan dalam catatan penurunan bahwa penurunan di Februari bukan rangkaian episode kenaikan permintaan yang tajam di Januari. Namun penurunan itu lebih memperlihatkan tantangan utama yang dihadapi produsen, yaitu kekurangan bahan baku dan kemacetan pasokan.

"Dalam beberapa bulan mendatang, tantangan untuk manufaktur akan lebih sedikit tentang permintaan dan lebih banyak tentang ketersediaan bahan baku, yang telah memburuk karena perang di Ukraina dan kebijakan lockdown yang ketat di China."

Terbaru