Oleh Robert Saputra
- Kandidat Master of Sustainability Singapore Management University
Kamis, 27 Juni 2024 | 05:23 WIB
ILUSTRASI. Seorang relawan menarik tumpukan sampah yang mengotori pesisir pantai di kawasan konservasi mangrove Pantai Dupa, Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (21/1/2024). Aksi yang diinisiasi Mangrover's Teluk Palu itu untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan mangrove di kawasan yang rusak akibat abrasi dan terjangan tsunami. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/tom.
Reporter: Harian Kontan
| Editor: Sandy Baskoro
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.Rest in peace (RIP) sustainability. Demikian dikatakan Profesor Aswath Damodaran (New York University) dalam artikelnya di Financial Times pada Oktober tahun lalu. Aswath berargumen konsep environmental, social, governance (ESG) semakin tidak jelas, sarat masalah, sehingga tidak akan langgeng nasibnya.
Dia mencontohkan kontradiksi yang mengatakan perusahaan yang fokus ke ESG memiliki tingkat risiko investasi rendah dan berinvestasi di perusahaan tersebut akan memberikan return lebih tinggi. Bukankah prinsip dasar investasi mengatakan: low-risk, low-return dan high-risk, high-return? Bagaimana mungkin bisa low-risk dan high-return?
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.