Risiko Anggaran Pemerintah Meningkat, China Alami Penurunan Outlook Peringkat Utang

Rabu, 10 April 2024 | 16:10 WIB
Risiko Anggaran Pemerintah Meningkat, China Alami Penurunan Outlook Peringkat Utang
[ILUSTRASI. Uang kertas dan logam China. Sumber foto : boc.cn]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Fitch pada Rabu (10/4) memangkas prospek dari peringkat utang negara China menjadi negatif. Alasan penurunan prospek adalah munculnya risiko terhadap keuangan negara di saat ekonomi Negeri Tembok Raksasa mengalami ketidakpastian, sejalan dengan peralihan ke model pertumbuhan baru.

Sebelum Fitch, Moody's telah memangkas prospek peringkat utang China pada Desember. Pemangkasan itu dilakukan Moody's ketika Beijing berupaya memacu ekonominya yang lesu paskapandemi, melalui dukungan fiskal dan moneter.

"Revisi prospek Fitch mencerminkan situasi yang lebih menantang dalam keuangan publik Tiongkok sehubungan dengan dampak ganda dari perlambatan pertumbuhan dan bertambahnya utang," kata Gary Ng, ekonom senior Natixis Asia-Pasifik.

Pemangkasan ini, menurut Ng, tidak otomatis berarti Tiongkok akan gagal bayar dalam waktu dekat. "Namun ada kemungkinan untuk melihat polarisasi kredit di beberapa sarana pembiayaan pemerintah daerah, terutama karena pemerintah provinsi bisa mengalami pemburukan kesehatan anggaran," imbuh dia.

Fitch memperkirakan rasio utang pemerintah pusat dan daerah Tiongkok terhadap produk domestik bruto (PDB) akan meningkat menjadi 61,3% pada 2024, naik dari 56,1% pada 2023. Sebagai pembanding, pada tahun 2019, rasio utang terhadap PDB China hanya 38,5%.

Baca Juga: Apa yang Terjadi Setelah Moody's Pangkas Prospek Peringkat Utang AS?

Kelesuan pasar properti yang berkepanjangan sangat membebani pemerintah daerah yang terlilit utang karena pendapatan mereka dari pengembangan lahan anjlok. Ini menyebabkan utang di banyak kota menjadi tidak berkelanjutan.

Pada saat yang sama, lembaga pemeringkat memperkirakan defisit pemerintah Tiongkok secara umum, yang mencakup infrastruktur dan aktivitas fiskal resmi lainnya di luar anggaran utama – akan meningkat menjadi 7,1% PDB pada tahun 2024 dari 5,8% pada tahun 2023. Ketika Beijing memberlakukan pembatasan kegiatan yang sangat ketat di masa pandemi, pada 2020, negeri itu mencapai rasio defisit tertinggi, yaitu 8,6%.

Meski menurunkan prospek peringkat menjadi negatif dari "stabil", yang mengindikasikan kemungkinan penurunan peringkat dalam jangka menengah, Fitch mengafirmasi peringkat default emiten Tiongkok di 'A+', kategori tertinggi ketiga.

S&P, lembaga pemeringkat global besar lainnya, juga memberi peringkat Tiongkok A+. Itu setara dengan peringkat A1 dari Moody's untuk China di saat ini.

Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan melambat menjadi 4,5% pada tahun 2024 dari 5,2% tahun lalu, sementara Dana Moneter Internasional memperkirakan PDB Tiongkok akan tumbuh 4,6% tahun ini.

Peringatan peringkat ini muncul meskipun ada tanda-tanda tentatif bahwa perekonomian Tiongkok mulai membaik.

Output pabrik dan penjualan ritel melampaui perkiraan pada bulan Januari-Februari, menyusul indikator ekspor dan inflasi konsumen yang lebih baik dari perkiraan.

Baca Juga: India Berpotensi Menggeser Posisi China Sebagai Motor Perekonomian Global pada 2028

Poin-poin data tersebut memperkuat harapan Beijing bahwa mereka dapat mencapai apa yang digambarkan oleh para analis sebagai target pertumbuhan PDB ambisius sekitar 5,0% pada tahun 2024.

“Revisi prospek tersebut mencerminkan peningkatan risiko terhadap prospek keuangan publik Tiongkok karena negara tersebut menghadapi ketidakpastian prospek ekonomi di tengah transisi dari pertumbuhan yang bergantung pada properti ke apa yang pemerintah pandang sebagai model pertumbuhan yang lebih berkelanjutan,” kata Fitch.

“Defisit fiskal yang besar dan meningkatnya utang pemerintah dalam beberapa tahun terakhir telah mengikis penyangga fiskal dari perspektif pemeringkatan,” katanya. “Risiko kewajiban kontinjensi juga mungkin meningkat, karena pertumbuhan nominal yang lebih rendah memperburuk tantangan dalam mengelola leverage perekonomian yang tinggi.”

Tiongkok berencana untuk menerapkan defisit anggaran sebesar 3% dari output perekonomian, turun dari revisi tahun lalu sebesar 3,8%. Yang terpenting, Tiongkok berencana menerbitkan obligasi negara khusus jangka ultra panjang senilai 1 triliun yuan ($138,30 miliar), yang tidak termasuk dalam anggaran.

Kuota penerbitan obligasi khusus untuk pemerintah daerah ditetapkan sebesar 3,9 triliun yuan, dibandingkan 3,8 triliun yuan pada tahun 2023.

