KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada awal 2023, IMF dan Bank Dunia gencar memperingatkan tentang kemungkinan terjadinya resesi global. Dan, peringatan itu sekarang mulai nyata. Perekonomian Eropa belakangan "babak belur" dihantam resesi.
Pertumbuhan aktivitas bisnis Eropa melambat pada Juni, bahkan jatuh ke level terendah dalam lima bulan terakhir. Indeks Manajer Pembelian (PMI) gabungan zona euro turun dari 52,8 pada Mei menjadi 50,3 pada Juni. Sebelumnya, Amerika Serikat juga sudah lebih dulu mengalami pelambatan.
"Pertumbuhan output bisnis zona euro hampir terhenti pada bulan Juni," kata S&P Global dalam sebuah rilis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui banyak negara tidak mampu bertahan akibat gejolak ekonomi dunia yang sedang terjadi. Tapi di sisi lain, ia mengklaim, Indonesia masih memiliki pertumbuhan kuat. Dengan pertumbuhan yang kuat, Sri Mulyani memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa sesuai target di kisaran level 5%-5,3%. Prediksi itu sejalan dengan perkiraan dari berbagai lembaga internasional.
Persoalannya, memburuknya perekonomian banyak negara, bukan berarti tak ada pengaruhnya sama sekali terhadap perekonomian nasional. Bahkan, dampaknya sudah dirasakan langsung oleh para pelaku industri di dalam negeri.
Salah satunya adalah industri manufaktur padat karya, seperti industri tekstil dan alas kaki. Di sektor ini marak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini terjadi karena turunnya permintaan dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat sebagai salah satu tujuan ekspor untuk produk-produk alas kaki dan tekstil asal Indonesia.
Fenomena ini jelas menunjukkan bahwa merosotnya perekonomian negara-negara di dunia turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Persoalannya, potensi resesi ekonomi global masih akan berlanjut, sehingga tingkat ketidakpastian masih tinggi. Kondisi ini diperparah perang Rusia-Ukraina yang tak berkesudahan.
Tak pelak, kinerja sektor industri bakal makin berat. Sebagian besar pelaku industri harus menanggung beban dan biaya tambahan seiring naiknya harga bahan baku input produksi dan biaya logistik. Dalam waktu bersamaan, pelaku industri juga harus rela penjualannya terpangkas di tengah lesunya permintaan gobal. Di sisi lain, mereka juga menanggung tambahan biaya modal efek naiknya tingkat suku bunga. Jelas, ancaman PHK masih besar.