Saham Sektor Teknologi Tertekan Paling Dalam, Blibli (BELI) Masih Mendingan

Kamis, 13 April 2023 | 08:05 WIB
Saham Sektor Teknologi Tertekan Paling Dalam, Blibli (BELI) Masih Mendingan
[ILUSTRASI. CEO & Co-Founder Blibli, Kusumo Martanto melayani pelanggan pertama saat membeli Apple iPhone 14 series di Senayan Park, Jakarta, Kamis (3/11/2022). KONTAN/Fransiskus Simbolon]
Reporter: Tedy Gumilar | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham teknologi belum berhasil lepas dari tekanan. Bahkan, dalam setahun terakhir IDXTECHNO; indeks saham sektor teknologi terperosok paling dalam ketimbang indeks sektoral lainnya.

Data per 12 April 2023 menunjukkan, dalam setahun terakhir IDXTECHNO terkoreksi hingga -46,30% ke level 4.817,76. Sebagai perbandingan di posisi kedua terbawah, IDXBASIC yang merupakan indeks sektoral saham-saham barang baku pada periode yang sama turun -1,38% ke 1.158,66.

Khusus pada perdagangan hari ini (12/4) IDXTECHNO berada di posisi kedua terbawah setelah terkoreksi -1,45%. Sementara IDXENERGY berada di posisi paling buncit usai turun -1,62% ke 2.052,28.

Saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang merupakan emiten teknologi dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di sektor teknologi, yakni Rp 110,15 triliun, menjadi pemberat IDXTECHNO. 

Pada penutupan perdagangan hari ini, saham GOTO mentok di batas bawah auto rejection atau ARB usai terkoreksi -6,06% ke Rp 93 per saham. Dibanding harga perdana saat listing 11 April 2022 di Rp 338 per saham, GOTO telah melorot -72,49%.

Nasib saham pengelola marketplace lainnya, yakni PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) juga tak jauh berbeda. Hari ini saham BUKA turun -1,69% ke Rp 232 per saham. Dibanding harga perdana saat listing 6 Agustus 2021 di Rp 850 per saham, BUKA telah anjlok 72,71%.

Baca Juga: Sentimen Kendaraan Listrik Memacu Prospek Emiten Nikel

Sementara kondisi emiten pemilik Blibli.com dan Tiket.com, yakni PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) sejauh ini masih lebih baik ketimbang dua rivalnya tadi.

Betul, pada perdagangan hari ini saham BELI turun -0,44% ke Rp 456 per saham. Namun, dibanding harga perdana saat listing 8 November 2022 di Rp 450 per saham, saham BELI masih membukukan kenaikan tipis +1,34%.

Tekanan yang dialami saham-saham sektor teknologi, terutama pengelola marketplace dan e-commerce tak lepas dari realisasi kinerja keuangan mereka yang belum memenuhi harapan pelaku pasar. 

GOTO misalnya, masih merugi Rp 39,57 triliun di tahun 2022. Tak jauh berbeda, Global Digital Niaga pada tahun lalu juga mengalami rugi bersih Rp 5,5 triliun. 

BUKA secara bisnis sejatinya juga masih menanggung rugi besar. Jika di laporan keuangan emiten tersebut mencatatkan laba bersih Rp 1,97 triliun, itu semata berasal dari kenaikan nilai investasinya di saham PT Allo Bank Tbk (BBHI). 

Baca Juga: CTRA Kantongi Marketing Sales Rp 3,4 Triliun

Butuh waktu

Sejumlah analis pasar modal menilai, kerugian yang dialami para emiten teknologi tersebut memang tidak bisa dihindari. Itu dikarenakan untuk membentuk ekosistem digital membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan waktu yang tidak sebentar. 

Nafan Aji Gusta, Analis Mirae Asset Sekuritas menyebut, untuk mencapai profitabilitas para emiten teknologi memang membutuhkan waktu. Namun, dia memprediksi di tahun ini saham teknologi berpotensi kembali bangkit mengingat potensi ekonomi digital di Indonesia masih sangat besar. 

Blibli misalnya, secara bisnis menunjukkan pertumbuhan yang sangat positif dan diatas rata-rata industri. Sepanjang tahun lalu pendapatan bersih BELI melambung hingga 72% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp 8,86 triliun menjadi Rp 15,27 triliun.

Pada saat bersamaan, Total Processing Value (TPV) yang dicatatkan BELI juga mengalami pertumbuhan yang signifikan, hingga 89% secara tahunan dari Rp 32,40 triliun pada 2021 menjadi sekitar Rp 61,40 triliun pada 2022.