Rasio utang terhadap PDB Tiongkok secara keseluruhan naik ke rekor baru sebesar 287,8% pada tahun 2023, 13,5 poin persentase lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, menurut laporan Lembaga Nasional untuk Keuangan dan Pembangunan (FIND) pada bulan Januari.

Baca Juga: Kelebihan Pasokan China Bikin Ekonomi Tertekan

Kecemasan mendasar

Rencana penerbitan obligasi negara ini menandakan kesediaan Beijing untuk memikul beban yang lebih besar dalam memenuhi target pertumbuhan, karena pemerintah daerah berjuang untuk mengatasi pendapatan fiskal yang lebih lambat dan penjualan tanah yang tertekan.

“Revisi Fitch mencerminkan kekhawatiran mendasar terhadap kesehatan fiskal Tiongkok dan kemampuannya untuk mendorong pertumbuhan dalam jangka panjang,” kata Dan Wang, kepala ekonom Hang Seng Bank Tiongkok.

“Dengan rendahnya investasi swasta, pendanaan yang didukung negara menjadi semakin penting dalam mendorong pertumbuhan, baik dalam hal belanja infrastruktur atau dana bimbingan pemerintah daerah untuk industri teknologi tinggi.”

Kementerian Keuangan Tiongkok mengatakan setelah pengumuman tersebut, pihaknya menyesali keputusan pemeringkatan Fitch, dan berjanji untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah dan menyelesaikan risiko dari utang pemerintah daerah.

“Dalam jangka panjang, mempertahankan ukuran defisit yang moderat dan memanfaatkan dana utang yang berharga akan bermanfaat untuk meningkatkan permintaan domestik, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan pada akhirnya menjaga kredit negara yang baik,” kata kementerian dalam sebuah pernyataan.

Moody's pada bulan Desember memberikan peringatan penurunan peringkat kredit Tiongkok, dengan alasan biaya untuk memberikan dana talangan (bailout) kepada pemerintah daerah dan perusahaan negara serta mengendalikan krisis propertinya.

Bagikan

Berita Terbaru

Terdepak Dari Indeks LQ45, Berikut Ini Saham Yang Masih Bisa Dilirik
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:23 WIB

Terdepak Dari Indeks LQ45, Berikut Ini Saham Yang Masih Bisa Dilirik

BRIS dan JSMR masih lebih diuntungkan karena memiliki sentimen makro, serta dukungan BUMN, katalis belanja & transportasi di kuartal IV.

Prospek Positif Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Berkat Program Stimulus Pemerintah
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:17 WIB

Prospek Positif Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Berkat Program Stimulus Pemerintah

AMRT menjadi salah satu emiten yang diuntungkan dari kebijakan dana bantuan tunai mengingat profil konsumennya dominan di kelas menengah-bawah.

Masuk ke LQ45 dan Rumor IPO Anak Usaha Bawa Saham EMTK Menguat
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 16:51 WIB

Masuk ke LQ45 dan Rumor IPO Anak Usaha Bawa Saham EMTK Menguat

Ke depannya performa saham EMTK akan sangat bergantung ke arah bisnisnya, terutama di sektor media dan digital.

Bakal Akusisi Mah Sing, Begini Rekomendasi Saham Dharma Polimetal (DRMA)
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 15:55 WIB

Bakal Akusisi Mah Sing, Begini Rekomendasi Saham Dharma Polimetal (DRMA)

DRMA terus mempercepat ekspansinya di sektor kendaraan listrik (EV) melalui platform Dharma Connect.

Banyak yang Janggal di Saham DADA, Berikut ini Catatannya
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 11:00 WIB

Banyak yang Janggal di Saham DADA, Berikut ini Catatannya

Sesuatu yang janggal mulai terendus saat PT Karya Permata Inovasi Indonesia, entitas pengendali, sibuk menjual saham DADA menuju puncak.

Petani Tembakau Terbelit Masalah Kronis
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 07:25 WIB

Petani Tembakau Terbelit Masalah Kronis

Pada musim panen tahun ini, kompetisi pembelian dari industri semakin berkurang, akibatnya harga pun cenderung turun.

Prospek Emiten Barang Konsumen FMCG Masih Menarik
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 06:34 WIB

Prospek Emiten Barang Konsumen FMCG Masih Menarik

Kkinerja keuangan emiten konsumer cukup baik karena penurunan input cost seiring dengan melandainya harga sejumlah bahan baku

Rupiah Terkena Imbas Pemangkasan Bunga The Fed
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 06:30 WIB

Rupiah Terkena Imbas Pemangkasan Bunga The Fed

Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS usai The Federal Rerserve (The Fed) pangkas suku bunga.

Window Dressing Datang Malu-Malu di Tahun Ini
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 06:27 WIB

Window Dressing Datang Malu-Malu di Tahun Ini

 Meskipun ada peluang, nampaknya para fund manager tak akan agresif melakukan window dressing di tahun ini.

Geliat Ekonomi dari Legalnya Sumur Minyak Rakyat
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 06:23 WIB

Geliat Ekonomi dari Legalnya Sumur Minyak Rakyat

Legalisasi berpotensi menciptakan efek berantai bagi ekonomi lokal, mulai dari jasa pengeboran, transportasi hingga tumbuhnya UMKM

INDEKS BERITA

Terpopuler