Merujuk laporan keuangan Global Digital Niaga per 31 Desember 2022, total liabilitas perseroan juga lebih rendah Rp 4,71 triliun menjadi tinggal Rp 3,59 triliun dari sebelumnya Rp 8,30 triliun. 

Menyusutnya beban utang yang paling signifikan terlihat di pos utang bank jangka pendek. Pada 31 Desember 2021 BELI memiliki utang bank jangka pendek sebesar Rp 5,06 triliun. Nah, per 31 Desember 2022 nilainya telah berkurang hingga tinggal Rp 85 miliar. 

Baca Juga: Bisnis FMC Akan Memoles Kinerja Emiten Telekomunikasi

Posisi keuangan konsolidasian yang makin sehat itu ditopang oleh dana yang diperoleh Global Digital Niaga lewat IPO tahun lalu. Pada 8 November 2022 BELI mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia. Dengan harga perdana Rp 450 per saham, saat itu BELI mendapatkan dana segar sebesar Rp 8 triliun.

Merujuk rencana penggunaan dana yang disampaikan dalam prospektus, sekitar Rp 5,5 triliun dana IPO digunakan oleh perseroan untuk melunasi seluruh salto utang fasilitas perbankan dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank BTPN Tbk (BTPN). 

Pada 29 November 2022 BELI telah melunasi seluruh utangnya kepada BTPN, yakni sebesar Rp 2,75 triliun. Utang kepada Bank BCA dalam jumlah yang serupa juga telah dilunasi seluruhnya pada 2 Desember 2022.

Hingga 31 Desember 2022, sisa dana IPO yang dikantongi Global Digital Niaga mencapai Rp 1,16 triliun. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk mendukung modal kerja BELI dan anak usahanya, yaitu PT Global Tiket Network (tiket.com).

"Posisi kas serta fasilitas kredit yang kami miliki saat ini cukup untuk membiayai seluruh strategi bisnis di masa yang akan datang," ujar Hendry, CFO & Co-Founder PT Global Digital Niaga Tbk dalam keterangannya belum lama ini.

Menurut Nafan, BELI juga memiliki mitra-mitra potensial yang dapat mendorong pertumbuhan pendapatan. Salah satunya dengan Apple, yang semakin melengkapi kemitraan strategis sebelumnya dengan Samsung yang telah lama terjalin. 

“Kerja sama dengan merek-merek terkemuka seperti itu mampu meningkatkan penjualan emiten tersebut, ini berkaitan dengan distribusi, online dan offline authorized reseller, B2B dan B2G, importasi dan lainnya akan mendorong pertumbuhan,” pungkas Nafan.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun
| Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13 WIB

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun

Korporasi masih wait and see dan mereka mash punya simpanan internal atau dana internal. Rumah tangga juga menahan diri mengambl kredit konsumsi.

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:46 WIB

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?

Meningkatnya porsi saham publik pasca-rights issue membuka lebar peluang PANI untuk masuk ke indeks global bergengsi seperti MSCI.

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:28 WIB

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?

Analisis mendalam prospek saham BMRI dan BBRI di tengah pembagian dividen. Prediksi penguatan di 2026 didukung fundamental solid.

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:25 WIB

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways

Memasuki tahun 2026, pasar energi diprediksi akan berada dalam fase moderasi dan stabilisasi, harga minyak mentah cenderung tetap sideways.

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:20 WIB

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini

Risiko lanjutan aksi profit taking masih membayangi pergerakan indeks. Ditambah kurs rupiah melemah, menjebol level Rp 16.700 sejak pekan lalu. ​

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:15 WIB

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal

Pemicu pelemahan IHSG adalah tekanan pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan aksi ambil untung (profit taking) investor.

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:10 WIB

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan

Ruang pemulihan kinerja PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) mulai terbuka, ditopang pengakuan awal penjualan lahan Subang Smartpolitan, 

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:59 WIB

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN

Bank Syariah Nasional langsung merangsek ke posisi dua dari sisi aset dan membawa DNA pembiayaan properti.

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:34 WIB

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang

Investor institusi global seperti Blackrock dan Vanguard mengakumulasi saham BUMI. Simak rekomendasi analis dan target harga terbarunya.

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:20 WIB

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026

Kadin melihat sektor manufaktur tetap menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia pada tahun 2026,

INDEKS BERITA

Terpopuler